Hyper parenting/ilustrasi
Health

Laporan PBB: Indeks Kebahagiaan Orang di Negara Maju Turun Setelah Menjadi Orang Tua

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 26 Maret 2016 - 12:07
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Orang tua pada zaman dahulu percaya bahwa semakin banyak anak, semakin makmur. Namun, pada era modern, banyak orang tua yang lebih memilih memiliki sedikit anak. Lantas, apakah anak sudah tidak lagi dianggap sebagaisemata-matasumber kebahagiaan?

Sebuah laporan yang dilansir PBB baru-baru ini membuktikan tak sedikit orang tidak bahagia yang berasal dari negara maju. LaporanWorld Happiness Report 2016itu memaparkan banyak warga negara makmur yang bermasalah dengan fase menjadi orang tua.

Berdasarkan paparanBab IVhasil studi yang diterimaBisnistersebut, tercantum data statistik bahwa negara-negara dengan produk domestik bruto (PDB) tinggi memiliki problemaparentingyang sama akutnya dengan negara-negara dengan angka pengangguran tinggi.

Kita mungkin lebih dapat memaklumi analisis bahwa orang tua yang menganggur atau berada di bawah garis kemiskinan berpengaruh buruk terhadap pola pengasuhan. Namun, bagaimana bisa tingkat kemakmuran yang tinggi berkorelasi denganbad parenting?

Kepala studi tersebut, Luca Stanca, menjelaskan hubungan antara kemakmuran dan tingkat kebahagiaan keluarga masih perlu dikaji lebih lanjut. Akan tetapi, terkadang untuk menjadi orang tua, ada banyak hal yang harus dikorbankan.

Di negara-negara kaya, memiliki anak berarti ada banyak hal dan pekerjaan yang harus dilakukan untuk menuruti tuntutan sosial, dan mengorbankan banyak peluang lain [seperti berkarir]. Jadi, semacamfomomembesarkan anak, jelasnya.

Sekadar catatan,fomoadalah singkatan darifear of missing something. Ini adalah kondisi di mana seseorang merasa ketakutan atau cemas akan kehilangan kesempatan baik jika tidak ikut-ikutan tren atau fenomena yang sedang marak.

Kondisi tersebut lebih banyak dirasakan oleh para perempuan di negara maju. Mereka didesak untuk membesarkan anak pada rentang usia produktif. Desakan sosial itu akan memudar dengans sendirinya ketika mereka beranjak tua.

Studi tersebut sekaligus mencoba menghubungkan pengasuhan dengan kemakmuran, serta bagaimana menjadi orang tua berpengaruh terhadap kebahagiaan sebuah kelompok masyarakat.

Ternyata, data mengindikasikan hubungan antara menjadi orang tua dengan tingkat kepuasan hidup cenderung negatif di banyak negara, khususnya di kalangan perempuan muda pada usia produktif.

PBB menemukan setidaknya 65% negara menunjukkan adanya relasi negatif antaraparenthooddengan tingkat kebahagiaan hidup. Ini mengindikasikan bahwa di satu sisi, memiliki anak saat ini bukan lagi dianggap sebagai sesuatu yang berharga.

Padahal, zaman dahulu ada pepatah semakin banyak anak, semakin banyak rezeki. Saat ini, memiliki anak justru dinilai menyita waktu dan peluang, khususnya di negara-negara dengan PDB tinggi.

Di sisi lain, iklim bursa tenaga kerja yang semakin memburuk juga turut berperan pada kondisi keuangan keluarga yang berujung pada tekanan dalam membesarkan anak. Dengan kata lain, anak justru dianggap sebagai beban ekonomi.

KONDISI INDONESIA

Secara keseluruhan, hanya 36 dari 105 negara yang dikaji olehWorld Happiness Reportyang menyatakan bahwa menjadi orang tua mendatangkan manfaat kebahagiaan. Kabar baiknya, Indonesia masih termasuk salah satu dari 36 negara tersebut.

Indonesia menempati posisi ke-27 dalam indeks tersebut. Itu merefleksikan di negara ini memiliki anak masih dinilai sebagai sumber kebahagiaan dan belum berkorelasi negatif terhadap tingkat kemakmuran.

Namun, ada baiknya kita semua perlu mewaspadai potensi pergeseran fenomena sosial seiring dengan semakin bertumbuhnya kelas menengah ke atas di Indonesia. Apalagi, gejala-gejala sosial tersebut mulai terasa di kota besar, seperti DKI Jakarta.

Menurut psikolog anak dan keluarga dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI) Mira D. Amir, semakin banyaknya orang tua di zaman modern yang menganggap anak sebagai beban dipicu karena keengganan mereka untuk berkomitmen menjadi ortu.

Memiliki anak adalah komitmen seumur hidup. Beda dengan pernikahan, yang bisa diakhiri dengan proses perceraian bila terjadi ketidakcocokan.Nah,kebanyakan perempuan karier pada zaman sekarang merasa komitmen itu adalah beban bagi mereka, tuturnya.

Itulah mengapa fenomena tersebut lebih banyak dirasakan oleh perempuan pada usia produktif. Sebab, kata Mira, mereka merasa kewalahan jika harus membagi komitmen antara mengurus anak dengan keinginan mengejar kesuksesan.

Selain itu, banyak orang tua modern yang menganggap bahwa anak adalahcostatau biaya itu sendiri. Memiliki anak berarti menyita waktu, perhatian, dan uang. Belum lagi secara psikologis, memiliki anak juga membutuhkan pola pengasuhan yangbaik.

Kalau orang tuanya sibuk dan tidak punya pengetahuan memadahi soalgood parenting, biaya anak akan menjadi berlipat ganda. Saat anak beranjak remaja, mereka mulai bermasalah karena kurangnya kualitas pengasuhan dan interaksi psikologis yang positif dari ortu.

Untuk mencegah munculnya perspektif bahwa anak adalah beban mencapai kesuksesan, seseorang harus mempertanyakan kembali kepada dirinya apakah dia siap menjadi orang tua dan memasuki fase tersebut.

Mira mengatakan, jangan buru-buru memutuskan memiliki anak karena tuntutan atau desakan sosial jika memang belum siap menjadi orang tua. Sebab, jika ternyata nantinya orang tua tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan psikologis anak, hal itu akan menjadi bentuk kekerasan terhadap anak.

Bercermin dari pengalaman 69 negara lain, jangan sampai nantinyafomoitu melanda Tanah Air dan menyebabkan pergeseran pandangan bahwa memiliki anak adalah penghalang menuju kebahagiaan.

Untungnya, sebagian besar wilayah di Indoensia masih berkembang stigma bahwa semakin banyak anak semakin banyak rezeki. Setiap ada pasangan baru menikah saja, sudah pasti ditanya kapan punya momongan, imbuh Mira

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro