Bisnis.com, JAKARTA – Mengikuti Prancis dan Jerman, Inggris juga akan segera mengumumkan aturan restriktif lanjutan membatasi aktivitas sosial seiring dengan gelombang kedua Covid-19 akhir tahun ini di daratan Eropa.
Dilansir dari Travel and Leisure, Selasa (3/11/2020), sejumlah usaha seperti restoran, dan bisnis ritel, pertokoan, akan melalui masa lockdown selama 4 minggu dengan tujuan agar liburan Natal tahun ini bisa berjalan dengan lancar.
Apalagi dengan kedatangan gelombang baru Covid-19 dan peningkatan kasus Covid-19 dua kali lipat di daratan Eropa, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pun mengumumkan lockdown kedua pada bulan ini.
Parlemen juga sudah menyatakan sepakat untuk melakukan kebijakan restriktif kedua pada Rabu mendatang, dan dimulai pada Kamis, 5 November 2020 mendatang selama 4 minggu hingga 2 Desember 2020. Aturan lockdown kedua ini mewajibkan masyarakat untuk tetap di rumah kecuali untuk kepentingan khusus, termasuk untuk menjaga anak, belajar, dan bekerja yang tidak bisa dikerjakan secara daring, maupun belanja kebutuhan dasar.
Masyarakat juga harus menghindari keramaian dan perkumpulan. Aturan juga diikuti dengan penutupan sejumlah perkantoran, bisnis, usaha, tempat gim, salon, arena olahraga, tempat seni, dan ritel yang menjual barang-barang bukan pokok. Begitupun restoran dan bar harus tutup, dan hanya melayani pemesanan antar, kecuali untuk produk minuman beralkohol.
Pembatasan atau lockdown ini dilakukan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 sebelum perayaan libur akhir tahun. Perdana Menteri Boris Johnson menyebut, Natal tahun ini mungkin akan berbeda dari perayaan Natal tahun sebelumnya. Namun dia meyakini langkah ini jika dijalani dengan baik akan membantu masyarakat bisa tetap berkumpul bersama keluarga pada akhir tahun guna merayakan Natal.
Meski demikian, aturan lockdown kali ini lebih longgar karena sekolah masih diizinkan buka dan melakukan kegiatan belajar-mengajar.
Selain itu, setiap wilayah di Inggris memiliki kebijakan masing-masing. Misalnya di Irlandia Utara dan Wales, mereka sudah menerapkan beragam aturan lockdown, sementara di Skotlandia masih melakukan penyempurnaan kebijakan lockdown.
Pada Minggu, 1 November 2020, Britania Raya masih mencatatkan jumlah kasus Covid-19 baru sebanyak 23,254, ada 162 kasus kematian dalam 28 hari terakhir berdasarkan hasik tes. Berdasarkan data John Hopkins Coronavirus Resource Center, saat ini Inggris juga masuk peringkat ke 9 angka Covid-19 terbesar skala global, dengan total kasus 1,038,059 tercatat sejak pandemi ini mulai.
Eropa memang mencatatkan populasi 10 persen dari warga dunia, dengan 22 persen sumbangan kasus Covid-19 pada angka dunia, dan 46,3 juta kasus positif infeksi, dan 269.000 angka kematian.
Saat ini penerbangan dari Amerika Serikat ke Inggris masih beroperasi normal. Ada 13 bandara di Amerika Serikat, termasuk di New York yakni Bandara John F. Kennedy dna Newark Liberty International yang masih memberikan izin bagi penumpang keluar dan masuk Amerika Serikat berasal dari Inggris.
Warga negara Amerika yang datang ke Amerika setelah bepergian ke Inggris juga wajib melalui 14 hari karantina dan melakukan pengecekan kesehatan. Pemerintah hanya memberikan pengecualian bagi traveler yang tiba di wilayah ini dari negara dengan koridor peraturan khusus, dan sudah terlebih dahulu melakukan karantina 14 hari sebelum keberangkatan.
Setelah masa karantina, traveler tetap harus mengikuti aturan lockdown yang berlaku di Inggris hingga 2 Desember 2020 mendatang. Saat ini, para pelancong hanya bisa berharap agar aturan ketat ini bisa melonggar dalam waktu cepat seiring dengan implementasi yang disiplin dan teratur.
“Kami juga ingin lebih ramah terhadap lingkungan. Di negara ini, seperti halnya di negara Eropa lain, virus ini menyebar dengan cepat melampaui prediksi masuk akal ataupun skenario terburuk yang dikeluarkan oleh para ahli dan pakar,” jelas Boris yang sebelumnya pernah melalui proses penyembuhan selama 3 hari di rumah sakit akibat Covid-19.
Asal tahu saja, Inggris bersama sejumlah negara Eropa lainnya mengambil langkah serius selama pandemi Covid-19 ini untuk melawan gelombang kedua dari Covid-19. Data John Hopkins mengatakan Covid-19 menginfeksi 46,643,798 orang di seluruh dunia, dengan 1,202,013 jiwa telah meninggal. Jerman dan Prancis pun sudah mengumumkan lockdown pada akhir pekan lalu.