Bisnis.com, AMBON--Situs gambar cadas purbakala di Desa Kaimear, Pulau Kaimear, Kecamatan Pulau-Pulau Kur, Kota Tual dilaporkan terancam rusak akibat pengaruh alam dan aksi vandalisme yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
"Berdasarkan pengamatan di situs tampak lebih banyak kerusakan pada gambar cadas," kata Arkeolog Wuri Handoko dari Balai Arkeologi Maluku, di Ambon, Senin (15/4/2019).
Situs gambar cadas atau rock art di gua ceruk tebing tepi pantai Pulau Kaimear baru didata oleh Balai Arkeologi Maluku pada September 2018. Situs ini diketahui memiliki jumlah gambar, motif dan ragam terbanyak yang pernah ditemukan di wilayah Maluku, bahkan lebih banyak dari yang pernah ditemukan di Ohoidertawun, Pulau Kei Kecil pada 1988.
Menurut Wuri, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Maluku, pada sisi kiri gua atau bagian Barat, tampak lebih banyak kerusakan gambar cadas yang ditandai banyaknya gambar cadas yang terlihat tidak jelas, seperti terjadi pengelupasan warna (pigmen) gambar cadas.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terpaan sinar matahari langsung terutama pada saat siang dan sore hari.
Selain gambar yang mulai mengelupas, kerusakan lain di situsadalah pada beberapa bagian panel dinding gua terdapat banyak coretan-coretan (vandalisme) yang dilakukan oleh masyakat lokal saat mengunjungi lokasi situs.
"Ketidakpahaman masyarakat mengenai makna penting gambar cadas, membuat mereka tak peduli. Pada umumnya, masyarakat tidak menganggap penting dan sebatas mengetahui keberadaannya tanpa memahami nilai pentingnya untuk menjaga atau melestarikannya," ujarnya.
Menurutnya, gambar-gambar cadas purbakala di Pulau Kaimear menampilkan bentuk figuratif dan non figuratif. Bentuk figuratif di antaranya adalah bentuk manusia, perahu, bentuk cap tangan dan hewan. Sedangkan bentuk non figuratif diantaranya berupa bentuk garis, titik dan lingkaran.
Bentuk gambar manusia terdiri dari bentuk manusia biasa, manusia tinggi (jangkung), manusia dengan membawa atribut peralatan semacam senjata, manusia dengan pikulan, manusia menari dan wajah manusia berbentuk bulat dan segitiga.
Sementara bentuk gambar binatang pada umumnya menampakkan gambar yang sulit untuk diidentifikasi.
Penduduk setempat, kata Wuri, pada awalnya hanya memahami bahwa gambar cadas di dinding gua yang ada adalah buatan orang-orang yang bersembunyi pada masa kedatangan orang-orang Portugis pada masa lalu.
Meskipun tidak ada hubungan kontekstual dengan adanya gambar cadas di Pulau tersebut, menurut penjelasan penduduk lokal, Pulau Kaimear dianggap sebagai "pulau rebutan", yakni pulau yang diperebutkan untuk dihuni atau dimiliki oleh banyak penduduk dari tempat lain.
Tidak diperoleh informasi lebih jelas, mengapa penduduk menyebutnya sebagai pulau rebutan atau pulau yang diperebutkan."Bagi penduduk ceruk gambar cadas hanyalah tempat yang menarik untuk berwisata," ucapnya.
Lebih lanjut Wuri mengemukakan kondisi Desa Kaimear di Pulau Kaimear tergolong terpencil. Berada jauh dari pusat administratif Kota Tual menyebabkan kondisi desa tersebut masih terisolir, terbatas dari akses komunikasi jarak jauh, energi listrik dan sumber air bersih.
Pada musim kemarau, penduduk harus mengambil air bersih di Pulau Kur yang berada di ibukota kecamatan Pulau-Pulau Kur, dengan jarak tempuh rata-rata satu jam perjalanan laut menggunakan perahu.
Untuk menyeberangi ke Pulau Kur yang berjarak 20 kilometer yang dipisahkan oleh selat yang terbuka, merupakan tantangan tersendiri, terutama pada musim-musim ombak sedang tinggi.
Dalam sebuah perbincangan dengan penduduk di Kota Tual, kata Wuri ada isu yang berkembang tentang upaya pemerintah Kota Tual merelokasi penduduk dari Pulau Kaimear, tapi isu tersebut kemudian tidak pernah terdengar lagi.
"Sejak kedatangan tim penelitian arkeologi Balai Arkeologi Maluku pada awal September 2018, penduduk menganggap situs gambar cadas Pulau Kaimear menjadi harapan baru bagi mereka. Di tengah segala keterbatasan saat ini, diharapkan menjadi pintu masuk perhatian pembangunan di pulau itu," ujarnya.