Bisnis.com, JAKARTA – Ada 8,2 miliar jiwa di dunia, dan hampir semuanya berperan sebagai konsumen dalam roda ekonomi.
Namun, ada perbedaan antara menjadi konsumen dengan sikap konsumerisme. Menurut Environment.co, Sabtu (10/9/2024) konsumerisme adalah gaya hidup, tren, dan pola pikir yang mendorong Anda untuk melakukan konsumsi berlebihan.
Pada dasarnya, konsumerisme dan kemajuan teknologi mempermudah masyarakat mendapatkan barang yang mereka butuhkan. Selain itu, muncul juga banyak lapangan pekerjaan dan inovasi terbaru untuk melayani permintaan ini.
Namun, hal ini juga menumbuhkan sikap konsumerisme berlebihan, yaitu ketika Anda membeli barang yang tidak Anda butuhkan. Ternyata,sikap ini tidak hanya merugikan Anda pribadi, tetapi juga lingkungan secara umum.
Seluruh Proses Berkontribusi Pada Kerusakan Lingkungan
Ketika Anda memesan barang, Anda berkontribusi pada polusi dan emisi karbon dioksida yang dikeluarkan sejumlah kargo. Apabila Anda telah membeli barang yang lebih baru, barang sebelumnya berubah jadi sampah.
Jika ada promo besar-besaran seperti flash sale bulanan, hal ini menguntungkan perusahaan distribusi paket. Namun, di saat yang sama, ini meningkatkan kemacetan jalan, laut, peningkatan produksi di pabrik, hingga memproduksi berkilogram-kilogram sampah dari kemasan.
Bayangkan dampaknya pada Bumi ketika hal ini dilakukan oleh miliaran orang lainnya, selama bertahun-tahun. Mengutip The World Counts, bahkan manusia saat ini menggunakan 70% sumber daya alam secara berlebihan.
Apa saja faktor konsumerisme yang merugikan lingkungan?
1. Emisi karbon
Salah satu faktor utama banyaknya gas emisi karbon adalah konsumerisme. Menurut riset, paling sedikit 45% gas rumah kaca muncul dari sektor manufaktur.
Hal ini karena jumlah energi yang diperlukan untuk memproduksi barang memang sangat besar saat ini. Biasanya, energi disalurkan untuk listrik dan bensin untuk transportasi.
2. Polusi
Lagi-lagi, proses manufaktur juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan lain, yaitu polusi. Sisa-sisa limbah produksi dibuang di sekitar pabrik, seperti ke sungai terdekat atau dibakar.
Biasanya, pabrik tekstil membuang sisa pewarna kain ke sungai. Hal ini membahayakan ekosistem sekitar, juga masyarakat yang bergantung pada sungai hingga ke hilir.
3. Sampah
Strategi marketing seringkali meyakinkan konsumen untuk membeli barang yang tidak mereka butuhkan.
Hal inilah yang mengarah ke terlalu banyak sampah. Terutama di bidang tekstil dan elektronik, ada jutaan ton sampah yang diproduksi setiap tahun.
Tingginya minat belanja online juga meningkatkan sampah. Jutaan paket per tahun dikirim menggunakan plastik sekali pakai. Setelah dibuang, plastik pun membutuhkan ratusan tahun untuk mengurai.