Pedagang menggelar koin dan uang kertas kuno berbagai pecahan, di Monumen Arek Lancor, Pamekasan, Madura, Jatim, Minggu (17/5/2015)./Antara-Saiful Bahri
Fashion

Mengintip Komunitas Pencinta Uang Kuno di Pasar Klithikan Jogja

Wike Dita Herlinda
Kamis, 26 November 2015 - 13:43
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-- Sejalan dengan semakin berkembangnya media sosial dan aktivitasblogging, perkembangan komunitas pecinta uang kuno pun makin marak di Indonesia. Penyebaran aktivitasnya juga tidak hanya terpusat di kota-kota besar, tapi telah sampai ke berbagai pelosok.

Dulunya, komunitas numismatis hanya tersentral di Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Namun, pergerakan para kolektor uang kuno saat ini telah merambah hingga ke daerah-daerah, bahkan sampai ke tingkat kabupaten.

Komunitasnya pun beragam dan tidak hanya didominasi perkumpulan besar seperti Asosiasi Numanistis Indonesia (ANI) atau Club Oeang Revolusi (Core). Banyak juga komunitas yang berbasis pada tempat langganan berkumpulnya para pecinta uang kuno.

Salah satunya adalah komunitas uang kuno di Pasar Klithikan Pakuncen Yogyakarta yang bernama Numismatik Jogjakarta. Salah satu kolektor senior yang aktif dan merupakan pendiri komunitas tersebbut adalah Wisnu Murti.

Menurutnya, perkembangan komunitas penghobi uang kuno di Kota Gudeg semakin pesat dalam setengah dekade terakhir. Bahkan, anggotanya telah mencapai ribuan orang. Mereka pun kerap difasilitasi PT Pos Indonesia (Persero) untuk menghelat berbagai acara.

Berikut penjelasannya:

Bagaimana perkembangan komunitas numismatis di daerah?

Di Jogja komunitas kami terbentuk sekitar 5 tahun yang lalu. Pada saat itu komunitas kolektor uang kuno masih belum begitu banyak. Lalu, kami merasa perlu membuat komunitas besar karena Jogja ini kota yang ideal untuk mewadahi pecinta uang kuno.

Kebetulan perkumpulan numismatis di Jogja juga yang paling banyak, karena ditinjau dari faktor sejarah, Jogja pernah menjadi Ibu Kota negara. Selain itu, percetakan uang pertama kali juga ada di Jogja.

Koleksi uang kuno di Jogja juga sangat banyak, karena memang karakter masyarakat di sini senang menyimpan barang termasuk yang sudah lama. Barang-barang yang disimpan itu kemudian ditemukan oleh anak cucu mereka, lalu mulai dijual.

Termasuk di antaranya adalah uang-uang lama. Orang Jogja pada zaman dulu kurang percaya pada bank, dan lebih memilih menyimpan uang di bawah bantal. Itulah sebabnya koleksi uang kuno di kota ini jauh lebih banyak dan bervariasi dibandingkan daerah lain.

Apa yang mendorong dibentuknya komunitas penghobi uang kuno ini?

Kami lebih tertarik pada faktor sejarahnya. Uang adalah bukti sejarah. Setiap uang dicetak, selalu ada sejarah yang mengikuti. Baik itu uang pada masa kolonial Belanda, Jepang, masa revolusi, pemerintahan darurat, dan seterusnya. Banyak peristiwa sejarah yang terkait dengan uang.

Di mana saja basis komunitasnya?

Nama komunitas kami adalah Numismatik Jogjakarta. Pusatnya di Pasar Klitihkan.

Kebetulan, dulunya banyak sekali orang dari luar kota yang datang ke Jogja untuk mencari uang lama. Saya dan teman-teman lantas berpikir bagaimana kalau kami membuat komunitas saja.

Teman-teman menampung semua pedagang di Pasar Klithikan, dan mengatakan kalau ada uang lama, kami yang beli. Otomatis, semua orang yang tertarik menjual uang kuno atau membeli uang kuno pasti akan terpusat ke sana.

Kolektor dari luar kota pun kalau datang ke Jogja, datangnya pasti ke tempat saya, karena pusatnya memang di Klithikan. Tidak ada yang lain.

Berapa anggotanya?

Anggotanya sampai sekarang ada ribuan orang. Mulai dari yang aktif dan sering kumpul, sampai yang tidak proaktif karena kesibukan masing-masing. Anggotanya berasal dari berbagai daerah.

Mereka senang berkumpul di Jogja, karena kota ini memang sekaligus menjadi tempat tujuan wisatawan. Kalau anggota yang aktifsihada ratusan.

Bagaimana karakteristik kolektor/komunitas uang kuno saat ini dibandingkan dulu?

Kalau dulu, kebanyakan [anggota] komunitasnya tidak saling mengenal. Banyak yang sibuk sendiri-sendiri dan sekadar mengumpulkan uang sendiri.

Nah, karena sekarang sudah ada wadah untuk kaum numismatis, mereka jadi sering berkumpul dan jadi saling mengenal akrab. Otomatis, anggotanya pun menjadi semakin banyak.

Apa saja kegiatan komunitas ini?

Biasanya kalau bertemu, kami suka saling bertukar koleksi.

Di luar itu, setiap tahun kami juga mengadakan pameran rutin. Kami difasilitasi oleh PT Pos Indonesia (Persero) untuk mengadakan pameran rutin sebanyak lima kali dalam setahun, dalam skala nasional.

Jadi, pamerannya tidak hanya di Jogja saja. Kami baru selesai mengadakan pameran di Surabaya. Nanti kami akan mengadakan di Jakarta dan Bandung. Lalu Februari 2016 kami juga akan mengadakan di Semarang, dan Juli di Jogja.

Apa manfaat bergabung dalam komunitas ketimbang mengoleksi sendiri?

Kalau bergabung dalam komunitas, kita jadi lebih cepat belajar karena pertukaran informasinya lebih terbuka, mendalam, dan cepat.

Bergabung dalam komunitas juga bisa menjadi investasi tersendiri bagi para kolektor. Sebab, harga jual sebuah uang kuno, setiap bulan selalu mengalami kenaikan. Uang kuno pun menjadi barang berharga yang prestisius.

Apa tantangan mengoleksi uang kuno?

Tantangannya, karena Indonesia ini adalah wilayah tropis, jadi harus pintar-pintar merawat uang. Kelembaban yang tinggi membuat uang kertas cepat rusak. Jadi harus dimasukkan ke dalam album dan dijaga baik-baik kelembabannya.

Tantangan lainnya adalah semakin banyaknya kolektor dari Eropa yang ikut-ikutan berburu uang kuno Indonesia, karena merasa memiliki kaitan sejarah dengan Indonesia pada masa lalu.

Mereka banyak yang memburu uang kuno keluaran 1933-1939. Itu yang menyebabkan harga sebagian seri uang kuno menjadi tidak masuk akal. Satu lembar uang keluaran 1933 bisa dijual sampai Rp1 miliar.

Apalagi, di Eropa mereka bikin museum uang kuno Indonesia sendiri, dan menggunakan uang asli. Jadi mereka berani bayar mahal.

Masalahnya, kolektor Indonesia kalau menemukan barang bagus yang harganya di atas Rp2 juta pasti akan langsung menghubungi koleganya untuk mendapatkan akses keluar negeri dan dijual barangnya.

Sebenarnya kami berharap banyak pada pemerintah untuk mengatasi hal itu, karena banyak uang kuno Indonesia yang langka dan harus dilestarikan. Sejauh ini belum ada regulasi yang melarang uang dari seri atau periode tertentu untuk keluar dari wilayah NKRI.

Kami dari komunitas sebenarnya sudah ada upaya untuk melestarikan uang kuno. Jangan sampai uang-uang bersejarah keluar negeri semua. Harapan kami, museum-museum yang ada di Indonesia ini mau membeli atau mengamankan uang yang sudah benar-benar langka.

Daripada dibeli kolektor asing, kami lebih berharap kalau [koleksi uang kuno kami] dibeli oleh museum lokal.

Bagaimana tren jual beli uang kuno saat ini? Apa ada yang sedang banyak dicari?

Saya rasa semuanya pasti dicari, karena adaitemtertentu yang dicetak sangat terbatas atau beredarnya hanya sedikit.

Jangan salah, uang-uang kuno yang salah cetak atau salah potong itu juga banyak dicari. Harganya jauh lebih mahal ketimbang uang dalam kondisi baik.

Padahal, menurut aturan Bank Indonesia, uang yang salah cetak atau salah potong harus dikembalikan ke Bank Sentral dan tidak boleh beredar apalagi diperjual belian.

Namun, terkadang oleh para kolektor, uang yang salah cetak atau salah potong malah banyak dicari karena harganya mahal. Sebetulnya itu menyalahi aturan BIsih. Tapi justru karena kelangkaannya itulah kolektor malah menyukainya.

 

 

 

 

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro