Bisnis.com, JAKARTA - Bayi tabung merupakan salah satu cara untuk mewujudkan kehamilan dengan mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia. Setelah terjadi pembuahan, embrio akan ditanam kembali ke dalam rahim calon ibu.
Saat ini, terdapat serangkaian teknologi untuk menjalankan program bayi tabung secara efisien dari segi waktu dan biaya.
Secara umum, proses yang harus dilewati untuk program bayi tabung adalah adanya pemeriksaan ultrasonografi (USG), hormon, saluran telur dan sperma, penyuntikan obat untuk membesarkan sel telur, penyuntikan obat penekan hormon, pengambilan sel telur, pembuahan, pengembangan embrio, penanaman embrio, serta tahapan menunggu hasil.
Namun, melalui layanan bayi tabung bernama Smart IVF, program bayi tabung akan lebih efisien dari segi waktu dan biaya karena tanpa harus melalui berbagai pemeriksaan yang tidak diperlukan dan tidak relevan.
Smart IVF merupakan singkatan dari kata canggih (sophiscated), modern, terjangkau (affordable), reproductive, dan memanfaatkan teknologi (technology) terkini.
Menurut Yassin Yanuar, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi yang merupakan tim ahli layanan bayi tabung Smart IVF, terdapat beberapa perbedaan antara Smart IVF dan program bayi tabung konvensional.
Pada layanan Smart IVF, deteksi jumlah sel telur menggunakan USG dan kadar Anti-Mullerian Hormone (AMH). Layanan tersebut juga menggunakan Indonesian Calculator of Oocyte (IKO) untuk mengetahui usia biologis, kadar AMH, dan dosis obat yang diperlukan.
Sementara itu pada metode konvensional, untuk mendeteksi sel telur menggunakan pemeriksaan hormon estradiol, FSH, LH, dan AMH. Selain itu, pemantauan jumlah sel telur pada Smart IVF hanya dengan menggunakan USG, sedangkan pada metode konvensional dengan pemeriksaan hormon estradiol, LH, dan progesteron.
Smart IVF juga menerapkan sistem panen sel telur dengan metode non-flushing, sedangkan pada metode konvensional dengan metode flushing.
Yassin mengatakan untuk menjalankan program bayi tabung, hal penting yang harus diperhatikan adalah masalah umur seorang perempuan. Semakin bertambahnya usia seorang perempuan, kemampuannya dalam memproduksi sel telur dengan kualitas dan kuantitas yang baik semakin menurun.
CADANGAN OVARIUM
Dalam hal ini, perlu juga diketahui tentang usia kronologis ovarium dan usia biologis ovarium. Usia kronologis yaitu usia lahir seorang perempuan, sehingga tidak selalu sama dengan usia biologisnya.
“Usia biologis berhubungan dengan cadangan ovarium seorang perempuan. Itu sebabnya Smart IVF menekankan untuk mengetahui usia biologis,” katanya.
Cadangan ovarium merupakan istilah yang merujuk pada jumlah dan kualitas sel telur. Saat perempuan memasuki usia 35 tahun ke atas, cadangan ovarium biasanya semakin menurun.
Pasalnya, perempuan yang berusia 35 tahun ke atas rentan mengalami infertilitas, yakni tidak adanya kehamilan setelah melakukan hubungan seksual yang benar selama setahun tanpa kontrasepsi.
Namun demikian, angka penuaan reproduksi secara biologis bisa bervariasi antarindividu karena ada berbagai faktor yang turut berkontribusi terhadap hal tersebut.
Bila kehamilan tidak terjadi pada perempuan menikah yang berusia di bawah 35 tahun, masih mempunyai kesempatan menunggu hingga 1 tahun ke depan.
Adapun untuk perempuan menikah yang sudah berusia di atas 35 tahun, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter kandungan bila tidak terjadi kehamilan selama 6 bulan sejak berhubungan suami istri.
Untuk pasangan suami istri yang memang tidak bisa memiliki keturunan selama 1 tahun sejak menikah, tidak ada salahnya bila mencoba metode bayi tabung.