Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah studi yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS) menemukan kelemahan virus corona jenis baru penyebab Covid-19.
Menurut studi pemerintah AS, virus corona tidak bertahan lama di pegangan pintu dan permukaan tak berpori lain ketika terkena sinar matahari, suhu dan kelembapan yang lebih tinggi.
“Virus ini 'sekarat' dengan kecepatan yang jauh lebih cepat karena paparan kelembapan ataupun panas,” ungkap Bill Bryan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri, dalam suatu konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (23/4/2020) waktu setempat.
Penelitian baru ini, katanya, menawarkan cara praktis bagi warga Amerika untuk membunuh virus tersebut di permukaan benda-benda, termasuk dengan 'meningkatkan suhu dan kelembapan untuk ruangan indoor yang berpotensi terkontaminasi.'
Pada suhu 70 hingga 75 derajat Fahrenheit dan kelembapan 80 persen di bawah sinar matahari saat musim panas, misalnya, studi itu menunjukkan virus corona akan bertahan hanya dua menit di permukaan yang berpori.
“Lingkungan yang kering mungkin memerlukan perhatian ekstra,” tambah Bryan, seperti dilansir melalui Bloomberg, Jumat (24/4/2020).
Presiden Donald Trump, yang hadir dalam kesempatan itu, tampak tertarik oleh penelitian tersebut setelah Bryan menyampaikan presentasinya. Trump memang penasaran mengenai apakah cuaca musim panas dapat mengakhiri wabah virus mematikan ini.
“Apa yang akan terjadi apabila kita menyinarkan tubuh dengan sinar ultraviolet yang luar biasa atau sangat kuat. Saya pikir itu belum diperiksakan tetapi Anda akan mengujinya,” ujar Trump.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan agar tidak menggunakan lampu ultraviolet untuk mensterilkan bagian tubuh mana pun, karena dapat menyebabkan iritasi kulit.
Bryan juga mengatakan bahwa penelitian telah menunjukkan pemutih dapat membunuh virus dalam air liur ataupun cairan pernapasan dalam lima menit dan isopropil alkohol dapat membunuhnya dengan lebih cepat.
Meski demikian, Trump menganjurkan agar dilakukan lebih banyak pengujian untuk hal tersebut juga.
Ketika beberapa negara bagian AS mulai berencana untuk melonggarkan pembatasan jarak sosial (social distancing), timbul pertanyaan tentang apakah musim panas dapat menekan virus corona dan apakah musim gugur dapat membawa wabah baru.
Cuaca dan sinar UV seringkali menjadi faktor penting dalam penularan penyakit menular. Flu, misalnya, kerap berkorelasi dengan suhu dingin dan udara kering.
Satu studi menemukan bahwa di Eropa utara, suhu rendah dan indeks UV yang rendah berjalan seiringan dengan terjadinya puncak virus flu pada periode antara 2010 dan 2018.
Bagaimanapun, para ilmuwan di seluruh dunia terus meneliti virus corona jenis baru ini dan patogennya telah menjalar di penjuru dunia dengan suhu tinggi dan lembap.
Singapura justru melaporkan lonjakan kasus baru terinfeksi corona meskipun memiliki cuaca panas dan lembap. Adapun di negara maju, banyak orang menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan lebih dingin dan lebih kering tanpa sinar matahari langsung.