Bisnis.com, JAKARTA – Pelukis kaki asal Salatiga, Jawa Tengah, Sabar Subadri, akan menggelar pameran tunggal bertajuk “Spirit Kehidupan”.
Ajang Solo Art Exhibition ini dimaksudkan untuk memperingati Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca) dan diinisiasi Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Kepemudaan Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini rencananya dibuka Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Pameran tunggal ketiga Sabar Subadri ini digelar pada 3 – 5 Desember 2019 di Mal Ciputra, Simpang Lima, Semarang, Jateng.
Pelukis kelahiran Salatiga 4 Januari 1979 ini sebelumnya sudah sering berpameran bersama maupun tunggal di berbagai kota baik di dalam negeri maupun mancanegara antara lain, berpameran bersama di Gedung Bentara Budaya (Jakarta, 1989), Gedung Sekretariat Asean (Jakarta 1996), Plaza Sinar Fontana (Surabaya 1998), Plaza Bapindo (Jakarta, 2001), Gedung WTC (Jakarta, 2002).
Selain itu di Hotel Papandayan (Bandung, 2006), Suntec Auditorium (Singapura, 2012), Gedung Jogja Gallery (Yogyakarta, 2012), Istana Hofburg (Wina, 2013), Hotel JS. Luwansa (Jakarta, 2013), Gedung Nusantara I Senayan (Jakarta, 2016) dan Museu Maritim, (Barcelona 2017).
Adapun pameran tunggal pertamanya bertajuk "Natura Esoterika" digelar di Gedung Jogja Gallery (Yogyakarta, 2013) dan pameran tunggal kedua bertema “Local View“ di Gedung Pertemuan Daerah (GPD) Salatiga (Salatiga, Juli 2019).
Selain itu, pulahan karyanya yang mengusung tema tentang alam dan manusia sudah dicetak dalam bentuk kartu ucapan maupun kalender.
Karya-karya Sabar Subadri dikoleksi para kolektor dari selebrit, pejabat dan pebisnis antara lain Arswendo Atmowiloto, Andika Pratama, Ivan Gunawan, GKR Hemar, Ganjar Pranowo, Dey Mulyana, M. Riyadi, dan Rony Handoyo.
Sabar yang terlahir tanpa dikaruniai kedua tangan ini melukis dengan kakinya. Dia merupakan salah satu dari sembilan pelukis Indonesia yang sejak 1989 tergabung dalam Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA).
Pada 1989, Sabar diajak turut serta dalam pameran bersama angota AMFPA Indonesia di gedung Bentara Budaya, Jakarta. Berselang 2 tahun kemudian, pada 1991, saat berusia umur 12 tahun, Sabar menjadi student member AMFPA dan menerima beasiswa untuk mengembangkan keterampilannya di bidang lukis.
Pada 2011 Sabar diangkat menjadi anggota terasosiasi AMFPA dan terus berjuang untuk mencapai anggota penuh. Dengan menjadi anggota AMFPA Internasional, Sabar telah beberapa kali mengikuti pameran lukisan di mancanegara.
Pada Agustus 2015, Sabar membuka galeri pribadinya dengan nama Galeri Sabar Subadri “Saung Kelir”, di Klaseman, Kecamatan Sidomukti, Salatiga.
Galeri yang memajang puluhan karya ini diresmikan oleh Wali Kota Salatiga Yulianto dan sempat dikunjungi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Di galeri miliknya itu, puluhan lukisan hasil karyanya dipajang. Lukisan itu dijual dengan harga bervariasi mulai Rp 3 juta hingga Rp 50 juta.
Menurut pelukis beraliran naturalis ini sebagaimana keterangan tertulis yang diperoleh Bisnis pada Senin (2/12/2019), pameran tunggal “Spirit Kehidupan” akan menampilkan 32 karya lukisnya.
Pameran tunggal ini, kata Sabar, sebagai penanda perjalanannya dengan karya tanpa henti. “Pameran ini juga menegaskan aku mampu berbuat sesuatu. Bukan seperti yang dilabelkan sebagai disabilitas itu. Untuk menyebut kami cacat tidak usah basa-basi minta maaf, itu fakta. Aku bukan disabilitas, bukan pula difabel. Aku cuma cacat, itu saja,” paparnya.
Selain melukis, Sabar juga menggeluti dunia sastra, beberapa karya cerpennya masuk dalam buku antologi bersama "Membidik Bintang" (Narata Karia, 2014), "Let Go", (Narata Karia, 2014). Sabar juga menerbitkan karya “Memoar Sabar Subadri Seorang Pelukis Kaki” (Narata Karia, 2015) dan Antologi Cerpen "Tanpa Mimpi" (Narata Karia, 2019). Sedangkan penghargaan yang diraihnnya berupa penghargaan “Liputan6 Awards 2015, kategori Pantang Menyerah.
Cita-cita dan harapannya ke depan, kata lelaki yang mempersunting Sakuna jadi belahan jiwanya, seperti judul antologi cerpennya yang berjudul “Tanpa Mimpi”.
“Saya tidak menjalani hidup dengan mimpi. Sebab saya yakin dengan hukum sebab akibat. Maka saya fokus dengan tindakan saya saat ini. Apa yang saya kerjakan saya lakukan sebaik-baiknya. Kelak akan berbuah baik bagi saya juga. Saya cuma mau menambah setitik warna ke dalam spektrum riwayat dunia. Karya dan perbuatanlah yang membesarkan nama bukan sebaliknya,“ paparnya.