Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari membantah adanya efek samping pemakaian vaksin AstraZeneca. Menurutnya vaksin tersebut telah diuji secara komprehensif.
Dia menjelaskan kasus sindrom thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) tidak pernah terjadi di Indonesia dan vaksinasi AstraZeneca telah mengikuti anjuran World Organization Health (WHO).
“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui uji klinis, melalui uji klinis tahap 1,2,3, dan 4 termasuk vaksin Covid-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar, dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar,” katanya, dikutip laman resmi Kementerian Kesehatan, Jumat (3/5/2024).
Hinky menjelaskan pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk melakukan surveilans aktif terhadap berbagai indikasi penyakit yang diduga memiliki kaitan dengan vaksin Covid-19 termasuk TTS.
Dia menyatakan telah melakukan pengamatan dari bulan Maret 2021 sampai Juli 2022. Selama periode tersebut hingga saat ini, Henky belum menemukan laporan kasus TTS.
Diketahui, Indonesia peringkat keempat di dunia yang secara masif melakukan vaksinasi Covid-19. Dari 453 juta dosis yang telah disuntikkan, 70 juta diantaranya adalah vasin AstraZeneca.
Henky mengungkapkan jika terdapat kasus TTS dipastikan bukan berasal dari vaksin AstraZeneca, melainkan dari faktor eksternal atau penyakit tertentu.
“Kejadian ikutan pasca imunisasi pasca imunisasi (KIPI) bula ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin Covid-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadiannya,” jelasnya.
Gejala dan bahaya TTS
TTS merupakan penyakit yang menyebabkan pembekuan darah dan menurunnya trombosit darah. TTS adalah penyakit yang jarang terjadi, tapi bisa menyebabkan gejala serius.
Dia menjelaskan masyarakat masih bisa melaporkan ke fasilitas kesehatan terdekat jika ada hal yang tidak wajar pasca imunisasi.
“Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” pungkasnya.
Sebagai informasi, perusahaan AstraZeneca baru-baru ini mengakui adanya efek samping dari penggunaan vaksin yang dibuatnya. Walaupun pihaknya mengatakan efek samping tersebut jarang terjadi, perusahaan tersebut terancam denda 100 juta pound.
Adapun dalam berita Bisnis sebelumnya, kasus vaksin AstraZeneca pertama kali mencuat pada 2023 oleh Jamie Scott yang mengalami cedera otak permanen karena pembekuan darah dan pendarahan di otak setelah menerima vaksin tersebut pada April 2022.
Dilansir dari economictimes, gejala TTS mungkin termasuk sakit kepala parah atau terus-menerus, penglihatan kabur, sesak napas, nyeri dada, kaki bengkak, sakit perut terus-menerus, dan mudah memar atau bercak darah kecil di bawah kulit di luar lokasi suntikan.
Tanda Bahaya yang sebaiknya Anda abaikan
Meskipun TTS jarang terjadi, individu yang telah menerima vaksin terkait TTS harus mewaspadai gejalanya dan segera mencari pertolongan medis jika mengalaminya dalam beberapa minggu setelah vaksinasi. Pengenalan dan pengobatan dini sangat penting untuk mengelola TTS secara efektif.
"TTS, atau sindrom trombosis dengan trombositopenia, melibatkan pembekuan darah di otak atau bagian tubuh lainnya, bersamaan dengan rendahnya jumlah trombosit. Ini jarang terjadi setelah jenis vaksin tertentu dan penyebab lainnya," Dr. Jayadevan, Co-Chairman dari Satuan Tugas Covid National Indian Medical Association (IMA).
Menurut Melbourne Vaccine Education Centre, tidak ada indikator diagnostik yang jelas bagi orang yang memiliki risiko lebih tinggi terkena trombosis dengan sindrom trombositopenia.
Laporan tersebut menyatakan bahwa meskipun orang yang berusia di bawah 60 tahun tampaknya lebih berisiko, terdapat juga kasus yang terjadi pada orang dewasa yang lebih tua.
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa kejadiannya mungkin lebih tinggi pada wanita. Namun, hal ini mungkin terjadi karena perempuan telah menerima lebih banyak dosis vaksin di seluruh dunia.
Lembaga tersebut melaporkan bahwa saat ini tidak ada kondisi medis yang diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang terkena sindrom tersebut, termasuk riwayat pembekuan darah.
Banyak organisasi layanan kesehatan, seperti ASH dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), menekankan bahwa manfaat vaksinasi lebih besar daripada risiko terjadinya trombosis dengan sindrom trombositopenia atau efek samping langka lainnya.
Orang harus mencari perawatan medis darurat jika mereka mengalami tanda-tanda sindrom ini. Meskipun ini merupakan kondisi yang baru teridentifikasi, para spesialis telah mengidentifikasi pengobatan termasuk:
- Obat antikoagulan selain heparin
- Imunoglobulin intravena, yang melibatkan profesional kesehatan yang memberikan infus antibodi ke dalam aliran darah seseorang
prednisolon, yang merupakan sejenis kortikosteroid. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)