Bisnis.com, JAKARTA - Satu jam setelah take off dari Bali, kapten pilot pesawat ATR 72-600 maskapai penerbangan milik negara mendadak berbicara dari ruang kemudi.
Penumpang diminta menengok ke arah kiri. Dari dalam kokpit, sang kapten menuntun penumpang untuk mengamati deretan pegunungan berwarna biru di luar sana. Sebuah puncak menyembul dari hamparan awan. Para penumpang mencoba menerka.
“Anda dapat melihat Gunung Tambora. Pada 1815 mengalami erupsi hebat, menjadi letusan terbesar dalam 500 tahun terakhir. Abunya terbang sampai lebih dari 2 juta kilometer,” ujar kapten bule dalam Bahasa Inggris.
Upaya tour guide dadakan dari sang kapten cukup informatif. Tanpa dipandu seperti itu, meski ada di depan mata, belum tentu semua penumpang tahu gunung yang baru saja dilihat adalah Tambora. Sayangnya pilot hanya bicara 1 menit.
Selanjutnya dia menginformasikan bahwa setengah jam lagi pesawat akan mendarat di Bandara Komodo, Labuan Bajo. “Kalau tertarik ceritanya, Anda dapat cari informasi di internet,” ujar kapten bule disambut tawa penumpang.
Edisi trip kali ini memang tidak berbicara tentang Tambora, melainkan destinasi wisata populer Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Akses ke Labuan Bajo dapat menggunakan pesawat terbang atau kapal laut dari pelabuhan di Bali atau Lombok. Harga tiket pesawat dari Jakarta bervariasi mulai dari Rp1,5 juta sekali jalan. Perjalanan memakan waktu minimal 7 jam, atau tergantung lamanya transit di Denpasar.
Sejak 4 tahun terakhir, kawasan itu digandrungi wisatawan domestik maupun asing. Jika mengacu data Balai Taman Nasional Komodo, rata-rata jumlah wisatawan pada 2010, 2011, dan 2012, hanya 41.000 kunjungan per tahun. Namun, pada 2013 naik signifikan menjadi 54.147 kunjungan dan 2014 sebanyak 67.089 kunjungan. Januari - Juni 2015 mencapai 34.218 orang. Apalagi sejak menyandang The Real Wonder of World pada 2011 dan The New 7 Wonders of Nature pada 2012, perkembangan Labuan Bajo pesat.
Penginapan dan hotel berbintang menjamur. Bandara terus berbenah. Infrastruktur jalan diperhalus. Bisnis wisata tropis semakin lengkap, seperti jasa persewaan perlengkapan diving, snorkeling, hingga surfing.
Akhir Agustus lalu, saat Bisnis.com berkunjung bersama rombongan Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, suhu terasa panas, 34 derajat Celcius. Namun, warga setempat menganggapnya masih dingin.
Di sekitar Pelabuhan Labuan Bajo, turis asing terlihat hilir mudik di antara pertokoan yang belum tertata rapi. Pelabuhan ini merupakan titik tolak wisatawan untuk berlayar menuju Taman Nasional Komodo. Banyak kapal tersedia, mulai dari jenis kayu sampai dengan speedboat.
Tarif sewa per hari bervariasi mulai dari Rp2 juta hingga puluhan juta rupiah. Kapten kapal siap mengantar berkeliling kawasan Taman Nasional Komodo yang luasnya mencapai 173.000 ha, dan 132.000 ha di antaranya laut.
Ada lima pulau besar di kawasan Taman Nasional yakni Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Montang, dan Nusa Kode. Tiga pulau yang disebut pertama sudah dilengkapi dermaga sehingga lebih sering dikunjungi wisatawan.
Rute pertama yang kami kunjungi adalah Loh Buaya di Pulau Rinca, 30 menit ber-speedboat dari Labuan Bajo. Loh artinya teluk dan buaya adalah sebutan zaman dahulu untuk komodo.
Speedboat kami merapat pelan di dermaga Loh Buaya yang terbuat dari kayu dengan pohon bakau di sekelilingnya. Kapal pesiar atau kapal berukuran besar tidak dapat merapat. Harus dibantu sekoci. Naturalist guide atau pemandu menyambut di pintu gerbang. Tiap pengunjung wajib didampingi pemandu karena kadal purba di pulau ini hidup secara liar. Untuk menyewa jasanya cukup membayar Rp80.000.
ATURAN MAIN
Wisata menengok komodo dikemas dalam bentuk tracking sejauh 4 KM. Ada aturan mainnya. Intinya jangan berisik dan tidak boleh menambah atau mengurangi barang dan benda yang berada di kawasan Taman Nasional Komodo.
Penting untuk perempuan yang sedang datang bulan. Mereka boleh ikut tracking, tetapi harus sepengetahuan guide karena komodo sensitif dengan bau, terutama darah. Dengan demikian, perempuan yang sedang datang bulan akan mendapat perlindungan ekstra.
Pendamping juga wajib membawa kayu dengan ujung bercabang yang berfungsi menghalau komodo yang bisa setiap saat menyerang. Kecepatan lari kadal raksasa ini 18 km per jam, dan dapat jauh lebih cepat ketika ada ancaman serius. Namun jangan khawatir, apabila kita tidak berbuat ulah, komodo akan bersahabat walaupun di alam liar.
Beruntung, sekitar 20 meter dari titik start, kami sudah berjumpa rombongan komodo di sebuah tanah lapang. Ternyata komodo mencium bau daging dari rumah panggung pos penjagaan.
Pemandu meminta kami berhati-hati karena Juli-Agustus bertepatan dengan musim kawin. Populasi pejantan lebih banyak dibandingkan komodo betina, sehingga lebih agresif.
Benar saja, di tempat yang sama, dua pejantan berusia 20 tahun dengan panjang tubuh sekitar 3 meter sedang berantem hebat. Sebuah momen yang langka ditemui. “Lucky day,” kata seorang pemandu. Wisatawan diminta berlindung di belakang pemandu.
Saat melanjutkan perjalanan, pemandu berulangkali mengingatkan agar jangan terpisah dari rombongan. Soalnya, di tengah perjalanan, bisa saja komodo berada di balik semak. Kebetulan ada komodo balita usia 2 tahun melintas di antara rerumputan kering.
Kelihatannya lucu, tetapi tetap saja kami dilarang mendekat karena sangat berbahaya. Air liur komodo mengandung racun dalam kadar yang lemah dan bakteri yang dapat melemahkan syaraf.
Tidak jauh, terlihat seekor komodo betina sedang menunggui telur di sarangnya. Sifat kanibal komodo membuat telur sang betina selalu terancam. Dari 30 butir telur, biasanya tidak lebih dari lima yang dapat bertahan sampai menjadi bayi komodo.
Sekitar 10 meter di belakang si betina, seekor komodo lima tahun terlihat mendekat untuk memangsa telur. Betina belum bereaksi ketika itu, tetapi tatapan matanya tajam. Meskipun ancaman datang dari balik ranting, betina mengetahuinya. Ketika sudah dekat, betina balik badan dan langsung mengejar komodo pemangsa sampai lari terbirit-birit. Reaksi ini sangat cepat.
Saat itu sekitar pukul 10.00 WITA, cuaca sangat terik. Aneka binatang hutan sewaktu-waktu keluar. Ada kobra dan ular derik. Terlihat juga beberapa Burung Gosong berwarna hitam gelap sibuk menggali sarang di tanah. Sarang mereka kerap dipakai komodo betina, yang memang malas membuat sarang, untuk bertelur.
Menjelang finish, jalur tracking melewati jalan setapak menanjak yang dikelilingi bukit-bukit gersang nan panas. Sekilas mirip bukit di film anak-anak Teletubbies , hanya saja berwarna cokelat.
Mendakinya cukup menguras energi. Namun, lelah hilang seketika ketika menginjakkan kaki sampai puncak bukit. Pemandangan luar biasa dari segala penjuru dengan aneka warna-warni alam berpadu. Birunya laut, cokelatnya gunung kering dan hijaunya pohon bakau menutup jalur tracking kami di Loh Buaya, Pulau Rinca.