Bisnis.com, JAKARTA - Dato Sri Tahir bukanlah nama asing di dunia filantropi. Melalui Tahir Foundation yang didirikannya, Chairman Mayapada Group itu malang melintang mandanai kerja-kerja sosial, baik di dalam negeri maupun bekerja sama dengan lembaga-lembaga donor internasional.
Menggandeng Bill & Melinda Gates Foundation, Tahir Foundation pada awal Oktober 2019 meluncurkan aksi bantuan untuk penderita HIV/AIDS, malaria, dan tuberkolosis lewat Global Fund.
Selain kerja sama tersebut, Dato Tahir merogoh kocek untuk menggelontorkan dana senilai US$30 juta atau sekitar Rp420 miliar ke Global Fund untuk memerangi HIV/AID, TBC dan malaria. Besar sumbangan itu menjadikan Tahir Foundation yayasan terbesar kedua setelah Bill & Melinda Gates Foundation.
Ditemui Bisnis di sela-sela kesibukannya, Dato Tahir menerangkan bahwa filantropi sejatinya bukan semata kerja sosial. Filantropis juga bukan sekadar orang yang menyisihkan sebagian harta hasil usahanya untuk aksi sosial. Lebih jauh lagi, filantropi melibatkan komitmen terhadap hati nurani.
Kerja-kerja sosial dalam filantropi, lanjut Tahir, harus memiliki perencanaan sebaik mungkin sehingga manfaatnya bisa dirasakan secara luas.
"Semua harus sudah well planed, ada cuan atau tidak cuan, you have to do it, karena tidak ada flexibility," ujarnya.
Tahir mengatakan bahwa dunia filantropi di Indonesia masih belum maksimum untuk memenuhi kebutuhan yang demikian besar. Masih banyak pengusaha yang perlu diedukasi mengenai kedermawanan yang tidak hanya sekadar pemenuhan program corporate social responsibility (CSR).
Sebagai pengusaha senior dan salah satu orang terkaya di Indonesia, Dato Tahir memiliki filososofi dalam menjalankan usahanya. Menurutnya, seseorang yang meraup keuntungan dari kegiatan usaha di suatu tempat, harus melakukan timbal balik sebagai bukti komitmen terhadap kemanusiaan.
"Ambil dari satu tempat harus kembalikan ke tempat itu. Saya ambil dari Indoensia, saya kembalikan ke Indonesia," ujarnya.
Selain menggelontorkan dana puluhan miliar rupiah untuk kegiatan sosial, Dato Tahir juga tak ragu untuk terjun langsung ke lokasi penerima bantuan. Dia bercerita, kebiasaan menyapa langsung para penerima manfaat seperti memberi 'nutrisi' bagi jiwanya yang telah hidup dilingkupi banyak kenyamanan.
"Supaya saya tidak lost, saya perlu ke tempat-tempat itu, untuk mengingatkan kembali bahwa ada sama-sama manusia tapi nasibnya beda selangit," katanya.
Dia berharap pemerintah bisa melihat peluang pengembangan filantropi di Indonesia untuk mengatasi permasalahan sosial. Salah satu langkah yang bisa diambil yakni mengedukasi para pengusaha.