Bisnis.com, JAKARTA - Teknologi seperti pisau bermata dua, di satu sisi membawa kemudahan dan kesenangan, dan di sisi lain menyimpan potensi merusak.
Dari riset dasar, pengembangan, hingga upscaling dan produksi, hasil teknologi baru selalu menghasilkan produk samping yang tak terpakai. Pun pada pemanfaatan suatu produk hingga fungsinya selesai juga menghasilkan limbah.
Demikian juga di bidang teknologi bahan dan sediaan obat. Limbah obat dan sediaanya bisa berupa bahan baku, sediaan obat kedaluwarsa, maupun sisa obat yang tidak terpakai.
Sebagai contoh mudah, penulis akan menyajikan permasalahan akibat penggunaan dan pembuangan antibiotika, kontrasepsi, dan obat kanker kemoterapi yang tidak terkendali.
Limbah Antibiotika
Sejak ditemukannya penisilin pada 1929 oleh Pak Alexander Fleming, dunia diselamatkan dari penyakit infeksi bakteri dan selanjutnya menjadi sangat tergantung dengan antibiotika.
Apalagi Indonesia yang merupakan negara tropis yang suhu dan kelembabannya membuat bakteri hidup sejahtera dan ceria.
Secara umum pengembangan obat meliputi proses isolasi, sintesis dan produksinya melibatkan mikroorganisme, reagen atau bahan kimia padat maupun cair, yang tentu menghasilkan limbah.
Setelah bahan baku telah siap, maka bahan baku antibiotika tersebut dibuat bentuk sediaan sirup, tablet, kapsul, atau injeksi yang semuanya memerlukan bahan tambahan lain dan proses produksi yang cukup panjang.
Kemudian hasilnya didistribusikan ke pasien lewat RS dan apotek. Apakah semua produk tersebut habis digunakan? Tentu tidak. Ke mana dibuang? Dipendam ke dalam tanah, dibakar, atau dialirkan pada saluran air.
Hanya sebagian yang diolah dengan metode pengolahan limbah karena setelah beredar di masyarakat pembuangannya seringkali tak lagi bisa dikendalikan.
Lalu apa akibatnya? Senyawa aktif tersebut mencemari lingkungan. Bakteri tanah dan air sebagian ikut mati namun sebagian lagi tambah kuat dan makin kuat.
Sehingga jika bakteri menjadi super-bakteri, semua penyakit akibat infeksi tak bisa ditolong lagi. Itulah resistensi. Banyak ahli meramalkan bahwa resistensi bakteri menjadi salah satu mekanisme berkurangnya populasi umat manusia secara nyata.