Bisnis.com, JAKARTA – Tantangan keluarga masa kini makin beragam. Teknologi menawarkan dunia tak terbatas untuk dijelajahi seiring dengan zaman yang melaju begitu cepat. Mau tidak mau keluarga pun harus selaras dengan kemajuan zaman yang menuntut kemampuan dan keterampilan di segala bidang.
Anak-anak harus disiapkan sejak dini untuk memiliki kecakapan multiliterasi yakni baca-tulis, numerasi, sains, finansial, dan budaya-kewargaan agar mereka bisa menghadapi dunia masa kini dan masa depan dengan maksimal.
Psikolog Anak dan Remaja Monica Sulistiawati dari Personal Growth, mengungkapkan bahwa poin penting dalam menciptakan budaya multiliterasi adalah membaca dan menulis, yang kemudian dilanjutkan dengan numerasi.
Baca Juga Pasien Penderita Hepatitis A Bisa Sembuh |
---|
Baca-tulis dan numerasi adalah pintu pembuka dan penentu seseorang dapat memahami bidang dan keterampilan lainnya. Kemampuan literasi berkorelasi positif dengan kecerdasan akademik dan bahasa, fleksibilitas berpikir, kemampuan berpikir kritis, keluasan wawasan, kreativitas, dan kemampuan sosial-komunikasi yang mendukung kesuksesan di bidang lainnya.
Namun, untuk menciptakan keluarga yang melek literasi harus dimula dari kesadaran pribadi dari orang tua.
Pengalaman Literasi Orang Tua
Menurut laporan The National Center for Education Statistics (NCES) Amerika Serikat, minat literasi anak dapat ditelusuri melalui pengalaman literasi orang tuanya pada masa lalu.
Ketika orang tua merasa tidak nyaman dengan kegiatan membaca sejak awal kehidupannya, mereka juga cenderung tidak membacakan buku untuk anak-anaknya. Artinya tanpa orang tua yang memahami pentingnya literasi, tidak akan tercipta budaya literasi dalam keluarga.
“Budaya literasi berawal dari minat individual dan motivasi internal, bukan sesuatu yang bisa berkembang sendiri,” kata Monica.
Sementara itu pada anak-anak minat literasi dapat tumbuh apabila mereka diberikan contoh konkret dan praktis dan terlibat dalam aktivitas literasi sejak dini. Anak-anak akan merasakan kenikmatan dan ketertarikan lebih lanjut terhadap kegiatan membaca, menulis, menghitung, serta kecakapan literasi lainnya sejak dini.
Berikan Soft Book
Monica mengatakan bahwa pembentukan generasi cinta baca dapat dilakukan sedini mungkin, bahkan dapat dimulai dari usia 0 tahun dengan cara mendongeng. Nanti setelah anak berusia 6 bulan, orang tua mulai dapat melangkah dengan memberikan anak soft book yang tidak mudah robek untuk bermain. Buku jenis ini biasanya memiliki gambar berwarna sehingga anak lebih tertarik.
“Pada usia 1 tahun, orang tua dapat membacakan buku cerita bergambar yang menarik, dengan tekstur halaman yang beragam dan berwarna sehingga anak tertarik untuk menyentuh, meraba, dan merasakan sendiri gambar atau cerita itu.”
Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita Jakarta, Lucia Nauli Simbolon mengatakan bahwa pada usia 1 tahun, anak akan mulai belajar berbicara.
Di Usia Berapa Dimulai?
Pada masa ini anak pada umumnya senang menunjuk benda. Inilah saat yang tepat untuk mengajak anak membaca dan memperkenalkan benda yang ditunjuknya.
“Pada usia 0—2 tahun, anak itu sangat mampu menangkap isi cerita yang dibacakan, asalkan orang tua konsisten.”
Dia menganjurkan agar orang tua secara rutin membacakan buku dengan satu bahasa terlebih dahulu agar anak tidak bingung. Orang tua juga tidak perlu menargetkan anak bisa membaca di usia yang masih sangat belia.
Sekalipun orang tua sangat bersemangat menciptakan budaya literasi pada diri anak, bukan berarti membaca adalah sebuah paksaan. Lucia menyarankan agar suasana membaca pada usia dini itu menjadi kegiatan yang menyenangkan. “Karena pada masa ini mereka masih mengenal gambar, walau memang beberapa anak yang daya tangkapnya lebih biasanya bisa mengenal huruf juga,” katanya.
Tantangan dari Orang Dekat
Persoalan yang sering muncul dalam membangun budaya literasi dalam keluarga justru sering kali berasal dari orang sekitar. Padahal lingkungan sangat memengaruhi terbentuknya budaya literasi.
Monica mengatakan bahwa lingkungan yang tidak memahami pentingnya budaya literasi biasanya menjadi penghambat kemajuan literasi keluarga. Hal ini juga yang membuat banyak anak-anak lebih senang bermain dengan gawai ketimbang membaca.