Bisnis.com, JAKARTA—Seorang teman baru menyadari dia memiliki fobia terhadap lubang saat mengendarai sepedanya di belakang truk.
Persoalannya bukan truknya, tetapi apa yang dibawa di dalam truk itu, yakni sekumpulan bambu. Lubang-lubang bambu yang terpola di belakang truk membuatnya bergidik ngeri, gemetar, dan cemas. Belakangan, dia baru sadar bahwa itu adalah gejala tryphophobia.
Trypophobia adalah fobia yang ditandai dengan keengganan atau ketakutan berlebihan terhadap kelompok lubang kecil, benjolan, atau pola tertentu. Orang dengan trypophobia merasa jijik, ketakutan, dan ngeri ketika melihat pola-pola yang tersusun rapi, khususnya yang berbentuk lubang.
Rasa takut akan lubang atau pola ini memicu ketakutan yang menimbulkan gejala yang tak menentu seperti mual, gatal, berkeringat, gemetar, bahkan mengalami serangan panik dan cemas. Walau ketakutan adalah gejala yang umum, ketakutan yang dialami oleh orang dengan trypophobia pada umumnya sangat luar biasa besar. Bahkan ketakutan dan kengertian dapat muncul tanpa melihat objek yang nyata secara langsung. Secara visual melihat objek lubang di kertas atau online, dapat memicu ketakutan yang nyata.
Studi dalam jurnal Psychological Science 2013 menemukan bahwa angka kejadian trypophobia sesungguhnya sangat umum. Banyak orang yang mengalami ketakutan saat melihat sarang lebah, stroberi, biji bunga teratai, delima, gelembung, mata serangga, karang, gelembung plastik, biji buah-buahan, pola pada pakaian, dan lain-lain.
Trypophobia dapat menyebabkan gejala yang berkaitan dengan rasa takut, jijik, atau keduanya. Selain mengalami gejala seperti rasa takut dan jijik, orang dengan trypophobia juga akan sering mengalami perubahan perilaku seperti menghindari benda pemicu. Katakanlah dia menghindari makan makanan tertentu seperti stroberi.
Penyebab trypophobia kemungkinan besar dari respons evolusioner pada manusia. Orang menganggap bahwa pola lubang atau benjolan adalah kondisi yang tidak menyenangkan dan berbahaya. Hal ini menyebabkan banyak orang merasa jijik dan takut terhadap lubang itu.
Teori lain menyebutkan bahwa lubang dan pola terlihat mirip seperti hewan berbahaya sehingga secara tidak sadar orang merasa ketakutan yang berlebihan. Sebagian orang menganggap bahwa lubang-lubang itu berkaitan dengan penyakit kulit.
Untuk mengatasi persoalan ini, belum ada pengobatan khusus yang terbukti efektif. Penanganan yang dilakukan biasanya merujuk pada penanganan fobia pada umumnya. Terapi perilaku kognitif bersama terapis juga dapat dilakukan. Pada sebagian orang pemberian obat-obatan juga diperlukan, khususnya jika fobia ini sudah mengarah pada depresi dan kecemasan.