Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia seringkali digambarkan sebagai kekuatan ekonomi terpadat di Asia Tenggara dengan peluang pasar yang terus bertumbuh, termasuk pasar kosmetik dan perawatan kulit (skincare) yang diprediksi bakal menduduki peringkat lima besar terbesar di Asia.
Berdasarkan data dari laporan Euromonitor bertajuk Beauty and Personal Care in Indonesia, diperkirakan nilai pasar pada kategori tersebut bakal terus naik hingga 41% pada 2022 dengan nilai sebesar US$8,27 miliar.
Adapun, Kementerian Perindustrian memprediksi ekspor produk kosmetik bakal meningkat hingga 9% pada tahun ini dan terus tumbuh pada kisaran 7,2% per tahun hingga 2021 mendatang.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh 6Estates – sebuah perusahaan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) asal Singapura – bersama Science Art Communication, menunjukkan bahwa terjadi perubahan tren para konsumen perempuan Indonesia terkait produk kosmetik dan skincare.
Director Consumer Market & Insight 6Estates Rachel Zhou mengungkapkan temuan pertama yakni mulai bersinarnya produk kosmetik dan skincare lokal di pasar dalam negeri. Hal tersebut, terlihat dari perubahan kuantitas merek yang dibincangkan konsumen di dunia maya.
Pada 2014, hanya ada 2 merek lokal dari 10 merek secara umum yang dibincangkan yakni Wardah dan Viva. Sementara, pada 2018 terdapat 6 merek lokal dari 10 merek keseluruhan yang mulai diperhatikan konsumen perempuan yaitu Wardah, Make Over, Purbasari, Pixy, Viva, dan Emina.
Zhou menjelaskan ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perubahan tren konsumsi dari produk luar negeri menjadi produk lokal.
Faktor pertama, perempuan Indonesia mulai menyadari kecantikan etnis atau lokal dengan warna kulit yang lebih beragam.
“Dulu semua perempuan pengen tampil dengan kulit putih untuk terlihat cantik, tapi sekarang tidak begitu. Di Indonesia perempuannya mulai menyukai tone yang lebih etnik misalnya warna kuning langsat atau cokelat. Jadi tidak melulu putih lagi sekarang, dan brand lokal lebih provide itu,” katanya.
Faktor kedua, adalah perempuan muslim saat ini lebih cerdas dan berhati-hati dalam pemilihan produk kecantikan dan skincare. Zhou menyebut beberapa hal yang sering digaungkan terkait hal ini adalah bahan yang tidak mengandung alkohol, tidak mengandung bahan dari hewan, dan label halal.
Selain itu, Zhou juga mengungkapkan tren lain yang terkait perilaku konsumen perempuan terhadap produk kecantikan dan perawatan kulit, bahwa terjadi peningkatan percakapan tentang bahan-bahan produk skincare.
Hasil riset tersebut, menunjukkan terjadi peningkatan percakapan daring tentang bahan skincare dari angka 15,7% pada 2014 menjadi 20,6% pada 2018. Angka ini juga diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 22,6% pada 2020.
Enam bahan yang paling sering dibicarakan konsumen perempuan Indonesia adalah Azelaic Acid, Spirulina, Orchid, Aloe Vera, Niacinamide, dan Arbutin.
Terkait hal ini, Zhou menggarisbawahi beberapa hal yang menjadi pendorong peningkatan percakapan tentang bahan-bahan produk skincare. Pertama, perempuan di Indonesia yang lebih ilmiah akibat dampak kemudahan akses informasi.
Kedua, konsumen yang lebih memilih untuk menggunakan produk kecantikan dan perawatan kulit dengan bahan-bahan alami. Alhasil, mereka mulai banyak melakukan pencarian dan percakapan tentang hal tersebut.
Ketiga, merek asal Korea yang mendapatkan sambutan positif masyarakat Indonesia. Apa hubungannya? Zhou menerangkan bahwa Korea menjadi salah satu pelopor yang melakukan promosi produk dengan memberikan penjelasan bahan atau kandungan dan khasiat yang bisa didapatkan.
“Ini memang sudah banyak dilakukan perusahaan konvensional, tapi beberapa merek asal Korea ini meng-highlight bahan dan kandungan produk mereka secara maksimal sehingga orang jadi terpengaruh dan mulai memerhatikan hal tersebut,” ujarnya.