Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) masih tetap mempertahankan siaran gelombang pendek (shortwave/SW) yang sudah usang di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital.
“Voice of Indonesia, dari Indonesia untuk Dunia,” slogan yang setiap harinya diucapkan oleh Sekarsari Utami di depan mikrofon.
Sekar, demikian sapaan akrabnya merupakan satu dari sekian penyiar yang mengudara dari Jalan Medan Merdeka Barat No. 4-5 Jakarta, markas RRI yang pada Jumat (11/9/2020) lalu genap berusia 75 tahun.
Sekar punya tugas yang sedikit berbeda dengan kebanyakan penyiar di RRI. Dia adalah penyiar Stasiun Siaran Luar Negeri (SSLN) RRI atau Voice of Indonesia (VOI) dengan tugas utama menyapa pendengar di luar negeri.
Tugas yang sama juga diemban oleh Indah Herdiani, hanya bedanya Indah berceloteh menggunakan Bahasa Belanda.
Perempuan lulusan Sastra Belanda UI tiga tahun silam itu merupakan salah satu penyiar berbahasa asing di VOI. Profesi yang sempat dilakoni oleh mantan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Joop Ave dan Direktur Utama Perum Produksi Film Negara Judith J. Dipodiputro di masa mudanya.
Sekar, Indah, Joop, dan Judith tercatat sebagai ujung tombak dari VOI, stasiun radio yang setiap harinya mengudara dalam sembilan bahasa, antara lain Bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, Perancis, Spanyol, Belanda, Mandarin, Jepang, dan Arab ke seluruh dunia.
Masing-masing bahasa melakukan siaran langsung selama dua jam setiap harinya. Siaran tersebut bisa diakses dari seluruh dunia lewat frekuensi gelombang pendek (shortwave/SW) 3325 kHz, portal berita www.voi.id dan www.rri.co.id, kanal YouTube voiindonesia, serta aplikasi RRI Play.
VOI menjadi satu dari segelintir stasiun radio di dunia yang mempertahankan siaran gelombang pendek di zaman kiwari. Jauh sebelum internet hadir, radio gelombang pendek menjadi sarana paling efektif untuk menyebarluaskan informasi ke seluruh dunia. Tak terkecuali informasi mengenai eksistensi Indonesia yang baru saja merdeka.
“Radio Rimba Raya yang pemancarnya ada di Bener Meriah, Aceh dengan siaran gelombang pendeknya tak berhenti menyuarakan bahwa Indonesia masih ada ketika Agresi Militer Belanda II. Radio ini jangkauannya sampai ke Den Haag, Belanda hingga akhirnya digelar Konferensi Meja Bundar,” kata Direktur Utama RRI Mohammad Rohanudin ketika ditemui oleh Bisnis belum lama ini.
Menurut Rohanudin, Radio Rimba Raya yang mengudara dalam beberapa bahasa merupakan cikal bakal lahirnya VOI. Keduanya mengudara dengan semangat yang sama, yakni menyuarakan eksistensi Indonesia ke seluruh dunia atau berperan sebagai agen diplomasi publik.
Oleh karena itu, program yang disiarkan oleh VOI sepenuhnya bertujuan untuk memperkenalkan sekaligus menjaga citra positif Indonesia kepada dunia.
Kemudian yang tak kalah penting adalah melayani diaspora Indonesia. Lewat siaran VOI, diharapkan mereka bisa terhubung serta mengobati rindunya dengan kampung halaman nun jauh di sana.
Lantas, apa yang membuat RRI tetap mempertahankan siaran gelombang pendek? Tentunya pertanyaan terbesar adalah siapa yang masih mendengarkannya di tengah kecanggihan teknologi saat ini.
Rohanudin menegaskan selain faktor historis, pihaknya memutuskan tetap mempertahankan siaran gelombang pendek lantaran masih digunakan oleh beberapa orang di wilayah terpencil atau di tengah lautan.
Walaupun demikian, dia tak menampik bahwa siaran gelombang pendek sudah banyak ditinggalkan oleh sejumlah stasiun radio terkemuka dunia dengan dalih efisiensi.
“BBC [British Broadcasting Corporation] salah satunya [yang meninggalkan siaran gelombang pendek]. Tetapi masih banyak radio di negara-negara besar yang mempertahankannya, bahkan di-upgrade ke teknologi DRM [Digital Radio Mondiale] untuk meningkatkan kualitas suaranya,” ungkap Rohanudin.
Teknologi tersebut rencananya akan diimplementasikan oleh VOI pada 2021 bersamaan dengan operasional pemancar gelombang pendek baru 25 KW yang pembangunannya menelan biaya Rp45 miliar.
Tentunya rencana tersebut sejalan dengan pengembangan platform digital untuk memperluas jangkauan pendengar.
Sementara itu, menurut Direktur Program dan Produksi RRI Soleman Yusuf pihaknya masih mempertahankan siaran gelombang pendek untuk mengantisipasi terputusnya jaringan telekomunikasi ketika keadaan darurat seperti bencana dan peperangan. “Termasuk ketika semua jaringan telekomunikasi hingga listrik terputus.”
UMPAN BALIK DARI PENDENGAR
Siaran radio gelombang pendek masih punya penggemar tersendiri, mereka tersebar di seluruh dunia dan menjalin hubungan erat dengan stasiun radio beserta awaknya, tak terkecuali VOI. Selain terhubung menggunakan surel dan sosial media, mereka juga masih mempertahankan cara lama, menggunakan surat atau kartu pos.
Menurut Kepala Stasiun SSLN RRI/VOI Agung Susatyo, surat dari pendengar di luar negeri yang ditujukan ke VOI atau awaknya masih saja datang hingga saat ini. Mereka yang mengirimkan surat sebagian besar adalah pendengar kawakan yang tergabung dalam komunitas tertentu.
“Terakhir ada surat yang masuk dari Kanada dan Jepang, melaporkan dimana posisi mereka menangkap [siaran] VOI. Mereka juga minta dikirimkan QSL Card,” paparnya kepada Bisnis.
Sebagai catatan, QSL card merupakan kartu konfirmasi yang dikirimkan oleh stasiun radio untuk mengonfirmasi penerimaan sinyal oleh pendengarnya. Selain mengonfirmasi, kartu tersebut juga menjadi benda koleksi bagi pendengar radio gelombang pendek atau pehobi radio amatir.
Agung menyebut pihaknya tak mengetahui secara pasti jumlah pendengar siaran gelombang pendek VOI. Pihaknya hanya memiliki catatan jumlah pendengar lewat layanan aliran langsung (live streaming).
Pada Agustus 2020, tercatat lebih dari 77.000 pendengar layanan VOI di seluruh dunia. Naik tiga kali lipat dibandingkan tiga tahun lalu yang jumlahnya tak lebih dari 28.000 pendengar.
“[Pada] 2019, paling banyak [pendengar] streaming dari Rusia, China, baru Indonesia. Kemudian 2020 berubah jadi Indonesia, China, dan Rusia,” ungkap Agung.
Agung menambahkan untuk mempererat hubungan dengan pendengar, pihaknya juga rutin menyelenggarakan kuis Wonderful Indonesia. Setiap tahunnya, pendengar VOI yang beruntung akan diajak berkunjung ke Indonesia, mengunjungi studio VOI dan sejumlah destinasi wisata di Tanah Air.
“Tahun ini jelas tidak ada karena pandemi, sebelumnya rutin setiap periode kuis pendengar dari luar negeri datang ke Indonesia. Supaya mereka bisa lihat kami bekerja dan seperti apa Indonesia,” pungkasnya.