Bisnis.com , JAKARTA - Karena keterbatasan akses buku secara fisik, adanya buku digital dinilai sebagai solusi untuk membantu memperluas jangkauan buku dalam rangka meningkatkan minat membaca buku.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh penulis Ika Natassa, penulis buku Antologi Rasa. Apalagi saat ini dari strata ekonomi manapun, smartphone telah menjadi kebutuhan primer.
"Dengan smartphone dia dapat mengakses bacaan gratis lewat berbagai platform. Jadi harusnya isu bahwa bacaan itu sulit diakses sebenarnya harusnya tidak menjadi isu lagi," kata Ika kepada Bisnis, Senin (18/3/2019).
Kendati begitu, Ika menilai buku secara fisik masih penting karena permasalahan buku digital berisiko lebih mudah dibajak. Dia berpendapat, diperlukan kesadaran orang bahwa untuk menghargai buku bukan hanya dengan sekadar membacanya.
"Tapi juga menghargai di balik proses penciptaan tersebut. Pada saat buku itu jadi dan dipegang di tangan kita, baik dalam bentuk digital maupun dalam bentuk fisik itu karena ada proses panjang yang dilalui," jelasnya.
Apalagi menurutnya, penulis membutuhkan riset yang bertahun tahun untuk menghasilkan karya yang berkualitas, ada beberapa proses yang harus dilalui seperti proses editing, hingga percetakan.
"Masih banyak orang yang menganggap bahwa yang penting karyanya dibaca. Padahal buat kita penulis kan sedih, udah capek sekian lama royalti juga nilainya nggak jauh jauh beda," katanya.
Dia mengatakan banyak orang yang menganggap royalti penulis besar. Dia mengatakan sebenarnya royalti buku sekitar 10%.
"Kalau misal harga buku Rp80.000, royalti Rp8000, terus dibajak kan sedih banget penulis" katanya.