Bisnis.com, JAKARTA – Membanjirnya informasi yang belum valid yang menyebar di dunia maya ditengarai oleh lemahnya literasi digital para pengguna internet atau warganet.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatatkan bahwa sekitar 70% dari pengguna internet belum cukup memahami literasi digital.
“Inilah yang menyebabkan sejumlah informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atau informasi bohong (hoaks) tersebar dengan mudahnya di internet,” ujar Plt Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Riki Arif Gunawan dalam konferensi pers di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Dia mengungkapkan bahwa mekanisme penyebaran informasi melalui penyebaran media sosial menjadi cukup sulit untuk dicegah karena budaya warganet sangat cepat dalam membagikan informasi tanpa terlebih dahulu melakukan konfirmasi. Diakuinya, kecepatan tangan lebih cepat daripada keputusan pemeriksaan dari Kominfo.
Hal ini diakui pula oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto. Dia mengungkapkan bahwa para penyebar informasi yang belum bisa dipertanggungjawabkan di internet memiliki kaitan dengan latar belakang pendidikan yang kurang.
“Literasi terhadap pengguna media sosial penting. Data Kominfo menunjukkan 70% pengguna medsos, mohon maaf, pendidikannya hanya SMP,” tuturnya.
Di samping itu, Setyo menceritakan bahwa para pelaku penyebar hoaks yang telah tertangkap mengaku melakukan penyebaran informasi dengan alasan iseng.
“Apa yang disebarluaskan itu bikin mencekam dan meresahkan masyarakat dan dengan ringan mereka mengatakan iseng. Dengan keisengan ini berarti mereka tidak bisa memperkirakan dampaknya. Mereka iseng karena tidak memahami bahwa dunia cyber atau dunia maya adalah ruang publik, siapapun bisa masuk dan melihat,” jelasnya.
Oleh sebab itu, warganet seharusnya memahami segudang pasal yang bakal dikenakan jika melakukan penyebaran hoaks. Seperti Pasal 28 ayat 2 yang mengenakan sanksi hukuman pidana penjara selama enam tahun dan/ atau denda Rp 1 miliar.