Perubahan Iklim Bakal Berdampak Besar pada Penyebaran PenyakitREUTERS/Claudia Greco/File Foto
Health

Perubahan Iklim Bakal Berdampak Besar pada Penyebaran Penyakit

Mutiara Nabila
Selasa, 30 April 2024 - 09:13
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan iklim tak hanya memengaruhi lingkungan, tapi juga turut memengaruhi perubahan penyakit yang beredar di bumi. 

Perubahan iklim dapat mengubah variabel-variabel iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, yang memengaruhi dinamika penyebaran penyakit. 

Perubahan pola iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan ketersediaan air, menyebabkan kelangkaan dan peningkatan penyakit terkait air dan makanan seperti gizi buruk dan diare. 

Di Indonesia, perubahan iklim yang terasa seperti penurunan curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96% dan kasus diare sebesar 19%. 

Lebih lanjut, suhu yang lebih tinggi dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66%.

Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar Rp21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan. Di sisi lain, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa dampak perubahan iklim pada sektor air dapat menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3% pada 2045. 

Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, mengatakan jika perubahan iklim dibiarkan tanpa pengawasan, akan memengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan masa depan.

Selain itu, menjadi beban bagi sistem kesehatan, dan menghambat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan cakupan kesehatan universal.

Adapun, Budi menjelaskan bahwa perubahan iklim berpengaruh pada besarnya penyebaran penyakit menular dan tidak menular. 

Untuk penyakit menular, Budi memberikan contoh di antaranya semakin seringnya terjadi pandemi di bumi. 

"Perubahan iklim akan membuat interaksi hewan dan manusia semakin meningkat. Hampir semua pandemi berasal dari hewan, misalnya Flu Burung, dan Covid katanya dari kelelawar. Makin sering perubahan interaksi itu terjadi makin besar kemungkinan ada terjadi kasus seperti ini," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (29/4/2024). 

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan harus mempersiapkan diri, di antaranya dengan memfasilitasi penelitian untuk semua hewan akan lebih sering berinteraksi dengan manusia karena perubahan iklim. 

"Coba hewan-hewan yang ditemui ini kita skrining dulu patogennya, virus, dan bakterinya apa yang bahaya. Kalau bisa diteliti [uji klinis] di level hewan, vaksinnya apa, obatnya apa, diagnostiknya apa. Karena kalau nunggu menular ke manusia udah telat, dan lebih mahal juga untuk penelitiannya," paparnya.

Kemudian, contoh kedua dari perubahan iklim adalah memengaruhi bertambahnya perkembangbiakkan nyamuk, termasuk nyamuk Aedes Aegypti. 

"Kita udah tahu setiap kali ada El Nino Dengue naik. Nah sekarang karena perubahan iklim El Nino bisa jadi lebih sering, akibatnya DBD juga ikut terus naik," lanjutnya.  

Sementara itu, untuk penyakit tidak menular, salah satu pengaruhnya adalah menyebabkan air laut naik, lahan di dataran jadi lebih kecil, sementara jumlah manusia naik terus. 

Saat ini di seluruh dunia ada 8 miliar manusia, yang perlu makan dan sumber gizi, sementara tanahnya semakin sedikit. 

"Tanamannya mau tumbuh di mana, pasti ada masalah gizi di sana. Itu harus dipersiapkan dari sekarang. Kemudian, dengan adanya perubahan iklim ini, ozonnya makin tipis, radiasi matahari makin tinggi, itu kan bisa mengubah genetik dan bisa menyebabkan manusia lebih rentan kanker kulit, atau ada penyakit lainnya. Tanaman berkurang, polusi tinggi itu akan menyebabkan banyak masalah kesehatan, itu lah yang terjadi dan harus kita antisipasi untuk mempersiapkan sistem kesehatan kita menghadapi perubahan iklim," katanya. 

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal ini, Kementerian Kesehatan dan Program Pembangunan PBB/United Nation Developmnet Program (UNDP), bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menandatangani komitmen untuk bekerjasama dalam proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF). 

GCF merupakan sebuah program investasi iklim global yang ambisius, yang diluncurkan sebagai langkah transformatif untuk membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim. 

Dengan masuknya dana dari GCF tersebut, kata Budi, diharapkan dapat mengundang organisasi yang lebih besar seperti World Bank, Global Fund bisa percaya dan mau ikut bergabung melakukan pendanaan perbaikan terkait dengan perubahan iklim. 

"Perannya WHO dan UNDP adalah sebagai katalis, pengungkit, step pertama dulu baru yang lainnya ikut bantu untuk melakukan anggaran penelitian dan persiapan kalau nanti skenario-skenario perubahan iklim ini terjadi," jelasnya.

Penulis : Mutiara Nabila
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro