Bisnis.com, JAKARTA -- Maraknya edukasi tentang dana darurat bukan tanpa alasan. Dana darurat dapat membantu setiap orang untuk memitigasi risiko jika dihadapi dengan pengurangan atau hilangnya pendapatan.
Namun sayangnya, hanya sedikit dari warga Indonesia yang memiliki dana darurat dalam jumlah ideal.
Berdasarkan data yang dihimpun program konsultasi keuangan Lifepal dari awal Januari 2021, hanya 9,3 persen dari 500 partisipan program ini yang memiliki dana darurat dalam jumlah ideal. Sementara itu, 90,7 persen lainnya dinyatakan tidak memenuhi standar minimum.
Baca Juga Begini Cara Mengelola Dana Darurat |
---|
Financial Educator dan periset Lifepal Aulia Akbar menuturkan pada umumnya, ada berbagai faktor mengapa seseorang sulit menabung untuk memenuhi ketersediaan dana darurat.
Di antaranya yang paling sering ditemui adalah kewajiban membayar cicilan hutang yang melebihi batas ideal dan pengeluaran bulanan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pokok maupun yang bersifat gaya hidup.
Selain itu, pemahaman yang kurang baik mengenai pentingnya dana darurat dan jumlah idealnya turut menjadi alasan mengapa masih banyak orang Indonesia yang belum siap dengan dana daruratnya.
Dalam perencanaan keuangan, dana darurat kerap kali disebut dengan istilah basic liquidity ratio atau rasio likuiditas.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung berapa lama (dalam satuan bulan) dana darurat dapat menanggung pengeluaran bulanan seseorang, caranya membagi total aset lancar dengan pengeluaran bulanan.
Untuk menghitung berapa besar dana darurat ideal, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
1. Besaran dana darurat bergantung pada kondisi pengeluaran
Seseorang yang berusia muda, lajang, produktif, dan tidak memiliki tanggungan tentu cukup dengan dana darurat yang setara 3 kali pengeluaran bulanan.
Berbeda dengan seseorang berusia muda yang sudah berumah tangga dan memiliki satu orang anak. Idealnya, individu seperti ini menyimpan dana darurat minimal 6 kali pengeluaran bulanan.
Perlu diingat jika Anda menyimpan dana darurat terlalu banyak hanya akan menambah jumlah aset ‘tidur’ alias tidak produktif. Jadi akan lebih baik jika sebagainnya diinvestasikan.
Namun mengingat pandemi mengakibatkan ketidakpastian ekonomi yang berimbas pada tingginya risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), maka sangat disarankan bagi siapapun (termasuk lajang) untuk menambah ketersediaan dana darurat sebesar 50% hingga 120% dari persediaan awal.
2. Saat dana darurat tak cukup, maka seorang terpaksa berhutang
Ketika seorang kehilangan pekerjaan dan hanya memiliki dana darurat untuk satu bulan saja, maka satu-satunya cara untuk bisa memenuhi kebutuhan di bulan selanjutnya adalah dengan cara berhutang.
Tanpa disadari dengan adanya utang, maka akan muncul pengeluaran pasif bersifat wajib yang harus dibayar.
Mengingat kita masih berada di masa pandemi, mendapat pekerjaan baru bukanlah hal yang mudah direalisasikan.
Itulah sebabnya mengapa kita wajib memiliki dana darurat. Tidak akan ada yang tahu kapan kita mengalami masalah ini.
3. Mengumpulkan dana darurat bisa dilakukan dengan menyisihkan 10 persen dari penghasilan
Jika dana darurat Anda dinilai kurang, alokasikan saja dana minimal 10 persen dari penghasilan bulanan untuk mengumpulkannya.
Apabila Anda menginginkan proses pengumpulan yang cepat, maka tidaklah salah untuk mengalokasikan dana 30 persen dari penghasilan, dengan catatan proses menabung ini tidak memberatkan Anda.
Bila Anda harus mengurangi pengeluaran untuk menabung dana darurat, kurangilah pengeluaran yang bersifat keinginan, bukan yang wajib atau butuh.