Bisnis.com, JAKARTA—Kadang masyarakat masih tidak menyadari gangguan jiwa seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan mood, penyalahgunaan zat bisa disebabkan oleh bencana (stressor) psikososial.
Merayakan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2016, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menggelar diskusi mengenai upaya preventif kesehatan jiwa yakni mencegah timbulnya dampak psikososial.
Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri Nurmiati Amir mengungkapkan bencana (stressor) psikososial terbagi atas dua kategori yakni yang pertama, usual atau common stressor, yakni yang bersifat individual.
Masing-masing orang akan memersepsikan stresor ini sebagai stresor dengan skala ringan, sedang atau berat. Berat-ringannya skala stresor ini bergantung pada persepsi seseorang terhadap stresor tersebut.
Selain itu, keperibadian, daya tahan psikologik, pengalaman dan kemampuan atau ketrampilan seseorang mengatasi stresor juga menentukan.
“Kedua, Catastrophic stressor, yaitu stressor yang mengancam nyawa misalnya bencana tsunami atau stresor yang mengancam integritas misalnya pemerkosaan. Semua orang akan memersepsikan stresor katastrofik sebagai stresor yang sangat berat,” katanya, Senin (10/10/2016).
Dia menjelaskan stressor belum tentu mengakibatkan stres pada semua individu, hal ini tergantung pada kepribadian, pengalaman serta kemampuan menghadapi masalah (coping). Hal yang perlu dicegah adalah terjadinya gangguan stresor akut, gangguan stres pasca trauma atau (PTSD), atau gangguan jiwa lainnya.
“Sebelum individu mengalami PTSD, terjadi fase akut yang berlangsung mulai dari 3 hari hingga 1 bulan pasca trauma (gangguan stress akut). Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan stres akut dapat berlanjut menjadi PTSD,” bebernya.
Untuk mengatasi reaksi stressor akut tersebut, lanjutnya, masyarakat dihimbau untuk membawa seseorang yang terkena bencana psikososial ke tempat yang aman, menawarkan bantuan, dan membantu menghubungkan korban dengan layanan sosial atau rumah sakit.
Ketua Umum PP PDSKJI Eka Viora mengungkapkan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa) memiliki peran penting dalam peningkatan taraf kesehatan jiwa baik dalam kondisi sakit (fisik maupun psikis) maupun dalam kondisi sehat. Di kalangan masyarakat awam maupun profesi kesehatan, ‘psikiatri’ seringkali masih dianggap sebagai bidang yang menangani gangguan jiwa berat saja.
“Sampai saat ini, stigma yang melekat pada penderita gangguan jiwa merupakan hambatan utama untuk menyediakan perawatan untuk orang yang mengalami gangguan jiwa,” paparnya.
Dia menegaskan stigma tidak hanya terbatas pada penyakit, tapi juga pada orang yang sakit, keluarga, institusi yang memberikan perawatan, obat psikotropika dan petugas kesehatan jiwa termasuk psikiater. Stigma yang melekat pada penderita gangguan jiwa merupakan hambatan utama untuk suksesnya program memperbaiki kesehatan jiwa masyarakat.