Bisnis.com, SOLO— Perputaran uang dalam transaksi batu mulia yang lagi booming di Tanah Air mencapai Rp50 miliar per hari. Peredaran uang tersebut terpusat di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Solo, dan sejumlah kota penghasil batu mulia.
Pernyataan tersebut disampaikan Gemolog atau Pakar Batu Mulia dari Laboratorium Gemologi ACC Jakarta, Agustono Dwi R., saat ditemui Solopos.com usai jumpa pers Festival Permata Nusantara di Hotel Fave Solo, Sabtu (28/2/2015).
Dia menyatakan para pedagang dan penggemar batu mulia banyak yang berbelanja ke Ibu Kota. Agustono mengatakan transaksi batu mulia terbesar terjadi di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya.
“Harga batu mulia jenis Bacan mencapai Rp1 miliar/buah. Kalau bisa terjual 50 buah batu Bacan, maka angka Rp50 miliar itu bisa ditutup. Potensinya memang luar biasa. Booming batu mulia itu baru terjadi satu tahun terakhir. Saya pernah membuat pameran di Grand Cakung Jakarta Timur selama empat hari saja, nilai transaksi yang terjadi mencapai Rp5 miliar,” kata Agustono yang juga penanggung jawab penyelenggaraan Festival Permata Nusantara itu.
Dia menargetkan transaksi batu mulai Rp1 miliar-Rp2 miliar pada festival batu mulai kali pertama di Solo, 5-8 Maret mendatang. Festival batu mulai terbesar di Indonesia itu akan menghadirkan 91 peserta dari berbagai daerah di Indonesia di antaranya, Aceh, Jambi, Bengkulu, Lampung, Padang, Makasar, Maluku, Bali, Malang, Ponorogo, Pacitan, Jember, dan daerah lainnya.
Agustono menyebut 3.000 jenis batu mulia bakal dipamerkan dalam bazar batu mulia di Gedung Graha Wisata Niaga Solo.
Masing-masing daerah akan memamerkan batu mulia andalan. Agustono mengatakan festival batu mulia itu akan dirangkai dengan aneka kegiatan seperti, talk show, pemberian penghargaan batu mulai (Gemstrone Award), kompetisi gosok batu, lelang batu, musik tradisional, dan jumpa komunitas gemstone se-Indonesia.
Batu Bacan
Agustono juga menyingung peningkatan nilai jual batu mulia yang fantastik terutama jenis batu Bacan asal Pulau Bacan, Maluku.
“Batu Bacan yang saya pakai ini, dulu saya beli senilai Rp60 juta. Baru-baru ini, cincin saya ini ditawar dengan harga Rp250 juta. Tetap tidak saya lepas. Saya ingin menunjukkan, bisnis batu mulia ini sebagai bisnis kelangkaan. Harga terus meningkat karena barang tambang itu semakin sulit didapatkan,” kata Agustono.
Dia menyatakan kesalahan pemerintah daerah di Indonesia tidak pernah mengetahui potensi batu mulia. Kasus dua desa di Pulau Bacan, kata dia, pemerintah daerah setempat baru tahu potensi setelah batu mulai di pulau itu dikeruk ke luar negeri senilai Rp70 triliun.
Sekarang, pemerintah daerah hadir dengan menerapkan pembatasan penambangan karena eksploitasi alam sudah mengacam taman nasional.
“Ironisnya, pemerintah pusat justru mewacanakan pemberlakukan pajak pada setiap transaksi batu mulia di atas Rp10 juta. Bukannya pemberdayaan masyarakat ekonomi kreatif yang ditingkatkan tetapi justru memanfaatkan momentum booming batu mulia dengan pasang pajak,” kata dia.