Bisnis.com, JAKARTA — Kasus pertusis atau batuk rejan pada anak, termasuk bayi baru lahir semakin meningkat, baik karena faktor lingkungan dan juga ketiadaan imunitas tubuh pada bayi.
Berdadarkan data Kementerian Kesehatan 2024, suspek kasus pertusis pada anak usia di bawah satu tahun masih tinggi, yaitu berada di angka 46%. Adapun, sebanyak 78% di antaranya berasal dari anak usia di bawah satu tahun belum mendapatkan imunisasi atau imunisasi belum lengkap.
Pada 2024, terdapat 132 kabupaten/kota di 26 provinsi yang terindikasi adanya kasus pertusis.
Sedangkan kasus tetanus pada bayi baru lahir selama periode 2023—2024, juga masih banyak terdeteksi, yaitu terjadi kasus di 26 kabupaten dan empat kota termasuk Jakarta Timur.
Adapun, Pertusis sendiri merupakan bentuk infeksi bakteri Bordetella Pertussis. Umumnya, pertusis pada bayi dapat menunjukkan gejala batuk yang sering disertai sesak hingga anak kesulitan mengambil napas.
Masalahnya pada bayi baru lahir, terdapat periode kritis, di usia 0—2 bulan pertama kehidupan, di mana tubuh bayi belum mampu memproduksi antibodi terhadap pertusis dan belum bisa mendapatkan antibodi dari vaksinasi sama sekali.
Oleh karena itu, Anggota Subspesialis Infeksi dan Penyakit Tropis, Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dokter spesialis anak Mulya Rahma Karyanti, menegaskan bahwa hal ini menunjukkan bahwa perlu juga vaksinasi Tdap (tetanus, difteri, dan pertusis) pada saat ibu hamil dan bayi masih dalam kandungan.
"Pada rentang usia 0—6 bulan, perlindungan pada bayi terjadi melalui transfer antibodi lewat plasenta. Maka dari itu, ibu hamil perlu mendapatkan vaksinasi Tdap yang dapat diberikan mulai trimester kedua, pada usia kehamilan 27-28 minggu,” jelas dokter Karyanti, dalam media briefing di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Ketua Bidang Ilmiah Pengurus Pusat (PP) POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), dokter Alamsyah Aziz menanbahkan bahwa vaksinasi pada ibu hamil juga penting dan tidak berbahaya.
"Berdasarkan berbagai studi ilmiah dan data global, vaksin inaktif terbukti dapat ditoleransi dengan baik untuk ibu hamil dan janin," ungkapnya.
Ada banyak keuntungan utama vaksinasi selama kehamilan. Pertama, melindungi ibu dari infeksi dan mengurangi risiko rawat inap akibat penyakit.
Kedua, dapat memberikan perlindungan pasif kepada bayi melalui transfer antibodi ibu, yang bertahan hingga usia enam bulan pertama setelah lahir.
Ketiga, dapat mencegah penyebaran virus dan bakteri kepada bayi yang belum cukup umur untuk mendapatkan vaksinasi sendiri.
Menyadari berbagai risiko ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), juga telah lama merekomendasikan vaksinasi influenza bagi ibu hamil. Dalam hal ini, sebagai bagian dari perlindungan kesehatan yang menyeluruh.
Adapun, vaksin lainnya yang direkomendasikan untuk didapatkan ibu hamil adalah vaksin influenza.
"Vaksin ini bisa diapatkan setahun sekali. Apabila harus diulang pada saat hamil, akan lebih baik tetap mendapatkan vaksin, sebagai perlindungan tidak hanya untuk ibu, tapi juga untuk janin hingga dia lahir," imbuhnya.