Bisnis.com, JAKARTA - Media sosial tengah dihebohkan dengan tagar #AllEyesOnPapua yang menggebar beberapa terakhir ini.
Di Instagram, ramai poster AI menuliskan bahwa hutan adat di Papua harus dilindungi. Kemudian di X, tagar #AllEyesOnPapua dicuitkan sebanyak lebih dari 38 ribu pada Selasa (4/6/2024).
Tagar ini santer terdengar karena adanya masalah yang menyangkut masyarakat adat untuk mempertahankan haknya.
Ternyata masalah yang terjadi menyangkut soal keberadaan hutan adat yang saat ini mulai tergerus. Disinyalir pemerintah berencana membangun perkebunan kelapa sawit yang akan mengusir masyarakat adat di sana.
Menurut informasi yang beredar di media sosial, tertulis bahwa hutan di Papua yang berada di Boven Digul Papua dengan luas 36 ribu akan dibabat habis dan dibangun perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari.
Proyek ini juga berpotensi menghasilkan emisi 25 juta ton karbon dioksida. Di mana jumlah tersebut sama dengan 5% tingkat emisi karbon di tahun 2030.
Hal ini tak hanya berdampak ke masyarakat Papua dan Indonesia, namun juga ke seluruh dunia.
Untuk membebaskan hutan adat dari proyek tersebut, sejumlah masyarakat adat dari suku Awyu dan Moi pun datang ke Jakarta untuk melakukan protes pada Senin (27/5/2024).
Di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), kedua suku tersebut menggelar doa serta ritual adat di depan gedung MA dengan harapan ada perlindungan untuk mereka.
"Kami datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari Tanah Papua ke Ibu Kota Jakarta, untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan ini," kata seorang pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu bernama Hendrikus Woro, dikutip dari laman Greenpeace.
Sejalan dengan itu, Hendrikus Woro juga menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk sebuah perusahaan sawit.
Perusahaan tersebut kini mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare yang berada di hutan adat marga Woro yang merupakan bagian dari suku Awyu.
Kemudian suku Moi juga tengah memperjuangkan hak yang sama untuk melindungi hutan adat mereka, di mana hutan seluas 18.610 hektare akan dijadikan lahan sawit.