Bisnis.com, JAKARTA - "Waktu itu saya tidak sengaja memergokinya sedang menyembunyikan sandal di antara sejumlah pot bunga samping rumah," tutur Nanik Sri Rahayu yang menceritakan pegalamannya melihat seorang gadis kecil sedang 'mengambil' sebuah sandal milik cucunya.
Namun, ibu rumah tangga yang tinggal di Petukangan Selatan, Jakarta Selatan itu juga merasa heran dengan tingkah laku anak gadis dari tetangga rumahnya itu, pasalnya sandal yang diambil cuma sebelah.
"Pas kejadian, saya pura-pura tidak melihat. Tetapi dia saya tungguin sampai pergi dari deretan pot samping rumah, untuk melihat ada barang apa saja yang disembunyikannya di sana," tuturnya.
Setelah gadis kecil itu pergi, alangkah terkejutnya Nanik, ketika dirinya mendapati sebuah tumpukan barang yang ternyata berisi beberapa sandal anak dan remaja, yang disembunyikan diantara pot bunga samping rumahnya.
"Namun, anehnya, sandal-sandalnya itu cuma sebelah semua. Tidak sepasang-sepasang," herannya.
Kemudian timbul pertanyaan dibenaknya, ada apa dengan anak gadis kecil tetangganya itu? Apakah memang jail atau suka mencuri?
Namun, apabila dikatakan pencuri, tetapi barangnya yang diambil hanya dikumpulkan saja, nilainya juga tidak seberapa? Apakah ini bisa diasumsikan menderita kleptomania?
Menurut Psikolog Klinis dan Anak, Oriza Sativa, bahwa dari apa yang digambarkan di atas bisa saja diasumsikan gadis kecil itu memiliki bibit penyakit klepto, meskipun memang secara bijaksananya harus dilakukan pemeriksaan langsung lebih mendalam.
"Kleptomania itu adalah suatu bentuk dari gangguan jiwa. Berbeda dengan kebiasaan mencuri," tuturnya, kepada Bisnis, belum lama ini.
Perbedaannya, lanjut Oriza, biasanya barang-barang yang diambil itu tidak terlalu berharga atau tidak begitu bernilai bagi orang normal, tetapi bagi si pelaku benda itu memiliki makna tertentu, seperti misalnya sapu tangan, penutup botol, rautan, dan lainnya.
Sementara, kalau termasuk kebiasaan mencuri, barang-barang yang diambil adalah barang yang berharga atau bernilai, seperti uang, handphone, dan lainnya.
“Jadi tidak semua anak yang suka mengambil barang itu dikatakan sebagai pencuri atau pun sebagai kleptomania,” ujarnya.
Dia menceritakan jika ada seorang pencuri hendak menjalankan aksinya, pasti akan melihat situasi keamanan, sedang bagus atau tidak, karena setiap maling dalam menjalankan aksinya pasti awasi situasi dan kondisi lapangan.
Bahkan, lanjutnya kalau penderita klepto, momen mengambil barang tersebut lebih pada saat dorongan atau hasrat muncul yang tak tertahankan alias impulsif.
“Penderita klepto susah mengontrol dorongan impulsif itu muncul. Meskipun dirinya sudah berkali-kali tepergok dan meminta maaf. Akan tetapi apabila dorongan itu datang kembali maka dia akan melakukannya lagi", ujarnya.
Lalu terapi yang tepat seperti apa?
Oriza mengatakan bahwa terapi paling baik memang dibawa kepada psikolog, agar bisa dilakukan terapi perilaku.
Terapi perilaku adalah serangkaian perilaku yang psikolog ciptakan untuk direkayasa. Jadi, tidak sekedar mengobati dari sisi pikirannya saja, namun juga sisi perasaannya. Karena dorongan ini muncul dari perasaan, bukan pikiran.
Menurut Oriza, hal yang bisa dilakukan oleh keluarga dalam membantu proses penyembuhan tersebut adalah ikut menciptakan suatu lingkungan atau suasana yang tidak memungkinkan bagi penderita klepto untuk kambuh lagi hasratnya.
“Misalkan dia suka mengambil sandal, ya sandalnya disimpan di dalam saja atau di atas almari. Dengan kata lain tidak ditaruh di tempat yang bisa dia lihat anak itu,” tuturnya.