Bisnis.com, JAKARTA--“Sebut Iren saja.” Kalimat itu terucap dari seorang gadis melalui saluran telepon. Nadanya lembut.
Gaya bicaranya sopan. Dalam tampilanfoto Blackberry Messenger, rambutnya terurai melebihi bahu. Bibirnya merah merekah. Kulitnya berwarna kuning langsat.
Iren, gadis berusia 22 tahun itu ingat betul selepas lulus sekolah di salah satu SMA di Bandung, dia mecoba bisnis kecil-kecilan.
Dia berjualan batik yang dipasarkan melalui Blackberry Messenger. Maklum, sebagai gadis kelahiran Solo, dia banyak memiliki kenalan perajin batik yang dia jadikan partner usaha.
Namun, bisnisnya itu tidak berjalan lama ketika beberapa teman mengajaknya mencari pekerjaan lain.
Sebuah pekerjaan yang dituntut tampil cantik dengan pakaian minim dan seksi, sebagai sales promotion girl (SPG). Iren tak menyia-nyiakan tawaran. Dia mengangguk setuju, toh dia merasa memiliki body memadai.
“Sekarang kalau dihitung-hitung sudah hampir dua tahun [jadi SPG]. Terkadang juga jadi usher untuk beberapa event-event perusahaan di Bandung. Tergantung tawaran juga,” ujarnya kepada Bisnis.
Iren punya tingginya 161 cm dan berat badan 48 kg.
Dia sudah merasa cocok mejadi seorang SPG. Di Kota Kembang, tempat kini tinggal, ia menyewa sebuah kos-kosan cukup murah yang sesuai isi kantong celana.
Pekerjaannya saat ini memang membuat dirinya nyaman. Selain tidak menyita waktu, penghasilannya dirasa mencukupi untuk seorang lajang.
Pendapatan yang dibayar sebagai profesi SPG atau usher memang cukup menggiurkan.
Dalam sehari, Iren bisa mengantongi kocek sebesar Rp200.000—Rp300.000, namun jika sudah datang tawaran sebagai usher, uang sekitar Rp500.000 ribu—Rp700.000 dia bisa bawa pulang.
“Enaknya sih jadi usher, hanya duduk diam, terkadang berdiri, ngasih senyum ke para tamu dan tidak terlalu capek. Tapi itu dia, tawaran usher jarang,” katanya.
Namun, yang namanya pekerjaan selalu menemukan titik jenuh. Iren suka kesal jika saat bekerja banyak mata jelalatan yang menggoda dirinya.
Meskipun memang dia punya jurus tersendiri untuk menepis segala cemoohan tersebut.
Pandangan sebagian orang menilai profesi SPG atau usher memang tak semuanya posiif. Wanita-wanita plus-plus terkadang juga disematkan bagi mereka yang bisa di-booking [diajak kencan].
Dia mengakui, memang tak sedikit para oknum yang suka merusak nama baik profesi SPG. Sebagian SPG, sambungnya ada yang bisa di-booking.
“Cuma tidak semua seperti itu [bisa di-booking]. Tergantung diri kita sendiri. Jika pun ada, itu sudah sudah mencoreng,” ungkapnya.
Iren mengaku pernah suatu hari digoda saat tengah bekerja. Beberapa pria menyebutnya tidak pantas menjadi SPG.
Batin Iren terpukul mendengar ucapan tersebut. Namun dia sadar, tak ada pekerjaan yang tidak memiliki tantangan.
Kini, jika ada cemoohan-cemoohan miring seperti itu, Iren biasa membalas dengan senyuman, dan tentunya diiringi kesabaran yang tinggi.
Toh, dia tidak menjadikan profesi SPG sebagai mata pencaharian utama. Di luar itu, dia terkadang sibuk membantu salon kecantikan di tempat saudaranya di Bandung.
“Aku sih prinsipnya jika memang kita mencari pekerjaan halal, ya kenapa tidak, daripada menjual diri. Yang penting aku kerja dengan benar,” ujarnya. (ra)