Bisnis.com, JAKARTA - Associate Professor dan Peneliti Kimia Farmasi Universitas Putra Malaysia Bimo A. Tejo menyatakan saat ini vaksin covid-19 buatan Rusia yakni Sputnik, sedang dicari banyak negara.
Pasalnya, berdasarkan laporan ilmiah yang dirilis Lancet menyebutkan jika vaksin itu efektif melawan virus corona hingga sebesar 92 persen.
Padahal, dulu vaksin itu sempat dikritik habis oleh banyak negara karena dirilis di negaranya tanpa publikasi hasil uji klinis.
Pemerintah Jerman yang kecewa oleh lambatnya produksi vaksin di Uni Eropa sehingga program vaksinasinya terhambat kini mempertimbangkan untuk membeli vaksin dari Rusia.
Uni Eropa menghadapi masalah ketersediaan vaksin karena hanya mengandalkan vaksin Pfizer dan AstraZeneca.
Saat ini, Uni Eropa juga sudah membatasi ekspor vaksin ke Negara lain supaya target vaksinasi mereka tercapai.
“Pada bulan November 2020, produsen vaksin Sputnik pernah menawari AstraZeneca untuk mengoplos vaksinnya dengan vaksin Sputnik. Akhirnya pada bulan ini, AstraZeneca setuju untuk melakukan uji klinis menggabung vaksinnya dengan Sputnik,” ujarnya dikutip dari akun instagramnya.
Keuntungan lain dari vaksin Sputnik ini yakni suhu penyimpannnya di 2-8 derajat celcius yang membuat vaksin lebih mudah didisitribusikan.
“Dulu sempat diragukan, kini ada 50 negara yang berencana membeli vaksin Sputnik. Sejak November 2020 ane sudah melihat vaksin ini bakal jadi kuda hitam walaupun mayoritas meragukannya. Karena saya baca data mereka yang masih terbatas waktu itu, Saya pelajari cara kerja vaksin ini, dan nanya sana-sini. Jujur sempat skeptis juga, tapi setelah menelaah datanya ane jadi yakin,” tutupnya.
Menurut hasil sementara, vaksin Covid-19 Rusia yang dikenal sebagai Sputnik V dinyatakan lebih dari 91 persen efektif melawan gejala virus corona baru dan tidak ada efek samping serius terkait suntikan yang dilakukan.
Uji coba fase tiga vaksin Sputnik V, yang melibatkan sekitar 20.000 peserta menemukan vaksin yang terdaftar dengan nama Gam-Covid-Vac menawarkan kemanjuran 91,6 persen pada orang berusia di atas 18 tahun, termasuk orang dewasa yang lebih tua.
Studi yang dipublikasikan di The Lancet, melihat tiga per empat peserta menerima vaksin dua dosis dan seperempat diberi plasebo. Mereka yang diberikan suntikan memiliki antibodi yang kuat dan respons sel T terhadap virus corona.
Suntikan tersebut menyediakan dua vektor adenovirus yang telah dimodifikasi sejalan dengan protein lonjakan virus. Vektor juga dilemahkan sehingga tidak dapat bereplikasi di sel manusia dan menyebabkan penyakit.
Dalam uji coba, peserta diberi dosis satu vektor diikuti dengan dosis penguat yang berbeda 21 hari kemudian. Menurut peneliti, menggunakan vektor yang berbeda dalam vaksinasi dapat membantu menciptakan respons imun yang lebih kuat dibandingkan menggunakan vektor yang sama dua kali.
Mereka menyarankan hal tersebut karena meminimalkan risiko sistem kekebalan mengembangkan resistensi terhadap vektor awal. Hasilnya, imunogenisitas dan profil tolerabilitas yang baik terjadi pada peserta uji coba dari usia 18 ke atas.