Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dinilai perlu mempertimbangkan strategi pengurangan bahaya tembakau sebagai bagian dari kebijakan pengendalian rokok nasional.
Pemerhati kesehatan masyarakat sekaligus dokter spesialis penyakit dalam, Tri Budhi Baskara mengatakan pendekatan tradisional yang hanya fokus pada larangan belum efektif menurunkan prevalensi merokok secara signifikan.
Sebab, menurutnya hingga saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat merokok tertinggi di dunia.
Di sisi lain, lanjutnya, produk tembakau alternatif memang memiliki dasar ilmiah sebagai alternatif bagi perokok dewasa untuk mengurangi risiko penyakit serius akibat merokok.
“Dalam kasus saat penghentian total tidak dapat segera dicapai, produk alternatif dapat menjadi jembatan untuk beralih dari merokok,” kata Tri Budhi, dikutip Senin (14/7/2025).
Dia menambahkan banyak perokok dewasa yang ingin berhenti, tetapi mengalami kekambuhan karena nikotin bersifat adiktif. Tanpa adanya dukungan farmakologis atau alternatif nikotin yang lebih rendah risiko, mereka bisa kembali menjadi perokok.
"Pendekatan pengurangan bahaya tembakau menyediakan opsi realistis yakni berpindah ke produk yang lebih rendah risiko sambil tetap memberi ruang untuk berhenti total jika memungkinkan,” tutupnya.
Sebelumnya, laporan Lives Saved berjudul “Saving 600.000 Lives in Nigeria and Kenya: The Impact of Complementing Tobacco Control with Harm Reduction by 2060” mengungkap potensi besar strategi pengurangan bahaya tembakau (Tobacco Harm Reduction) dalam menurunkan angka kematian akibat merokok hingga 2060.
Strategi ini dinilai mampu melengkapi kebijakan pengendalian tembakau dengan menawarkan alternatif yang lebih rendah risiko bagi perokok dewasa yang belum siap berhenti dari kebiasaannya sepenuhnya.
Laporan yang dipimpin oleh Derek Yach, mantan pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), menegaskan bahwa pencegahan risiko akibat kebiasaan merokok memerlukan tindakan cepat dan inovatif.
Hal ini sangat relevan mengingat dari total populasi gabungan Nigeria dan Kenya yang mencapai 281 juta jiwa, sekitar 38.851 orang meninggal secara dini setiap tahunnya akibat rokok.
“Beban penyakit akibat rokok masih akan terus meningkat di kedua negara dalam beberapa dekade mendatang. Penggunaan rokok menjadi faktor utama penyebab penyakit akibat merokok,” tulis laporan tersebut.
Sebagai solusi, laporan ini mendorong integrasi strategi pengurangan bahaya tembakau ke dalam kebijakan pengendalian rokok. Produk-produk alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin dinilai mampu memenuhi kebutuhan nikotin perokok dewasa tanpa harus terpapar zat berbahaya yang bersumber dari proses pembakaran pada rokok