Improvisasi demi melestarikan seni pertunjukan ketoprak. /bisnis.com
Show

ADHI BUDAYA Lestarikan Tradisi Ketoprak

Inda Marlina
Minggu, 15 Juni 2014 - 23:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Seni pertunjukan ketoprak kemungkinan sudah tidak dikenal oleh anak muda. Ketua Yayasan Himpunan Seniman Panggung Wayang Orang dan Ketoprak Adhi Budaya Rowin H. Mangkoesoebroto mengatakan ketoprak telah mengalami kemunduran dan mengalami pasang surut dengan ditandai penutupan sejumlah panggung-pangung kesenian tradisional beberapa tahun belakangan ini.

Kemunduran tersebut tentu berdampak pada sejumlah pendukung yang terlibat di dalam kesenian ketoprak mulai dari pemain, pemusik, hingga kru panggung. Salah satu kelompok ketoprak yang telah hilang jejaknya adalah Ketoprak Tobong, yaitu ketoprak yang menggelar pertunjukkannya secara keliling dari daerah satu ke daerah yang lain.

Prihatin dengan keadaan tersebut, Adhi Budaya mencoba mempertahankan pagelaran ketoprak pada Senin (9/6) pekan lalu di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Uniknya, meski cerita dalam ketoprak yang dibawakan malam itu merupkan sejarah, tetapi terasa segar karena disisipi dialog tentang situasi masa kini, dan menyelipkan sejumlah istilah-istilah perbankan dan ekonomi.

Tidak heran, istilah perbankan dan ekonomi terlontar karena para pemain merupakan masyarakat keuangan dan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beberapa bank swasta, bank badan usaha milik negara, asuransi, serta pengamat perbankan. Beberapa diantaranya adalah Aviliani (BRI), Ilya Avianti (Komisioner OJK), Krisna Widjaya (Mandiri), Bambang Soepeno (BRI Syariah), Tribuana Tungga Dewi (BNI), Nadira (Mandiri Sekuritas), Suwartini (Commenwealth), Gunawan (Bess Insurance), dan Ninoy Tendra dan Herman Heru (Batavia Sekuritas).

Tak ketinggalan pula pendukung pertunjukan tersebut berasal dari para pemimpin redaksi dari sejumlah media nasional besar a.l. Bisnis Indonesia, Kompas, Kantor Berita Antara Sumbar, Kontan, Republika, Detik, Tempo, Jurnas dan Neraca.

Lakon yang dibawakan oleh Adhi Budaya dengan para editor senior dan mayarakat perbankan malam itu adalah Ken Arok, kisah berdirinya Kerajaan Singasari. Naskah disusun oleh Aries Mukadi yang juga merangkap sebagai sutradara pada pementasan ke-45 yayasan tersebut.

Kisah yang diceritakan adalah bermula dari perebutan wilayah Kerajaan Purwapura dan Jenggala oleh Kerajaan Kediri dan penggulingan kekuasaan. Ketika Kerajaan Kediri berkuasa,  Raja Kediri Prabu Kertajaya, mengangkat Lumbu Ametung sebagai Raja Kethandan kemudian berubah nama menjadi Tunggul Ametung untuk berkuasa di Purwapura dan membangun keraton di Tumapel.

Ketika Tunggul Ametung singgah di Padepokan Panawijen, dia jatuh cinta pada Ken Dedes, anak seorang Brahmana bernama Mpu Purwa. Tunggul Ametung  kemudian mempersunting Ken Dedes, tetapi ditolak oleh perempuan tersebut karena sang ayah sedang berada di hutan. Karena tidak sabar, akuwu Tumapel itu membawa paksa Ken Dedes untuk dinikahi.

Di tempat terpisah, seorang pemuda bernama Ken Arok ditemui oleh Mpu Purwa. Dia meminta Ken Arok untuk menyusup ke Tumapel dan merebut kembali Ken Dedes dan membebaskan Kawula Purwa.

 

Ken Arok berhasil menyusup sebagai pengawal Tunggul Ametung dan membunuhnya ketika dia tengah tertidur dengan keris Mpu Gandring. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja dan mempersunting Ken Dedes sebagai permaisuri serta mengganti nama kerajaan menjadi Singasari.

Persiapan petunjukan yang berdurasi 3 jam ini terbilang sangat singkat yaitu hanya 16 hari sebelum hari pementasan, dengan latihan hanya satu hari. Bahkan, akibat durasi latihan yang singkat itu beberapa adegan membaca naskah di atas panggung justru mampu mengocok perut penonton. Pemain ketoprak profesional dan sekaligus pelawak seperti Kirun, Marwoto, dan Eko DJ yang bertanggung jawab mengembalikan alur cerita, jika para pemain dadakan tersebut sudah jauh dari skenario.

Di luar masalah improvisasi yang terkadang ngladrah (berlebihan) tetapi mampu menghibur penonton, masalah teknis berupa sistem tata suara yang kurang keras, menjadi sangat mengganggu. Mengingat beberapa kalimat yang diucapkan para pemain tidak cukup keras terdengar hingga ke telinga para penonton yang duduk di balkon.

Dalam hal tata letak panggung, Aries mengatakan tidak menambahkan asesoris perlengkapan panggung. Dia justru mengurangi beberapa properti yang seharusnya ada di atas panggung untuk meringkas waktu pertunjukan. Aries juga memberikan pengarahan yang singkat pada para pemain. Persiapan itu antara lain pemahaman naskah dan karakter dan blocking atau posisi tubuh saat berada di atas panggung. 

Para pemain juga berimprovisasi dengan menyisipkan beberapa situasi masa kini. Misalnya adegan selfie menggunakan tongkat narsis atau tongsis yang dilakukan oleh putri-putri Brahmana Raja. Ada pula beberapa kalimat yang diucapkan Ken Dedes mengenai cita-citanya menjadi Dewan Komisaris OJK dan hobi pergi ke gym. “Sisipan-sisipan itu memang harus ada agar tidak terlalu kaku dan cerita sejarah ini bisa lebih dipahami oleh masyarakat,” ujar Aries.

Hasil dari pertunjukan ketoprak pada Senin malam itu sepenuhnya ditujukan untuk donasi Yayasan Adhi Budaya. Kurang lebih dana yang telah terkumpul untuk yayasan kesenian tersebut sebanyak Rp75 juta rupiah untuk menyumbang kelanjutan seni tradisi ketoprak dan wayang orang. (Inda Marlina & Diena Lestari)

Penulis : Inda Marlina
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (15/6/2014)
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro