Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit tidak menular (PTM) yang disebabkan karena tingginya angka perkokok di perkotaan dinilai menjadi tantangan serius pemerintah.
Menurut Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, kebiasaan merokok juga masih sangat tinggi, dengan angka perokok aktif di kalangan pria dewasa mencapai 42% dalam rentang usia 25 hingga 54 tahun.
Praktisi kesehatan, Cashtry Meher menilai upaya untuk mengurangi faktor risiko kesehatan PTM harus melibatkan kerja sama kuat antara pemerintah dan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, swasta, serta masyarakat agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran dan terintegrasi.
"Sebagai upaya menurunkan berbagai faktor risiko kesehatan, pendekatan pragmatis pengurangan risiko (harm reduction) juga perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan," kata Cashtry dalam keterangannya saat Diskusi Publik Potensi Penerapan Pendekatan Pengurangan Bahaya dalam Menekan Faktor Risiko PTM, Minggu (1/12/2024).
Misalnya, bagi masyarakat yang sulit mengubah perilaku berisiko, menyediakan alternatif lebih rendah risiko seperti produk makanan-minuman reformulasi dan produk tembakau alternatif bisa menjadi langkah komplementer untuk mengurangi dampak kesehatan akibat diet tidak seimbang dan kebiasaan merokok.
Cashtry juga menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan LSM untuk menjalankan program edukatif dan preventif dengan pendekatan yang lebih personal, serta mendorong terciptanya dukungan sosial kuat dalam mengadopsi gaya hidup sehat.
"Dengan bekerja bersama dan terbuka terhadap pendekatan-pendekatan inovatif seperti pengurangan risiko, kita bisa menjangkau masyarakat yang berperilaku berisiko secara holistik dan mengurangi prevalensi PTM dengan lebih efektif," imbuhnya.
Dia juga menekankan penguatan infrastruktur layanan kesehatan juga berperan penting dalam mendukung kampanye dan edukasi publik yang terkoordinasi. Sektor pendidikan juga harus memastikan bahwa kebijakan yang diimplementasikan didasarkan pada data ilmiah.
Menurutnya, jika pengurangan bahaya yang diterapkan pada produk tembakau alternatif dapat dibuktikan berbasis riset dan data, maka pendekatan ini perlu dimaksimalkan sebagai upaya beralih dari kebiasaan merokok.
Pada kesempatan yang sama, akademisi dari Universitas Padjadjaran, Indra Mustika menjelaskan bahwa kebiasaan merokok tidak serta merta dapat diubah secara singkat.
"Buktinya, pendekatan konvensional dengan melarang berhenti merokok secara langsung tidak berhasil, sehingga diperlukan pendekatan lebih inovatif," ujarnya.
Dia berpendapat hasil penelitian dapat dipertimbangkan pemerintah untuk membuat kebijakan berbasis bukti ilmiah (evidence based), yang harapannya bisa didorong untuk menjadi dasar membuat peraturan.