Dalam hitungan hari, kita akan segera meninggalkan 2016. Bagi sebagian kalangan, tahun ini Dewi Fortuna tidak berpihak pada mereka. Utamanya bagi para pelaku industri fesyen dunia, 2016 adalah tahun yang harus dilupakan.
Sepanjang tahun ini, geliat industri fesyen dunia menyentuh rekor terburuk dalam sejarah fesyen modern. Di tengah periode sulit akibat tekanan ekonomi global, industri fesyen dunia membukukan pertumbuhan 5,5% (US$2,4 triliun) dari tahun sebelumnya.
Bagaimanapun, tirai gelap industri fesyen dunia digadang-gadang segera tersibak pada 2017. Tahun depan, ada secercah harapan akan bangkitnya kembali bisnis fesyen. Hal itu diprediksikan dalam survei yang digelar oleh McKinsey & Co. belum lama ini.
Berdasarkan laporan yang berjudulThe State of Fashion itu, lesunya bisnis fesyen global dipicu oleh perubahan perilaku konsumen yang semakin cerdas, penuntut, dan tidak dapat diprediksi seiring dengan perkembangan berbagai ekosistem teknologi baru.
“Bukan hanya faktor eksternal yang memicu lesunya industri fesyen dunia. Berbagai pemain besar di sektor tersebut juga mengimplementasikan berbagai sperubahan pada fundamental, sehingga menggeser keseluruhan sistem di dunia fesyen global,” papar laporan itu.
Beberapa perubahan yang terjadi di banyak perusahaan fesyen kelas berat a.l. memperpendek rantai siklus fesyen, serta mengaplikasikan inovasi berkelanjutan pada desain produk dan proses manufaktur mereka.
“Setidaknya 67% pelaku fesyen global setuju bahwa perubahan-perubahan itu membuat industri fesyen memburuk setahun terakhir. Pertumbuhan penjualan tidak sampai 3% pada 2016, padahal rerata pertumbuhan tahunan selama beberapa dekade terakhir adalah 5,5%.”
Akan tetapi, di tengah perlambatan tersebut, ada tiga lini fesyen yang tetap mencatatkan performa di atas rata-rata. Mereka a.l. produk luxuryterjangkau (tumbuh 9%), produk fesyen ekonomis (6%), dan produk busana olahraga (8,5%).
Pada 2017, para pelaku industri fesyen dunia optimistis pertumbuhan akan kembali membaik. Tahun depan akan menjadi periode pertumbuhan organik dan inovasi digital bagi para pelaku bisnis di sektor tersebut. Digitalisasi di dunia fesyen akan menjadi keniscayaan pada 2017.
Sejumlah 40% dari pelaku bisnis fesyen kelas kakap yakin peluang reboundtersebut adalah buah dari strategi perubahan dalam bisnis fesyen. Banyak perusahaan yang akan melakukan restrukturisasi dan pemangkasan anggaran untuk meraup margin laba yang lebih besar.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, industri fesyen global diproyeksi tumbuh antara 2,5%-3,5% pada 2017. Bagaimanapun, angka tersebut masih belum menunjukkan pertanda pertumbuhan industri fesyen dunia akan kembali ke level 5,5% seperti dulu.
“Kemungkinan untuk pulih seperti itu hampir tidak mungkin. Namun, bukan berarti akan ada banyak yang gulung tikar. Performa bisnis fesyen tahun depan akan sangat tergantung pada dinamika segmen dan kategori pasar spesifik,” papar mereka.
Secara umum, lini fesyen ekonomis dan produk luxury yang terjangkau akan kembali moncer pada 2017, dengan estimasi pertumbuhan masing-masing 3%-4% dan 3,5%-4,5%. Adapun, lini fesyen lain diprediksi masih akan membukukan pertumbuhan tipis pada tahun depan.
DI INDONESIA
Meskipun iklim bisnis fesyen di tingkat dunia sedang melembam, pelaku industri mode di Tanah Air tetap bergairah. Bahkan, Indonesia berani menargetkan menjadi salah satu pusat fesyen dunia pada 2025, dimulai dengan menjadi pusat modest wearglobal pada 2020.
Saat ini, semakin banyak dibangun badan-badan yang khusus ditujukan untuk mengakselerasi dan membangun sektor industri fesyen di Tanah Air. Salah satunya adalah Indonesia Fashion Chamber (IFC) yang menjadi wadah bagi desainer lokal dan pelaku industri terkait; mulai dari tas, sepatu, aksesori, tekstil, hingga komunitas yang melingkupi bidang tersebut.
“Untuk mengembangkan industri fesyen skala nasional dan peta internasional, kami mengarahkan para anggota untuk memperkuat fondasi dalam ekosistem fesyen melalui kreasi, produksi, distribusi,” papar Chairman IFC Ali Charisma.
IFC juga melakukan riset dan pengembangan untuk membangun ekosistem industri fesyen Indonesia yang mengacu pada konsep inovasi,branding, kekayaan lokal, dan kepedulian terhadap lingkungan.
Saat ini, pemerintah juga tengah menggodok Standar Kompetensi Kerja Nasional dan pemetaan dalam tatanan ekosistem industri fesyen nasional yang berbasis ethical fashion dan fair trade untuk memacu kompetensi para pelaku bisnis fesyen di dalam negeri.
“Kami juga melakukan berbagai program dan kegiatan untuk menggaungkan potensi fesyen Indonesia di kancah internasional. Dengan harapan, IFC dapat menjadi organisasi yang diperhitungkan di tingkat nasional dan dapat mewakili RI di jaringan internasional,” imbuh Ali.
Industri fesyen menjadi penopang utama ekspor dari sektor ekonomi kreatif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), pertumbuhan industri kreatif sepanjang lima tahun terakhir mengalami peningkatan.
Pada 2015 nilainya mencapai US$19,3 miliar, di mana lini fesyen mendominasi 56,27% dari total transaksi. Itu adalah kontribusi terbesar dari 16 subsektor ekonomi kreatif , sekaligus pertanda ada masa depan yang cerah bagi dunia mode Tanah Air.