Istana Lima Laras/sumutpos.co
Travel

Obyek Wisata Sumut: Istana Lima Laras, Kemegahan yang Terkikis

Wan Ulfa Nur Zuhra
Selasa, 20 Mei 2014 - 10:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Di Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, berdiri sebuah istana. Lantainya yang dari kayu, kotor penuh debu, pintu dan jendelanya rusak, catnya mulai kusam, dinding dan atapnya juga berlubang. Meski begitu, ketika masuk ke dalam, kita akan merasakan betapa istana itu pernah megah di masanya.

Tahun 1883, Datuk Muhammad Yuda dinobatkan sebagai raja ke XII di Lima Laras. Dia adalah putra tertua raja sebelumnya, Datuk H Djafar dengan gelar Raja Sri Indra. Sebelumnya ia adalah seorang saudagar kaya yang memiliki tujuh sampan. Ia berniaga damar, kopra, dan rotan hingga ke Malaka, Thailand, juga Singapura. Di kalangan masyarakat kala itu, ia biasa dikenal sebagai Datuk Matyoeda Sridiraja. Dialah yang kemudian mendirikan Istana Lima Laras dengan uang sebesar 150 ribu gulden dari keuntungan perniagaannya.

Pembangunan Istana Lima Laras dimulai pada 1907, dikerjakan oleh pekerja-pekerja dari Negeri China dengan Matyoeda sendiri yang menjadi arsiteknya. Maket pun dibuat dari rumbia, sedangkan bahan-bahan bangunan didatangkan dari Malaysia. Tahun 1911, Istana Lima Laras selesai didirikan di atas tanah seluas 102X98 meter. Perpaduan antara arsitektur Melayu dan China terlihat jelas dari bentuk bangunan dan ukirannya.

Ada empat koridor utama yang menghadap ke Timur, Selatan, Barat, dan Utara di istana yang terdiri dari tiga lantai ini. Lantai pertama terbuat dari beton, sedangkan lantai ke dua dan ketika terbuat dari kayu. Di dalamnya ada 14 kamar dengan fungsi yang berbeda-beda. Jika dihitung, keseluruhan istana ini memiliki 28 pintu dan 66 jendela.

Awalnya, Istana ini bernama Istana Niat Lima Laras sebab rencana pembangunannya memang didasari oleh niat dan nazar dari Datuk Matyoeda sebagai seorang raja sekaligus saudagar. Dahulu, pihak Belanda melarang para raja berdagang. Aturan itu membuat Datuk Matyoeda mulai gusar sebab beberapa kapal dagangnya sedang berlayar ke Malaysia. Kemungkinan besar, kapal itu akan disita Belanda begitu tiba di Asahan.

Ia lalu bernazar, jika kapal itu ‘selamat’ ia akan membangunkan sebuah istana yang besar. Kapalnya ‘selamat’ dan nazar itupun telah dijalankannya. Tapi sayangnya ia tak bisa terlalu lama menikmati istana yang dibangunnya itu. Tahun 1919, ia mangkat.

Maret 1946, ketika pembantaian dan perampokan menimpa sebagian besar kesultanan di Sumatra Timur, Istana Lima Laras tak mendapat serangan yang begitu berarti. Hanya seorang keluarga kerajaan yang menjadi korban, Datuk Abdulrasyid.

Datuk Muhammad Azminsyah, keturunan raja ke XIII yang kini berusia 70 tahun masih menyimpan beberapa barang pusaka perlengkapan istana, seperti dua buah pedang, sebuah tombak, tempayan besar berukiran naga, dan barang pecahbelah. Barang itu disimpan di rumahnya yang sekitar 100 meter dari istana. Dia yang lahir di Kampung Rawo—tepat di belakang istana—juga kerap menjadi pusat informasi tentang Istana Lima Laras. Dari dia lah informasi tentang istana ini didapat.

Istana Lima Laras terletak di sebuah perkampungan nelayan, bernama Desa Lima Laras, di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Dahulu, ia adalah sebuah istana di sebuah negeri yang sudah ada sejak tahun 1720. Di negeri itu, berdiam lima suku yaitu Lima Laras, Lima Puluh, Pesisir, Bogak, dan Tanah Datar. Kelima suku itu dipimpin seorang datuk yang kedudukannya tepat di bawah raja atau sultan. Ia menjadi bagian dari kerajaan Siak dan Johor. Kini, Lima Laras adalah nama sebuah desa di Kabupaten Batubara. Ia berada di kecamatan Tanjung Tiram.

Beberapa cara yang bisa ditempuh untuk bisa sampai ke sana. Kalau dari Medan, bisa menggunakan kendaraan pribadi atau umum ke Kota Lima Puluh, Ibukota dario Kabupaten Batubara. Lalu melanjutkan perjalanan ke Tanjung Tiram. Waktu tempuhnya sekitar tiga sampai empat jam, tergantung kondisi kepadatan jalan raya. Jarak tempuh Medan-Tanjung Tiram sekitar 136 kilometer.

Ada banyak angkutan umum tratek Medan-Batubara di Terminal Amplas, kebanyakan adalah minibus jenis Mitsubishi L300. Ada juga rute kereta api yang bisa menjadi alternatif, yaitu rute Medan-Tanjung Balai. Turunlah di stasiun Sei Bejangkar, lalu lanjutkan perjalanan dengan angkutan umum.

Kemegahan Istana Lima Laras kini telah terkikis,  bahkan tak terurus. Padahal, dilihat dari keunikan bangunannya, ia berpotensi menjadi objek wisata jika pemerintah mau sedikit membuka mata.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro