Bisnis.com, JAKARTA - Guna mengatasi masalah stunting di Indonesia, The Habibie Center merekomendasi tujuh terobosan kebijakan. Stunting adalah kondisi tinggi badan yang jauh di bawah standar usia seharusnya akibat kekurangan gizi kronis.
Associate Fellow di The Habibie Center Widya Leksmanawati Habibie, di Jakarta, Jumat (15/11/2019) mengatakan tingginya angka stunting adalah cerminan ketidaksetaraan sosial dan hal ini berkaitan erat dengan demokratisasi.
“Maka dari itu, The Habibie Center menyampaikan 7 rekomendasi terkait penanganan stunting,” kata Widya.
Tujuh teroboaan yang dimaksud yakni :
- pertama, penimbangan dan pengukuran balita setiap bulan di Posyandu
- kedua, kelengkapan alat ukur sesuai standar WHO
- ketiga, pengesahan revisi PMK Antropometri Anak untuk deteksi tumbuh kembang balita
- keempat, memperbaiki buku KIA untuk memperbaiki pola MPASI dengan protein hewani
- kelima, pemberian bantuan protein hewani termasuk susu untuk keluarga dengan balita
- keenam, pelatihan dokter, bidan, ahli gizi, dan kader untuk mendeteksi stunting dengan intervensinya serta penyediaan PKMK untuk kondisi yang menyebabkan stunting seperti gizi buruk, gizi kurang, gagal tumbuh, alergi, prematur, sampai kelainan metabolik
- ketujuh, meningkatkan anggaran intervensi gizi spesifik dalam anggaran stunting bukan hanya 30 persen tetapi misalnya 50:50
Widya juga menekankan keterlibatan sumbangsih pemikiran dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk berkomitmen mempercepat pencapaian penurunan angka prevalensi stunting nasional.
“Tugas kita bersama untuk mengawal implementasi prioritas alokasi anggaran untuk menyediakan intervensi gizi spesifik, termasuk suplementasi ini. Dengan anggaran yang efektif, akan semakin banyak anak yang tertolong dan mendapatkan hak mereka untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal dan sehat melalui penanganan gizi yang tepat,” kata Widya.
Pencegahan stunting menjadi agenda besar pemerintah di bidang kesehatan, terlebih setelah Presiden Joko Widodo mendesak penanggulangan stunting dan mengimbau untuk fokus kepada hasil saat pengenalan kabinet Indonesia Maju awal bulan lalu.
Tingkat prevalensi stunting sebesar 30,8 persen Indonesia (Riskesdas 2018) menunjukkan perlunya lebih banyak upaya efektif yang dilakukan guna menanggulangi masalah tersebut.
Damayanti R. Syarif, Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik, FKUI RSCM, menjelaskan, untuk mencegah stunting, diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang, hingga intervensi gizi.
“Selain permasalahan asupan nutrisi, kondisi penyakit tertentu dapat meningkatkan risiko stunting karena dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan nutrisi maupun kemampuan anak menyerap nutrisi yang dikonsumsi. Dalam kondisi seperti ini, anak membutuhkan intervensi gizi yang memang sudah terbukti dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan anak,” kata Damayanti.
Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Sofian Effendi mengatakan menjadi tugas bersama untuk menjaga anggaran kesehatan sebesar 5,2 persen dari APBN sebesar Rp220 triliun sehingga akan bisa menghasilkan kondisi kesehatan masyarakat yang baik.
“Kebijakan publik perlu diintervensi dengan semangat demokratisasi, sehingga implementasi dalam bidang kesehatan sangat diperlukan,” ujarnya.
Inti Mudjiati, Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, menyatakan, pertengahan tahun ini, Kementerian Kesehatan telah mengesahkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit.
“Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan risiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stunting,” kata Inti.
Peraturan ini, ujar Inti, adalah upaya terobosan pencegahan stunting dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai sasaran dan pembiayaan untuk mendorong implementasinya.
Penggunaan PKMK sebagai tata laksana intervensi gizi spesifik bukan tanpa alasan. PKMK adalah pangan olahan yang diproses atau diformulasi secara khusus untuk manajemen medis yang dapat sekaligus sebagai manajemen diet bagi anak dengan penyakit tertentu.
Selain merupakan alternatif nutrisi sumber protein hewani yang padat nutrisi dan dapat dikonsumsi dengan mudah oleh anak, intervensi melalui PKMK yang sudah teruji dapat meningkatkan pertumbuhan anak.
Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi menuturkan terdapat dua prioritas utama di bidang kesehatan yang sudah dituangkan dalam RPJMN 2020-2024.
Dua prioritas dimaksud yaitu penurunan angka kematian ibu dan penurunan prevalensi stunting.
“Kami memiliki target yang cukup ambisius untuk menurunkan stunting hingga 19 persen pada tahun 2024 dan hal ini perlu diikuti dengan intervensi yang konvergen. Jika tidak, potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya akibat stunting adalah 2-3 persen dari GDP,” kata Subandi.
Stunting adalah kondisi yang bersifat irreversible atau tidak dapat diperbaiki setelah anak mencapai usia dua tahun.
Jika terdeteksi mengalami penurunan berat badan (weight faltering), anak harus segera ditangani secara medis sehingga dokter dapat mencari penyebab kondisi tersebut dan menemukan solusinya.