Bisnis.com, JAKARTA - Hari Film Nasional diperingati setiap 30 Maret. Momentum peringatan ini seolah tak pernah lepas begitu saja dengan selebrasi yang gegap gempita.
Selain momentum refleksi, peringatan Hari Film Nasional (HFN) ini menjadi waktu yang tepat untuk seluruh insan perfilman dan pemangku kepentingan kembali bersinergi.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf mengungkapkan jika momentum HFN ini tak hanya membangkitkan kegairahan para pelaku perfilman. Namun, harus ada keinginan kuat untuk bisa menciptakan ekosistem perfilman yang lebih baik.
“Sekarang ini, ekosistemnya terus terang masih kusut. Kami menyelesaikan satu masalah, masalah lain timbul lagi,” kata Triawan.
Menurut Triawan, salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah perkembangan teknologi yang semakin cepat. Pergerakan yang semakin cepat membuat para pelaku perfilman tidak bisa terus main aman dan merasa terus stabil.
“Kemajuan dan perubahan ekosistem perfilman dari luar yang mempengaruhi kami juga. Mau tak mau harus dihadapi dan kita siasati,” katanya.
Di luar permasalahan tersebut, jumlah layar, menurut Triawan, masih menjadi benang kusut bagi ekosistem perfilman. Jumlah film nasional yang semakin meningkat, belum seimbang dengan jumlah layar yang ada. Saat ini, layar yang tersedia baru sekitar 1500 layar, belum lagi jumlah tersebut di dominasi di pulau Jawa.
“Kita masih kekurangan bioskop, kita masih kekurangan terutama layar di daerah. Sedikit demi sedikit kita atasi bersama,” ungkapnya.
Selain jumlah layar, transparansi data terkait perfilman juga masih menjadi perbincangan serius di tatanan mengambil kebijakan. Sistem Integrated Box Office System (IBOS), dana hibah yang berencana diterapkan Bekraf mendapat respons berbeda dari para pelaku perfilman, terutama eksibitor film.
Sebagai refleksi HFN, Bekraf bersama seluruh pemangku kepentingan juga berencana membuat peta jalan, guna mengetahui arah perfilman Indonesia ke depannya. Triawan mengatakan, jika rencana ini masih akan dibicarakan, namun secara umum peta jalan ini akan memetakan pembagian tugas dan permasalahan yang akan ditangani oleh masing-masing pemangku kepentingan.
“Seperti road map e-commerce yang sudah kita buat. Kita menargetkan dalam sekian tahun harus mencapai U$120 miliar. Ini juga di perfilman yang akan kita terapkan,” kata Triawan.
Pembuatan peta jalan ini, kata Triawan, telah memasuki tahap penyusunan anggaran.
“Tapi anggarannya dari Bekraf saja lah, tak masalah ,” katanya.
Di luar permasalah tersebut, pada momentum HFN ini, Triawan melihat jika seluruh pemangku kepentingan telah menjalin kekompakan untuk mengatasi hal-hal yang masih menjadi penyebab benang kusut perfilman Tanah Air. Termasuk di antaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bekraf, PFN, dan asosiasi perfilman.
Siasat
Namun, menurut Triawan, dalam hal ini PFN sebagai perusahaan BUMN harus memiliki siasat tertentu untuk meningkatkan perfilman. “Jangan [PFN] seperti situs arkeologi, ini aset yang penting, mungkin kita bisa bantu bicara dengan kementerian BUMN,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PFN, M. Abduh Aziz mengungkapkan, jika rencana revitalisasi bangunan telah dicanangkan.
“Sebenarnya konsep dasarnya sudah ada, intinya kita mau buat semacam kreatif dalam bidang perfilman dengan fungsi seperti studio, ada working place, dan lain-lain. Perosalan selanjutnya adalah pembiayaan,” jelasnya.
Perihal penggaran tersebut, Abduh mengatakan, sedang mengundang beberapa investor. Namun sinergi yang paling penting bersama BUMN mengingat PFN bukan lembaga negara dan tidak memiliki APBN. Untuk itu, Abduh mengatakan jika PFN harus bisa berjuang seperti perusahaan pada umumnya dengan banyak menjalin kemitraan.
“Kita harapkan sih dalam tahun ini kita sudah bisa mulai karna MoU [Memorandum of Understanding] sudah di tandatangani bersama BUMN,” katanya.
Perihal dana penganggaran, Abduh memperkirkan sekitar Rp300 miliar.
“ Ini gak besar untuk Indonesia. Kita lihat saja, tapi kita dengan membangun kembali gedung ini dengan modal Rp300 miliar, saya yakin modal-modal berikutnya bisa di dapat dengan kolaborasi,” jelasnya.
Sembari menunggu dana pembangunan, PFN membuka peluang bagi pihak yang ingin menjadikan PFN sebagi ruang publik baru.
“Kita berharap public space semacam ini bisa dimanfaatkan. Dengan memanfaatkan apa yang ada ini kita bisa kolaborasi dengan beberapa pihak,” pungkasnya.