BISNIS.COM, DENPASAR -- Himpunan Pengusaha Muda Indonesia optimistis tahun ini mampu merealisasikan satu karya hasil kerjasama dengan sineas muda sebagai pendorongan kemajuan industri film di tanah air.
Fachrio Avero, Ketua Bidang Industri Kreatif, Perfilman dan Fotografi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), mengatakan karya film itu nanti akan diadopsi dari novel. “Untuk itu, kerjasama dengan sejumlah sineas muda digagas untuk membangkitkan industri film nasional,” katanya tanpa menyebut komitmen nominal pada film itu, Selasa (5/3/2013).
Industri film di Indonesia, katanya, masih dalam tahap mencari identitas. Untuk itu, perlu dukungan dari segi regulasi ataupun. Selain itu, akses permodalan sebagai dukungan finansial juga sangat penting untuk mendanai film berkualitas. Tujuannya, untuk mengembalikan industri film Indonesia yang merajai di negeri sendiri.
Terkait regulasi, Fachrio mendesak kepada pemerintah untuk ikut menjadwalkan film Indonesia di sejumlah bioskop papan atas yang saat masih dikuasai pemodal asing. Regulasi itu a.l mempertahankan film Indonesia selama 2 minggu atau menayangkan film Indonesia walaupun sepi peminat.
Poster film Indonesia, jelasnya, harus terpampang selama termin waktu yang ditentukan. “Hal itu untuk mengedukasi dan memberikan pemberitahuan kepada publik bahwa ada karya sineas Indonesia. Apapun genre filmnya dan laku atau tidak.”
Saat ini, paparnya, industri film di Indonesia lebih terkesan kurang memiliki kualitas karena hanya menayangkan film bertema horor dan percintaan. Padahal, sebuah film harusnya mampu memberikan pesan moral, edukasi melalui olah gerak sang bintang.
Film yang bermakna dan mampu memberikan pesan, lanjutnya, banyak production house kurang konsentrasi menggarap. “Film-film indonesia masih banyak yang hanya mengikuti selera pasar. Bukan menciptakan pasar dengan ide baru dan segar.”
Dolly Suthajaya, Ketua Bidang Industri Kreatif, Perfilman dan Fotografi Hipmi Bali pun berhharap sama. Hipmi Bali justru akan membuat karya sendiri yang mencerminkan tentang Bali. Selain itu, Hipmi juga akan mendorong sineas Bali untuk segera menyelesaikan film sejarah tentang Ngurah Rai.
Sementara itu, Namun, Rachel Maryam, sineas Indonesia pun menyatakan saat ini industri film Indonesia tengah dilanda krisis. Selain regulasi atau aturan pemerintah yang simpang siur juga masalah pendanaan yang kurang berpihak kepada film penyampai pesan. Film yang bukan hanya sebagai penyampai misteri dan drama percintaan.“Pemerintah perlu ubah kebijakan yang ada saat ini.”
Rachel menyatakan, dalam konsep film sebagai ajang diplomasi bangsa, diharap pemerintah dan sineas sangat dibutuhkan. Mengingat kemudahan akses perizinan dan permodalan dari pemerintah. Pada konsep lanjutan, pemerintah akan mampu berperan dengan menanamkan nilai sebagai pesan ke masyarakat serta diplomasi untuk penonton. “kami menilai, pendampingan dari pemerintah sangat penting.”
Dukungan pembiayaan memaparkan mungkin akan memberikan stimulus dan angin segar bagi sineas nasional untuk terus berkarya melalui film. Film merupaan salah satu kegiatan industri kreatif yang diklaim mampu memberikan nilai tambah dan cermin suatu bangsa. “Kami meminta untuk kalangan perbankan mempertimbangkan industri ini,” jelas Happy Salma.
Guna menjamin koordinasi perizinan sebuah film, beberapa waktu lalu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu serta Menteri Pendidikan dan kebudayaan Muhammad Nuh telah sepakat membagi kue perfilman.
Nuh mengatakan akan lebih menekankan pada penopang nilai tuntunan, eksplorasi dan penjagaan. Pada konsep ini, pemerintah mempunyai konsep kuat untuk memperoleh transformasi dari nilai budaya.