Bisnis.com, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melakukan jajak pendapat pada 2017 dan menemukan hasil bahwa 39% mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia ternyata tertarik pada paham radikal.
“Akhir-akhir ini ada virus radikalisme dan intoleransi yang menjangkiti masyarakat kita, dan ini adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama,” kata Abdul Rochman Sekjen Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.
Sejauh ini, GP Ansor menjadi salah satu gerakan yang dengan konsisten mensosialisasikan antiradikalisme pada masyarakat.
Aktris Christine Hakim mengatakan bahwa toleransi merupakan tanggung jawab dari setiap warga negara Indonesia. Menurutnya, untuk menjaga toleransi di Indonesia, setiap orang harus mau mengambil andil untuk itu.
“Keberagaman bukanlah ciptaan manusia, itu adalah bukti nyata dari Tuhan yang Maha Pencipta,”ujarnya.
Dia mengatakan bahwa keberagaman adalah bagian dari peradaban manusia Indonesia merupakan anugerah yang seharusnya disyukuri.
Persoalan yang sering kali merusak toleransi adalah ketika manusia tidak bisa menerima perbedaan sebagai sebuah kebaikan. Hal ini yang kemudian menjadi keprihatinan bagi Christine melihat banyak generasi muda yang jatuh dalam kurangnya tenggang rasa.
“Kita selama ini belum mampu mensyukuri keberagaman yang kita miliki sebagai bangsa Indonesia,” katanya lagi.
Dia melihat bahwa kurangnya penghargaan terdapat keberagaman itu sering kali bermula dari ketidaktahuan akan sejarah bangsa. Sebagai aktris yang terlibat dalam film-film sejarah, Christine rupanya menyadari betapa besarnya perjuangan pahlawan bangsa untuk mempertahankan Nusantara.
Lewat Film
Keprihatinan terhadap tingginya generasi baru yang terpapar radikalisme dan intoleransi di negeri ini membangkitkan inisiatif ketua umum PP GP Ansor Gus Yaqut, produser Robert Ronny, aktris Christine Hakim, komedian Arie Kriting, dan desainer Jehanara Nasution untuk melalukan sosialiasi mengenai toleransi melalui film.
Mereka bekerja sama untuk memproduksi sebuah film dengan cerita sederhana namun bermakna bertajuk Bumi Itu Bulat.
Produser Robert Ronny mengatakan bahwa dewasa ini telah terjadi gap yang besar dalam persaudaraan sesama warga negara Indonesia karena perbedaan agama dan etnis.
“Masalah intoleransi ini menjadi masalah kita bersama, yang harus kita pedulikan sama-sama karena masalah toleransi sangat dekat dengan kehidupan kita,” kata Robert.
Dia menilai bahwa masalah intoleransi di Indonesia sudah makin serius. Menurutnya, telah terjadi persinggungan antara suku, ras, dan agama di masa kini, yang sebetulnya tidak terjadi di masa lampau.
“Itulah sebabnya saya ingin berkontribusi menyosialisasikan toleransi melalui pembuatan film,” katanya.
Desainer Jenahara menyatakan dukungannya dalam pembuatan film ini sebagai perwakilan kaum milenial. Menurutnya kaum milenial memiliki kekuatan untuk menyuarakan suara, termasuk soal toleransi.
“Kita hidup berdampingan dengan perbedaan, harapannya setiap kaum milenial lebih bijak dalam menghadapi perbedaan,”kata Jenara.
Dia berharap film Bumi Itu Bulat dapat menjadi media yang tepat untuk menyampaikan pesan toleransi. Arie Kriting berpendapat bahwa sikap toleransi merupakan soal keadilan.
"Penting sekali menjadi orang adil untuk menjadi orang yang toleran," kata Arie.
Dia mengajak setiap orang untuk hidup adil kepada orang lain, sekalipun terdapat perbedaan.
Film Bumi Itu Bulat menceritakan kisah tentang Rahabi (Rayn Wijaya) yang memiliki grup musik Rujak Acapella dengan anggota yang berbeda latar belakang. Rujak Acapella terdiri dari Hitu seorang muslim Ambon, Markus seorang Kristen Tionghoa, Sayid seorang Minang dan muslim Muhammadiyah, serta Tiara gadis berhijab.
Menurut Robert, film ini tidak bermuatan cerita yang berat. Ceritanya sebenarnya simpel dan ringan, tetapi bermakna mendalam. Bumi Itu Bulat tayang di bioskop hari ini, Kamis (11/4/2019).