Bisnis.com, JAKARTA — Tokoh properti Indonesia yang juga dikenal sebagai Bapak Wirausaha atau entrepreneur, Ciputra bepulang pada pada Rabu (27/11/2019) di Singapura. Pendiri Ciputra Group itu meninggal pukul 01.05 waktu Singapura.
Semasa hidupnya, Ciputra kerap membagikan pengalamannya menekuni dunia usaha. Baginya, entrepreneur sebagai suatu cara hidup. Menjalani cara hidup entrepreneur nyatanya bukan bisa disebut perkara mudah, butuh latihan keras dan konsistensi.
Dalam wawancara dengan Bisnis pada Agustus 2017, Ciputra berpendapat entrepreneurship adalah salah satu cara memajukan bangsa. Indonesia, menurutnya, masih sangat membutuhkan entrepreneur guna menumbuhkan ekonomi dan membuka lapangan kerja.
Dengan jumlah entrepreneur yang masih di bawah 2%, menurut pengusaha properti ini, Indonesia harus memberikan perhatian lebih pada perkembangan entrepreneur. Menurutnya, terdapat tiga faktor penting yang bisa membentuk mentalitas entrepreneur.
“Ada tiga jalan yakni orangtua, lingkungan, pendidikan. Bapak saya entrepreneur, om saya entrepreneur walau mereka tidak ada pendidikan,” ujarnya, kepada Bisnis.
Ciputra sedikit mengenang perjalanan hidupnya sebagai seorang anak kecil yang lahir di ruko tempat orangtua berdagang. Ciputra kecil telah akrab dengan barang dagangan seperti gula, garam, telur dan lainnya.
Pengalaman masa kecil itu membentuk mentalitas kuat untuk berjuang karena memahami bahwa mencari uang bukanlah pekerjaan mudah. Sejak kecil, Ciputra telah akrab dengan nilai uang.
“Entrepreneur bukan bakat, itu ilmu kehidupan, ilmu survive,” imbuhnya.
Pengalaman hidup itu membuat Ciputra mengajukan pertanyaan reflektif terkait dengan cara mendidik anak menjadi entrepreneur.
Dia menyebutkan ketika orangtua mengajak anak ke pusat perbelanjaan, ada tiga pertanyaan yang harus diajukan.
“Toko mana yang paling bagus? Toko mana yang paling ramai? Kalau kalian membuat toko, toko apa? Apa pernah anak Anda dilatih begitu? Enggak pernah,” paparnya.
Untuk pendidikan, Ciputra melalui Universitas Ciputra mengembangkan pola yang sangat berbeda. Ketika orientasi mahasiswa, para mahasiwa akan diberi uang Rp4 juta kemudian diutus ke pasar selama seminggu. Uang tersebut diharapkan dapat dikembangkan dengan melihat langsung peluang dan kondisi pasar.
“Begitu cara kami melatih orang. Apa kalian pernah dilatih orangtua begitu? Enggak ada. Sejak kecil, bapak saya mengatakan [jualan] kita laku sekian, untung sekian, kita sudah mengerti tentang nilai uang. Kalian [sejak kecil] sudah dibilang jadi polisi, guru ya?” tuturnya.