Talkshow dengan tema Seruput Untung di Kedai Kopi yang menghadirkan Hadi Surya Koe sebagai Head of Marketing Grabfood Indonesia, Rifaldi Yudha S sebagai pendiri Tempat Bercakap Kopi dan Muhammad Khadafi sebagai pendiri Kopi Mori (dari kiri ke kanan)./istimewa
Kuliner

Bisnis Kedai Kopi Masa Kini: Specialty atau Komersil, Sama-Sama Beradaptasi

Aziz Rahardyan
Senin, 24 Februari 2020 - 01:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kedai kopi masa kini, baik kedai komersial yang menekankan kuantitas penjualan, maupun kedai specialty yang mengutamakan kualitas dalam setiap cangkirnya, sama-sama menekankan adaptasi dan inovasi, demi survive melewati beragam kondisi.

Hal ini terungkap dalam diskusi CEO Talk bertema 'The Coffee Industri is Changing: How Will Your Business Adapt?' di BrewFest 2020, Senayan City, yang berlangsung Jumat (21/2/2020) hingga Minggu (23/2/2020).

Hadir untuk memberikan pengalaman dalam bisnis kopi komersial, CEO Maxx Coffee Mehdi Zaidi, COO & Co-founder of Kopi Kenangan James Prananto, serta Director of Janji Jiwa Group William Sutanto.

Mehdi yang tengah mempersiapkan diri memboyong biji kopi Nusantara lewat Maxx Coffee merambah Singapura, menekankan bahwa keterbukaan dengan berbagai teknologi demi memenuhi tuntutan mobilitas masyarakat menjadi tantangan terbesar kedai kopi komersial.

Oleh sebab itu, menurutnya, setiap kedai perlu terus berbenah, berinovasi, dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi. Passion terhadap kesempurnaan diperlukan, agar seluruh aspek kedai bisa diterima lebih banyak orang, baik nama brand-nya, juga setiap kopi yang terjual.

Sebagai rival, Janji Jiwa dan Kopi Kenangan paham betul akan hal ini.

William mengungkap Janji Jiwa belum seberuntung Kopi Kenangan yang sudah diminati banyak investor, sehingga kerja sama yang sehat dengan para mitra juga menjadi pegangan utama.

Terlebih, sekitar 85 persen dari outlet Janji Jiwa merupakan franchise, "Kita terus berpegang teguh pada tiga hal, great coffee, affordable, dan for the masses. Jadi tiap kita terus ada quality control ke seluruh mitra, supaya standar tetap terjaga."

Inilah yang menurut William yang membuat Janji Jiwa mampu menembus angka 650 sampai 700 outlet mulai dari Aceh sampai Papua sejak mulai berdiri pada 2018.

Sementara James, sepakat bahwa dengan business model yang baik, menjaga kemakmuran karyawan, dan keterbukaan terhadap tren, juga menjadi kunci Kopi Kenangan mampu merambah hingga 252 outlet dalam waktu 2 tahun.

"Makanya saya bisa jamin, seluruh kedai kita profitable. Inilah salah satu alasan kenapa investor melirik kami, selain potensi Indonesia yang masih sangat besar dan belum terjamah," jelas James.

Seperti diketahui, Kopi Kenangan mendapat suntikan dana dari Sequoia India senilai US$20 juta. Ditambah investasi dari Arrive, salah satu anak perusahaan Roc Nation milik Jay-Z, Serena Ventures milik Serena Williams, pebasket Caris LeVert, dan pendiri Sweetgreen Jonathan Neman.

Menurut James, potensi pasar kedai kopi komersil asal Indonesia masih sangat besar, untuk merebut pangsa kedai 'asing' dan kopi sachet.

Oleh sebab itu, bagi yang ingin terjun ke dunia kopi komersil, lebih baik cepat memulai dan fokus mengembangkan bisnis, jangan terlalu memikirkan para pesaing.

Edukasi dan Riset

Di balik ketenaran kedai-kedai komersil yang lekat dengan embel-embel 'murah-meriah', para pegiat kedai specialty coffee justru lebih percaya diri.

Para pegiat specialty dalam diskusi ini diwakili Founder Ombe Kofie Jason Leo dan Founder of First Crack Coffee Evani Jesslyn.

Evani lebih menekankan pentingnya edukasi kepada para pelanggan. Bahkan, First Crack sendiri menyuguhkan konsep akademi kopi untuk terus mengasah kemampuan sensor rasa para pecinta kopi. Baik yang pemula, maupun yang sudah ahli.

Wanita yang mengawali pengalaman membangun kedai kopinya di Semarang ini sepakat, pangsa pasar para pecinta specialty coffee akan terus tumbuh, asal aura kedai kaya akan passion. Sehingga, ide-ide racikan baru untuk para pelanggan terus bermunculan.

Terakhir, Jason menjelaskan bahwa riset merupakan kunci sebelum melakukan edukasi. Pasalnya, pelanggan kedai specialty coffee didominasi warga yang tinggal tak jauh dari kedai.

"Misalnya, di Ombe, saya riset warga-warga di Pluit itu sukanya apa. Kita sediakan saja. Lama-lama nanti kita minta coba bandingkan. Kasih dua cangkir, kopi yang premium dan yang biasa saja. Tidak perlu diajari, mereka pasti tahu sendiri," jelasnya.

Menurutnya, pangsa kopi komersil dan specialty tak bisa dibenturkan. Pasalnya, kedai kopi komersil kuat dengan mobilitas, sementara kedai kopi specialty lebih menekankan experience.

"Kita punya kelebihan bisa memberikan pengalaman yang berbeda. Misalnya saya pernah ada request susu Hokkaido. Berapa pun harganya, pelanggan tetap akan beli, malah pada balapan. Kemampuan memberikan experience itulah yang bisa membuat bisnis kita bertahan," tutupnya.

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Sutarno
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro