Bisnis.com, JAKARTA — Kamis (10/11/2016) malam, para kecoa memenuhi panggung sandiwara Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta dan menguak pahitnya perjuangan kaum minoritas yang hidup menderita, berhimpit-himpit dalam lorong gelap di balik kemegahan gedung tinggi, mencari keadilan dari para pemimpin.
Pagelaran persembahan Teater Koma ke-146 kembali melakoni kisah “Opera Kecoa”, yang pertama kali ditampilkan pada 1985. Pementasan potret masa lalu untuk masa kini ini diselengarakan mulai 10-20 November 2016. Setelah 31 tahun, ternyata lakon ini masih bisa menjadi potret keadaan masa kini. Cerita tersebut diangkat kembali untuk memberitahu kepada masyarakat Indonesia agar dapat mengambil pesan moral yang berusaha disampaikan dalam lakon ini.
Penulis naskah dan sutradara Teater Koma Nano Riantiarno sebelumnya mengungkapkan pertunjukan ini sarat akan makna dan dikemas dalam bentuk nyanyian dan gerak khas Teater Koma.
Opera Kecoa berkisah tentang orang-orang kecil yang menghadapi kenyataan keras. Perjuangan seorang bandit kelas teri, Roima, yang sedang berada di persimpangan jalan. Dia tertarik kepada Tuminah, seorang pekerja seks komersial, meski sudah punya pacar, Julini si waria. Ketiga orang ini dan tokoh-tokoh lainnya melakoni perjuangan hidup yang hanya punya dua resiko jadi ada atau tersingkir.
Dalam cerita terlihat para kecoa itu jarang dihinggapi nasib baik. Tempat mereka seperti sudah digariskan: gorong-gorong, di dalam got, di kolong jembatan, di kawasan kumuh yang jorok, yang gelap dan berbau busuk. Uniknya, ketika ada kawasan tempat tinggal orang-orang kecil dimakan api, selalu timbul dua pertanyaan, terbakar? atau dibakar? tak ada yang bisa menjawab. Semua gelap. Seperti masa depan mereka.
Lakon yang memukau pun tidak terelakkan, khususnya pemeran Julini yang memecah suasana semakin membaur di malam hari. Begitu juga lako seksi Tuminah pun benar-benar memperlihatkan kepribadian cabo. Seluruh pemain pun membuktikan konsistensi mereka dengan hasil yang tentu bisa menginspirasi para seniman muda Indonesia untuk senantiasa berkarya dan berkreasi.
Perlu diketahui, pada 1990, lakon ini dilarang pentas di Gedung Kesenian Jakarta dan tidak diberi izin pentas keliling ke Jepang. Kemudian pada 1992, dipentaskan dengan judul “Cockroach Opera” oleh Belvoir Theatre di Sydney, Australia. Akhirnya, lakon ini dipentaskan lagi di Gedung Kesenian Jakarta pada 2003, 13 tahun setelah pelarangan. Kini, Teater Koma memanggungkan lagi lakon ini di tempat lakon ini pertama kali dipentaskan.
Opera Kecoak, produksi ke-146 Teater Koma yang akan digelar 11 hari mulai 10-20 November 2016 pukul 19.30 WIB, kecuali Minggu pukul 13.30. Tiket bisa diperoleh di www.teaterkoma.org dan www.blibli.com dengan harga Rp100.000 - Rp300.000 (weekday) dan Rp150.000 - Rp400.000 (weekend). Khusus untuk Senin akan ada nonton hemat hingga 20%.