Peserta mengakses aplikasi belanja online Tokopedia saat Workshop Digital Marketing Mandiri Syariah kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jakarta, Selasa (14/11)./JIBI-Dwi Prasetya
Bisnis Style

Budaya Non tunai Terbentur Kesiapan Ekosistem Bisnis

Wike Dita Herlinda
Selasa, 9 Januari 2018 - 16:47
Bagikan

Mungkin sebagian dari Anda pernah mengalami periode dimana kartu kredit dan debit masih menjadi barang ‘eksklusif. Bisa jadi Anda sendiri pun pernah mengalami transaksi dalam jumlah besar dengan menggunakan bergepok-gepok uang tunai.

Masa-masa tersebut saat ini sudah jauh berlalu. Mayoritas masyarakat Indonesia sangat familiar dengan transaksi nontunai. Cukup ‘gesek’, dan barang atau jasa yang diinginkan sudah bisa dimiliki dalam sekejap.

Apalagi, setelah Bank Indonesia mulai mengenalkan uang elektronik pada 2009 untuk mendorong transaksi nontunai. Dalam lima tahun setelahnya, bank sentral juga melancarkan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT).  

Bisa dibilang, transaksi nontunai telah menjadi bagian integral dalam gaya hidup masyarakat modern. Mulai dari membayar tiket kereta, tol, pesawat, hotel, bahkan barang-barang kebutuhan sehari-hari dapat dilakukan tanpa harus menggunakan uang fisik.

Bahkan, pada 2020 pemerintah menargetkan tercapainya Masyarakat Digital melalui program Go Digital Vision. Hal tersebut mengindikasikan cashless society akan menjadi sebuah keniscayaan di Tanah Air, mengikuti tren yang sudah dilakukan negara maju seperti Prancis, Kanada, Inggris, dan Swedia.

Di lingkup Asia, negara pertama yang paling sukses menerapkan sistem masyarakat nontunai adalah China. Menurut prediksi Vice, Negeri Panda diproyeksi menjadi negara Asia pertama yang meninggalkan sistem tunai berkat kebijakan pengendalian internet oleh pemerintahnya.

Masyarakat China sudah terbiasa bertransaksi menggunakan WeChat Pay atau Alipay untuk berbelanja kebutuhan fesyen, barang konsumsi, bahkan untuk sekadar makan siang di warung atau membeli majalah di toko kelontong.

Lantas, bagaimana dengan di Indonesia? Apa perlunya mengejewantahkan budaya masyarakat nontunai dalam gaya hidup sehari-hari?

Menurut paparan dalam sosialisasi GNNT Bank Indonesia pada 2014, setidaknya ada empat manfaat nontunai. Pertama, manfaat keamanan dan kepraktisan. Kedua, menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash handling.

Sekadar catatan, setiap tahunnya bank sentral terpaksa menggelontorkan anggaran tak kurang dari Rp3,5 triliun untuk mencetak uang baru dan menggantikan uang kumal yang harus dihancurkan.

Ketiga, manfaat perencanaan ekonomi yang lebih akurat dan mudah dilacak. Keempat, meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian. Menurut Deputi Gubernur BI R. Maulana Ibrahim, sirkulasi uang yang cepat dalam masyarakat akan menstimulasi gairan dan pertumbuhan ekonomi.

Guna melembagakan penggunaan uang elektronik dalam gaya hidup sehari-hari masyarakat Indonesia, dibutuhkan ekosistem bisnis yang menunjang. Misalnya, ketersediaan alat transaksi nontunai yang memadai di setiap toko, restoran, dan situs-situs perdagangan elektronik.

“Menjamurnya toko online membuat pemerintah, pelaku bisnis, perbankan, dan masyarakat mau tidak mau harus beradaptasi dan menerima teknologi digital sebagai bagian dari aktivitas keseharian,” kata Content Marketer iPrice Group, Indah Mustikasari, kepada Bisnis.

Menurutnya, kehadiran perdagangan elektronik turut memicu perkembangan fintech di Tanah Air. Terbukti, saat ini sudah ada sederet startup lokal yang telah mengembangkan fintech yang dikemas dalam bentuk e-money untuk kemudahan transaksi barang dan jasa.

Salah satu startup fintech yang cukup berkembang saat ini adalah Doku. Dalam siaran persnya, perusahaan berbasis aplikasi ponsel pintar itu ingin menggenjot pasar e-commerce dengan fitur penghubung kartu kredit dan e-money yang dapat digunakan untuk berbelanja online dan offline.

“Kehadiran e-money membuat banyak sektor usaha berlomba-lomba mengembangkan layanan dompet elektronik yang bisa digunakan masyarakat; seperti saja Mandiri e-money, Flazz BCA, BNI Tapcash yang sudah cukup familiar di tengah masyarakat Indonesia,” lanjut Indah.

Selain itu, ada juga uang elektronik yang tidak berbasis kartu seperti NFC (Near Field Communication), QR Code, dan aplikasi. Setidaknya, ada 15 jenis uang digital yang saat ini telah akrab digunakan oleh masyarakat Tanah Air dalam keseharian.

Di luar angka tersebut, lanjut Indah, sebenarnya masih banyak startup yang juga meramaikan promosi gerakan nontunai. Misalnya saja Skye Mobile Money, MYNT, Veritrans, Kartuku, iPay88, Easypay, MCpayment, Padipay, Kinerjapay, Truemoney, Faspay, Xendit, Espay, Wallezz, Mimopay, Indopay, Firstpay, uNik, IPaymu, Sepulsa, Davestpay, Indomog, Kudo, Ayopop, Ovo, Nicepay, Hellopay, Kesles, dan masih banyak lagi.

“Bukan hanya pemain startup fintech saja, para pelaku perdagangan elektronik juga mulai mengembangkan fitur dompet elektroniknya sendiri. Misalnya Tokopedia dengan Tokoccash, Bukapalak dengan Bukadompet, dan Shopee dengan Shipeepay.”

Berbagai korporasi gigantis juga sudah mulai merambah bisnis fintech. Salah satu yang terbaru adalah OVO, yang diprakarsai oleh kelompok usaha Lippo. Ini adalah upaya dari grup konglomerasi tersebut untuk merekam data transaksi konsumennya.

Tidak hanya transaksi dalam bentuk online, tetapi juga pembayaran di toko-toko offline milik Grup Lippo. Melalui layanan tersebut, setiap kecenderungan jual beli yang dilakukan konsumen akan dapat dengan mudah dianalisis oleh perusahaan.

Grup Lippo berupaya mengimplementasikan budaya nontunai dalam gaya hidup masyarakat dengan membuat layanan fintech-nya lebih menarik bagi masyarakat. Misalnya melalui program poin atau reward khusus bagi setiap transaksi yang menggunakan OVO.

Layanan dompet digital berbasis aplikasi tersebut dapat digunakan di semua anak usaha Lippo, termasuk Matahari, Mataharimall.com, Maxx Coffee, Cinemaxx, Foodmart, Siloam Hospital, dan lainnya. Setiap transaksi dapat menghasilkan poin yang bisa ditukar dengan promo atau diskon.

Kendati belum cukup dikenal oleh masyarakat luas, OVO sudah mulai disosialisasikan di total 68 pusat perbelanjaan yang dimiliki oleh Grup Lippo. Salah satu programnya yang paling terkenal adalah promosi tarif parkir Rp1 seharian di seluruh Lippo Malls Indonesia (LMI) dengan menggunakan OVO.

“Kami bekerja sama dengan OVO untuk mengintegrasikan loyalty points, pembayaran digital, dan penawaran prioritas eksklusif. Selain itu, kami mengadakan penawaran parkir Rp1 seharian. Dengan aplikasi OVO, pembayaran parkir dapat dilakukan langsung di ponsel pintar sehingga pengunjung tak perlu lagi antre bayar parkir,” papar Corporate Public Relations Manager Lippo Malls Indonesia Nidia Niekmasari Ichsan.

Untuk semakin mempopulerkan budaya transaksi nontunai di kalangan konsumen Grup Lippo, lanjutnya, LMI turut memberi layanan cashback 30% dari nilai transaksi di ribuan gerai food and beverage dan fesyen yang telah bermitra dengan aplikasi uang digital tersebut.

Hambatan Ekosistem Bisnis

Bagaimanapun, untuk menjadikan masyarakat nontunai sebagai sebuah gaya hidup tidaklah gampang. Salah satu problematikanya adalah kesiapan masyarakat untuk beralih menggunakan dompet digital secara menyeluruh.

Indah mengatakan meskipun masyarakat Indonesia terlihat sudah ‘melek teknologi’, kenyataannya pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air masih kalah dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

“Penghambatnya adalah ekosistem bisnis dan jariangan infrastruktur seperti internet yang belum menyeluruh ke pelosok negeri. Selain itu, di beberapa daerah, tingkat literasi keuangan masih terbilang rendah. Padahal, masyarakat nontunai baru bisa tersebut kalau mereka memahami bagaimana melakukan tata kelola keuangan yang baik,” sebutnya.

Menurut survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016, literasi keuangan di Indonesia baru mencapai 29,66% dari total jumlah penduduk. Itu berarti baru sekitar 75 juta dari 240 juta penduduk yang sudah paham bagaimana mengelola keuangan dengan baik.

Belum lagi, masih banyak kalangan masyarakat yang lebih nyaman ‘memegang’ uang fisik dan bertransaksi tunai. Mereka menilai uang elektronik masih belum bersahabat untuk digunakan meskipun tingkat penggunaan ponsel pintar sudah sangat tinggi.

Berdasarkan riset iPrice Group, penggunaan dompet elektronik di Indonesia masih didominasi untuk kebutuhan cepat saji seperti belanja di minimarket, restoran, dan transportasi online. Adapun, rata-rata pengisian saldo dompet elektronik orang Indonesia adalah Rp50.000—Rp150.000 per bulan.

“Selain itu, masih banyak kalangan masyarakat yang lebih memilih membelanjakan uangnya di pasar tradisional, warung, dan toko kelontong yang belum menyediakan alat transaksi nontunai atau EDC [electronic data capture],” papar Indah.

Permasalahan lainnya, tak jarang di banyak tempat dijumpai alat EDC-nya sudah tersedia, tetapi SDM-nya tidak tahu cara mengoperasikannya. Misalnya saja, di stasiun KRL seringkali dijumpai orang-orang yang bingung bagaimana cara melakukan top up kartu KRL-nya.

Dari fenomena tersebut, tentunya kita dapat menarik kesimpulan bahwa tantangan Indonesia untuk mengejewantahkan masyarakat nontunai sebagai gaya hidup masih sangat banyak. Dibutuhkan transformasi sistem yang menyeluruh untuk menjadikan nontunai sebagai kebiasaan.

Selain itu, Indonesia membutuhkan regulasi keuangan yang adaptif dengan perkembangan teknologi dan mampu melindungi masyarakat dari penyalahgunaan transaksi uang elektronik yang dapat merugikan konsumen.

“Hadirnya banyak jenis uang elektronik di Indonesia adalah satu preseden baik. Namun, yang harus diperhatikan adalah sistem keamanan yang benar-benar melindungi konsumen baik dalam segi keuangan maupun identitas.”

Meskipun saat ini kita masih tertinggal dari Singapura, Malaysia, apalagi China; tidak menutup kemungkinan Indonesia bisa memberlakukan sistem masyarakat nontunai secara holistik ke depannya. Sebagai pasar raksasa, negara ini sudah menapaki arah yang benar dalam menjadikan sistem cashless sebagai bagian integral dalam gaya hidup sehari-hari.

Jenis Uang Elektronik di Indonesia:

Uang Elektronik

Berbasis Kartu

Berbasis Aplikasi/Mobile Payment

Mandiri E-Toll

ü

 

Indomaret Card

ü

 

BCA Flazz

ü

 

BNI Tapcash

ü

 

BRI Brizzi

ü

 

Mandiri E-Cash

 

ü

LINE Pay

 

ü

Dompetku Indosat Ooredoo

 

ü

XL Tunaiku

 

ü

Doku Wallet

 

ü

CIMB Rekening Ponsel

 

ü

Nobu E-money

 

ü

Sakuku BCA (QR Code)

 

ü

Finnet (QR Code)

 

ü

Telkomsel T-Cash (NFC)

 

ü

Sumber: diolah

Editor : Sutarno
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro