Bisnis.com, JAKARTA - Terapi untuk kanker, termasuk kanker kolorektal tidak hanya bisa dilakukan dengan kemoterapi dan imunoterapi. Dalam perkembangan terbaru, penyakit ini bisa ditangani dengan personalised medicine atau terapi target.
Konsultan Hematologi Onkologi Medik FKUI-RSCM dr. Ikhwan Rinaldi mengatakan pengobatan kanker kolorektal dapat dibagi menjadi 3 klasifikasi pengobatan yaitu pengobatan pada kondisi lokal (awal), lokal lanjut (menengah) dan metastasis (lanjut). Kondisi lokal dan lokal lanjut ini didekati melalui tindakan operasi dilanjutkan dengan kemoterapi tambahan atau pada kanker rektum juga seringkali ditambahkan juga radioterapi atau penyinaran.
Sedangkan pada kondisi metastasis, didekati melalui tindakan kemoterapi sebagai pengobatan utama. "Operasi hanya dilakukan pada kondisi penyebaran kanker di satu lokasi dan tidak banyak dan berukuran kecil serta hanya untuk membuat kantong penampung feses di sekitar perut," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (26/1/2021).
Namun dalam dekade terakhir ini, kata Ikhwan kemoterapi bukan satu-satunya obat yang diberikan untuk pasien kanker kolorektal stadium lanjut. Muncul obat-obatan lain yang dikelompokkan dalam terapi target sebagai tambahan pada kemoterapi yang diberikan untuk menambah efektifitas pengobatan yang pada akhirnya diharapkan memperpanjang ketahanan hidup pasien kolorektal yang sudah bermetastasis jauh.
Dia menjelaskan terapi target yang dapat ditambahkan pada kanker kolorektal ini berupa antibodi monoklonal, molekul, atau rekombinan protein fusi. Pada pengobatan kanker kolorektal yang sudah bermetastasis, paling penting untuk menghambat pertumbuhan tumor di samping kemoterapi yang bekerja dengan cara menghancurkan sintesis DNA di inti sel sebagai komponen sel kanker. Sehingga, lanjut dia, sel kanker tak bisa membelah lagi dan akhirnya mati. "Ini adalah penghambatan pada faktor pertumbuhan tumor," imbuhnya.
Kata Ikhwan faktor pertumbuhan yang penting adalah faktor pertumbuhan epidermal dan faktor pertumbuhan pembuluh darah. Faktor pertumbuhan ini terdapat di permukaan sel kanker yang akan diikat oleh ligand pertumbuhan sehingga mengaktivasi jalur pertumbuhan di bawah permukaan sel dan akhirnya merangsang inti sel untuk melakukan pembelahan sel dan membuat sel kanker baru.
Penghambatan faktor pertumbuhan ini di permukaan sel akan menyebabkan tidak adanya ligan pertumbuhan yang menempel pada reseptor pertumbuhan di permukaan sel sehingga tidak ada sinyal pertumbuhan yang melalui jalur pertumbuhan di dalam sel. "Akhirnya inti sel tidak membelah dan akan mati," jelasnya.
Namun demikian, ternyata hal ini tidak terjadi semudah yang dibayangkan. Ikhwan menuturkan penghambatan reseptor pertumbuhan tidak serta berfungsi pada semua sel kanker. Ternyata ada kanker kolorektal yang jalur pertumbuhan di dalam selnya mengalami mutasi sehingga penghambatan reseptor pertumbuhan di permukaan sel oleh obat penghambat reseptor pertumbuhan tidak berfungsi karena sinyal pertumbuhan tetap dipancarkan oleh komponen dalam jalur pertumbuhan di dalam sel kanker.
Oleh karena itu untuk mendapatkan efektivitas pengobatan perlu pemeriksaan ada tidaknya mutasi dari komponen jalur pertumbuhan. Komponen jalur pertumbuhan ini dikenal dengan RAS dan RAF.
Ikhwan menerangkan pemeriksaan adanya mutasi jalur pertumbuhan ini melalui pemeriksaan protein K-RAS dan N-RAS serta BRAF dalam sel menggunakan pemeriksaan imunohistokimia. Jika ditemukan adanya mutasi pada ketiga komponen tersebut maka penghambat reseptor faktor pertumbuhan epidermal tipe 1 semisal cetuximab dan panitumumab tidak bisa digunakan. "Tapi jika tidak ada mutasi pada KRAS dan NRAS serta BRAF maka obat tersebut dapat bermanfaat,” tambahnya.
Pada kondisi adanya mutasi KRAS dan NRAS serta BRAF, maka bukan berarti tidak ada obat lain yang dapat menambah efektifitas pengobatan bersama kemoterapi.
Obat penghambat reseptor pertumbuhan lain yang baru-baru ini diketahui juga berperan pada kanker saluran cerna adalah reseptor faktor epidermal pertumbuhan tipe 1, yang sebelumnya diketahui sebagai reseptor faktor pertumbuhan pada kanker payudara, mirip dengan faktor pertumbuhan tipe 1, yaitu trastuzumab. Obat ini dapat diberikan pada pasien kanker kolorektal dengan Her2 positif.
Kendati demikian, sebelum menggunakan obat tersebut diutamakan menggunakan obat lain dengan mekanisme yang lain berdasarkan atas pengetahuan bahwa pertumbuhan sel kanker kolorektal ditengarai dipengaruhi juga pembentukan pembuluh darah baru oleh sel kanker yang distimulus oleh faktor pertumbuhan pembuluh darah.
Faktor ini dapat dihambat oleh beberapa hal. Salah satunya adalah obat penghambat faktor pertumbuhan yang memblok reseptor pertumbuhan yang juga menempel di permukaan sel kanker sehingga sinyal pertumbuhan pembuluh darah baru tidak dapat dialirkan ke inti sel dan pada akhirnya tidak terbentuk pembuluh darah baru.
Ada lagi obat yang bekerja dengan cara berikatan dengan ligan pertumbuhan yang akan menempel ke reseptor pertumbuhan sehingga ligan pertumbuhan ini tidak akan dapat merangsang reseptor untuk membuat pembuluh darah baru.
"Obat dengan mekanisme pertama dikenal dengan bevacizumab, sedangkan yang lain adalah ramucirumab dan aflibercept. Selain itu, ada juga molekul kecil yang memiliki efek yang mirip dengan ketiga obat tersebut yaitu regorafenib. Obat-obat penghambat reseptor faktor pertumbuhan diatas umumnya diberikan bersama dengan obat kemoterapi yang sudah menjadi standar internasional," bebernya.
Selain itu, kanker kolorektal juga bisa ditangani dengan imunoterapi. Ikhwan menyebut imunoterapi diberikan pada kanker-kanker yang memiliki antigenisitas tinggi. Salah satu tanda adanya antigenisitas tinggi adalah tingginya program death ligand (PDL)-1 yang tinggi persentasenya.
Imunoterapi seperti pembrolizumab ini bekerja dengan cara menghambat ikatan antara PD-1 dar sel imun (sel T) dengan PDL-1 dari sel kanker sehingga sel imun dapat bekerja melakukan pembunuhan sel kanker. Gampangnya, imunoterapi ini berguna mengaktifkan kembali sel imun untuk membunuh sel kanker dengan cara menghambat ikatan yang terjadi antara sel imun dan kanker karena sebagai upaya sel kanker bertahan hidup dari sel imun. "Bagusnya, imunoterapi ini dapat diberikan sendirian tanpa kemoterapi," pungkas Ikhwan.