Bisnis.com, JAKARTA - Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Abdul Kadir mengajak seluruh RS di Indonesia untuk bergabung dalam uji klinis Plasma Konvalesen sebagai terapi tambahan COVID-19.
Ini disampaikan secara langsung dalam webinar nasional bertajuk “Regulasi dan Riset Plasma Konvalesen” yang diselenggarakan oleh Balitbangkes (22/6) seperti dikutip dari laman resmi Kemenkes.
“Kami ingin mengundang seluruh RS di Indonesia untuk dapat terlibat dan bergabung dalam kegiatan uji klinis ini yang terbuka untuk seluruh RS yang menjadi rujukan COVID-19,” kata Kadir
Riset pemberian plasma konvalesen sebagai terapi tambahan COVID-19 turut melibatkan berbagai pihak, yang mana Balitbangkes ditunjuk sebagai koordinator nasional, BPOM sebagai pengawas serta PMI sebagai penyedia plasma konvalesen, melalui kerjasama penelitian ini diharapkan berdampak baik bagi penanganan COVID-19 di Indonesia.
“Salah satu fungsi utama Badan Litbangkes adalah melakukan sejumlah penelitian terkait COVID-19, yang diharapkan mampu memberikan rekomendasi dalam penanganan, pengobatan maupun pencegahan COVID-19,” harapnya
Hadir sebagai narasumber Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia, Kepala UTD PMI Pusat Ria Syafitri, Peneliti Senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David H Muldjono, dan Direktur Pengembangan dan Riset RSPAD Gatot Soebroto dr. Nana Sarnadi.
Untuk diketahui bahwa plasma konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari pasien yang didiagnosa COVID-19 dan sudah 14 hari dinyatakan sembuh dari infeksi COVID-19 yang ditandai dengan pemeriksaan swab menggunakan RT-PCR sebanyak 2 kali pemeriksaan dengan hasil negatif.
Digunakannya plasma konvalesen sebagai terapi tambahan pasien COVID-19 dilatarbelakangi oleh plasma pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga memiliki efek terapeutik karena memiliki antibodi terhadap SARS-Cov-2.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperbolehkan penggunaan terapi plasma konvalesen bagi penderita COVID-19, namun harus melalui uji klinis guna mendapatkan data yang komprehensif yang bisa digunakan sebagai pedoman tata laksana penyakit COVID-19. Ini sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan No 3 Tahun 2009 mengharuskan semua teknologi kesehatan yang akan digunakan untuk manusia harus melalui uji klinis terlebih dahulu.
Ada 2 hal yang penting untuk diperhatikan dalam uji klinis plasma konvalesen sebagai terapi tambahan bagi Penderita COVID-19 yaitu penatalaksanaan penyakit ini serta penjaminan mutu plasma itu sendiri.
Menurut Direktur Registrasi Obat BPOM RI Lucia Rizka Andalucia, dari segi tata laksana (regulasi) beberapa negara juga sudah mulai menyusun protokol memanfaatkan plasma kovalesen sebagai terapi tambahan. Pun dengan Indonesia, melalui BPOM sebagai pengawal dan pengawas pelaksanaan uji klinis plasma konvalesen, telah menerbitkan Rekomendasi Tentang Pengawasan Pemanfaatan Plasma Konvalesen dan Imunoglobulin Konsentrat dalam Terapi COVID-19 dan Petunjuk Teknis Penjaminan Mutu Pengolahan Plasma Konvalesen COVID-19.
“Tujuan rekomendasi ini untuk mendukung pengembangan plasma konvalesen dan imunoglobulin konsentrat COVID-19 melalui pengawalan terhadap penjaminan mutu, penjaminan keamanan dan evaluasi data hasil uji klinik,” kata Rizka.
Sementara itu, dari segi penjaminan mutu beberapa Unit Transfusi Darah (UTD) seperti UTD PMI, UTD RS maupun UTD-UTD pemerintah yang terlibat dan pengelolaan dan pemanfaatan plasma konvalesen harus menjamin kualitas mulai dari rekruitmen donor, pengelolaan hingga pendistribusian kepada pasien.
“Dari pelaksanaan uji klinis kami berharap sesuai dengan standar mutu, terjamin keamanannya, serta memperoleh manfaat yang optimal,” pungkasnya.