Fashion

Promosi Kuliner Saja Tak Cukup

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 1 April 2017 - 12:51
Bagikan

Bangsa mana yang tak bangga saat sajian khasnya dikenal di seluruh penjuru dunia? Maka tak mengherankan jika dewasa ini pemerintah dan masyarakat Indonesia sangat getol mempromosikan kuliner Nusantara ke mancanegara.

Sayangnya, jika diperhatikan, selama ini strategi yang dilakukan lebih menitikberatkan pada promosi makanannya saja. Padahal, ada elemen lain di dalam strategi promosi kuliner yang tidak boleh diabaikan. Elemen itu adalah gastronomi.

Singkat kata, gastronomi tidak hanya mencakup persoalan makanan, tetapi relasinya dengan berbagai komponen kebudayaan suatu bangsa.

Sebab; budaya, sejarah, kebiasaan, dan kondisi lingkungan akan memengaruhi aroma, cita rasa, dan warna dari sebuah khasanah kuliner.

Jadi, promosi kuliner Nusantara seharusnya tidak boleh dilepaskan dari pendekatan gastronomik. Itulah mengapa, pemerintah saat ini tengah putar otak untuk membangun landasan gastronomi Indonesia sebagai magnet pariwisata baru.

Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, gastronomi menjadi penting dalam pengembangan kepariwisataan Indonesia karena kuliner memiliki peran yang sangat besar untuk menarik wisatawan dalam portofolio bisnis pariwisata nasional.

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, potensi budaya mendo minasi 60% dari portofolio bisnis pariwisata nasional, disu sul potensi alam (35%), dan manmade (5%). Potensi alam dikembangkan menjadi wisata bahari (35%), ekologi (45%), dan petualangan (20%).

Sementara itu, potensi manmade dikembangkan dalam wisata MICE and event tourism (25%), wisa ta olah raga (60%), dan objek wisata terintegrasi (15%). Adapun, potensi budaya dikembangkan menjadi wisata warisan budaya dan sejarah (20%), wisata kota dan desa (35%), serta wisata belanja dan kuliner (45%).

Dengan kata lain, proporsi kuliner memiliki proporsi yang terbesar dalam potensi budaya Indonesia. Menyadari hal tersebut, pemerintah beren cana menjadikan gastronomi sebagai elemen kunci dari industri pariwisata.

Apalagi, selama ini sebagian besar pengeluaran wisatawan dialirkan untuk wisata kuliner, selain tiket pesawat, menginap di hotel, dan belanja suvenir.

“Selain itu, kuliner menjadi daya tarik kuat untuk mendatangkan wisatawan. Misalnya, event festival kuliner menjadi andalan di Batam untuk menarik wisatawan lintas batas dari Singapura dan Malaysia,” ujar Arief di sela-sela Dialog Gastronomi Nasional 2, Froom Food to Rood: The Rise of Gastronomy, baru-baru ini.

Dia meyakini Indonesia memiliki peluang untuk negara dengan gastro nomi terkaya di dunia. Sebab, republik ini memiliki lebih dari 5.340 resep makanan dan menjadi rumah dari 17% spesies flora dan fauna yang ada di dunia.

Menurut Arief, gastronomi Indonesia selama ini kurang terkomersialisasi karena belum ada keberanian untuk memetakan strategi unggulan dalam hal kuliner. Misalnya saja, menetapkan salah satu resep Nusantara menjadi ‘makanan nasional’.

“Indonesia belum punya ‘makanan nasional’. Vietnam punya pho, Thailand punya tom yum, dan Korea punya kimchi. Setiap negara punya unggulan. Nah,[makanan khas] kita terlalu banyak, sehingga tidak ada yang berani ambil keputusan. Jadi, saya putuskan saja soto sebagai makanan nasional yang identik dengan Indonesia.”

Selain menetapkan soto sebagai makanan nasional, Arief akan memperkuat strategi branding atau pencitraan restoran Indonesia di luar negeri.

Nantinya akan ditunjuk 10 restoran Indonesia yang akan menjadi representasi promosi gastro nomi Tanah Air. Strategi lain untuk promosi gastronomi Indonesia adalah mengem bangkan destinasi kuliner.

Sejauh ini Bali, Jogja, Solo, Semarang, dan Bandung telah ditunjuk sebagai destinasi resmi karena dinilai memiliki khasanah kuliner yang kaya dan didukung oleh pemerintah daerah.

IDENTITAS BANGSA

Di sisi lain, Ketua Akademi Gastrono mi Indonesia (AGI) Vita Datau Mesakh mengatakan gastronomi adalah kunci dari segala ilmu yang berkaitan dengan seni kuliner. Sebab, suatu makanan sangat terkait erat dengan identitas sebuah bangsa.

“Kita harus bisa melihat gastronomi dari sudut pandang foodscape [food and landscape]. Dengan demikian, baru kita bisa mendapatkan gambaran sosial, budaya, politik, ekonomi, atau sejarah suatu bangsa dari makanannya,” paparnya.

Dia berpendapat dewasa ini terjadi peningkatan minat warga dunia untuk mengunjungi berbagai tempat di seluruh belahan bumi, serta keinginan untuk mempromosikan suatu daerah dan identitas makanannya demi kebutuhan komersial dan pariwisata.

“Upaya untuk menjual dan mempromosikan segala aspek makanan di sebuah areal memerlukan kreativitas dalam pengembangan produk, proses, dan pemasaran, terutama kreativitas dalam menciptakan pengala man bersama makanan. Dalam kon teks ini, pariwisata utamanya wisata gastronomi merupakan pemicu kenda raan dan outlet yang sangat baik.”

Berdasarkan laporan United Nations World Tourism Organization (UNWTO), 87% hasil survei terhadap negara anggota PBB menyatakan gastronomi sangat penting dalam pengembangan industri pariwisata.

Sejumlah 40% wisatawan mancane gara lebih termotivasi oleh makanan dan gastronomi dalam memilih tujuan wisata mereka.

Contoh nyatanya di Den mark, ada sebuah restoran berna ma Noma yang berkontribusi 11% terha dap peningkatan ekonomi wisata Kopen hagen.

Sebenarnya, Indonesia bisa belajar dari strategi pendekatan gastronomi Prancis. Negara itu sangat getol mempromosikan haute gastronomie ke seluruh dunia; termasuk Indonesia. Apalagi gastronomi Prancis telah menjadi warisan budaya yang diakui oleh UNESCO.

“Tradisi gastronomi Prancis adalah ritual khas negara kami. Dalam tradisi itu, terdapat pakem-pakem tertentu, yaitu rangkaian makanan yang dimulai dengan aperitif, kemudian makanan pembuka, lalu ikan atau daging dengan sayuran, keju, dan penutup,” ujar Dubes Prancis untuk Indonesia dan Timor Leste, Jean-Charles Berthonnet.

Bagi orang Prancis, dekorasi dan bahasa tubuh seperti membaui dan mencicipi makanan juga merupakan pelengkap ritual tradisi gastronomi.

“Tradisi itu telah lama menjadi praktik sosial yang mempererat hubungan antarindividu, dengan menekankan pada aspek berbagi dan kebersamaan.”

Jadi, promosi kuliner saja tidak cukup untuk mempopulerkan makanan khas Nusantara. Dibutuhkan strategi sangat matang dan pendekatan yang lebih mendalam dari segi gastronomi.

Siapa tahu, kelak seni gastronomi Indonesia—seperti rijsttafel—bisa menyusul Prancis untuk diakui UNESCO.

Sumber : Bisnis Indonesia (1/4/2017)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro