Bisnis.com, JAKARTA — Kasus batuk rejan sudah semakin banyak ditemukan. Dengan sederet komplikasinya, masyarakat harus mengetahui perbedaan batuk rejan dengan batuk biasa, terutama di musim pancaroba.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka kasus Batuk Rejan di Indonesia pada 2022 hanya 437 kasus. Namun, pada 2023 melonjak menjadi 2.163 kasus karena surveilans semakin banyak.
Adapun, pada 2024 sampai dengan Agustus kasusnya sudah 1.017, dengan sebagian besar penderita adalah anak-anak dan hampir tiga perempatnya tidak diimunisasi.
Dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, menjelaskan bahwa pertusis atau batuk rejan disebabkan oleh bakteri Pertusis atau batuk rejan disebabkan oleh infeksi bakteri Eksotoksin B. pertussis.
"Dalam bakteri ini ada 5 toksin yang bisa menyebabkan saluran nafas kita seperti lumpuh oleh toksin yang dikeluarkan bakteri tersebut, sehingga tidak bisa mengeluarkan dahak, kumannya menetap lebih lama, dan produksi dahak lebih banyak, dan terjadi berbulan-bulan," jelasnya.
Adapun, batuk rejan bisa menyebabkan komplikasi ke penyakit lain seperti:
- Paru yang kolaps
- Patah tulang
- Hernia atau turun berok
- Malnutrisi karena anak menolak makan dan minum
- Pendarahan otak karena kekurangan oksigen
- Kejang-kejang
- Kematian
"Dari kasus yang ada di Indonesia, tingkat kematiannya mencapai 1%. Mayoritas terjadi pada anak-anak karena tidak diberi vaksinasi," ungkapnya dalam Media Briefing, Jumat (23/8/2024).
Lantas apa yang membedakan batuk pertusis dengan batuk biasa?