Ilustrasi mimpi
Relationship

Ajaib, Ilmuwan Berhasil Berkomunikasi dalam Mimpi

Desyinta Nuraini
Jumat, 19 Februari 2021 - 13:36
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Setiap orang pasti bermimpi ketika tidur. Namun saat terbangun kebanyakan manusia tidak bisa menjelaskan secara detail mimpi apa yang mereka alami.

Beranjak dari hal ini, para ilmuwan yang berasal dari Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Belanda berhasil melakukan eksperimen unik terkait mimpi. Mereka berhasil "berbicara" dengan orang yang sedang tidur dengan "menyerang" mimpi mereka. Seperti berkomunikasi dengan astronot di dunia lain katanya.

Hasil dari empat eksperimen yang dijelaskan dalam jurnal Current Biology, Kamis (18/2/2021), pemimpi dapat mengikuti instruksi, memecahkan masalah matematika sederhana, dan menjawab pertanyaan tanpa membangunkan mereka.

Para peneliti berkomunikasi langsung dengan peserta yang sedang tidur dengan mengajukan pertanyaan dan meminta mereka merespons dengan gerakan mata atau wajah selama lucid dreaming. Adapun lucid dreaming atau mimpi sadar/mimpi jernih yakni kondisi ketika orang tersebut sadar bahwa mereka sedang bermimpi. Beberapa pemimpi jernih bahkan dapat mengendalikan apa yang terjadi dalam mimpi mereka.

"Anda mungkin mengira bahwa jika Anda mencoba berkomunikasi dengan seseorang yang tertidur, mereka tidak akan menjawab," kata penulis utama studi Karen Konkoly, seorang ahli saraf kognitif di Northwestern University di Illinois, dikutip dari Live Science, Jumat (19/2/2021).

Orang-orang bermimpi setiap malam, tetapi para ilmuwan tidak sepenuhnya memahami mengapa kita bermimpi. Mempelajari mimpi itu sulit karena orang sering lupa atau mengubah detail setelah bangun tidur. Itu sebagian karena otak tidak membentuk banyak ingatan baru saat tidur dan memiliki kapasitas terbatas untuk menyimpan informasi secara akurat setelah mimpi berakhir.

Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, peneliti berusaha berkomunikasi dengan orang-orang saat mereka masih bermimpi. Karena peserta studi mengalami mimpi jernih, para peneliti berhipotesis itu berarti mereka dapat melakukan upaya sadar untuk menanggapi isyarat yang datang dari dunia luar.

Peneliti menempatkan elektroda di kepala peserta untuk mengukur gelombang otak mereka, di samping mata mereka untuk melacak gerakan mata, dan di dagu mereka untuk mengukur aktivitas otot. Mereka menggunakan data ini untuk menentukan kapan partisipan memasuki tahap rapid eye movement (REM) atau kondisi normal dari tidur yang ditandai dengan gerakan cepat dan acak dari mata saat tidur dan kapan lucid dream paling mungkin terjadi.

Empat kelompok laboratorium independen di AS, Jerman, Prancis, dan Belanda melakukan empat eksperimen terpisah. Para peneliti menggunakan beberapa teknik di seluruh eksperimen untuk berkomunikasi dengan pemimpi selama tidur REM, termasuk menanyakan pertanyaan lisan dan memberi mereka pesan yang dikodekan dalam cahaya berkedip, nada bip, dan ketukan fisik, yang telah dilatih untuk diuraikan oleh para pemimpi.

Jika pemimpi menerima dan memahami pertanyaan atau pesan selama mimpi jernih, mereka kemudian merespons dengan serangkaian gerakan mata atau wajah yang berbeda yang ditafsirkan oleh elektroda.

"Komunikasi dua arah seperti itu (dari luar ke dalam mimpi dan mundur lagi) adalah sesuatu yang tampaknya termasuk dalam domain fiksi ilmiah," ujar Pilleriin Sikka, dosen senior dalam ilmu saraf kognitif di Universitas Skövde Swedia dan peneliti pascadoktoral di Universitas Turku Finlandia.

Dia menyebut mengingat betapa menantangnya untuk menginduksi mimpi jernih di laboratorium dan bahwa studi tersebut dilakukan oleh empat kelompok laboratorium independen, upaya para peneliti ini dianggapnya luar biasa.

Namun Sikka mencatat bahwa sangat sulit bagi eksperimen untuk mencapai komunikasi ini dengan sukses. Hanya 6 dari 36 peserta yang berhasil berkomunikasi. Ini yang menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana temuan dapat digeneralisasikan dan direplikasi.

Setidaknya menurut makalah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Consciousness and Cognition pada 2016, sekitar 23 persen orang mengalami mimpi jernih sebulan sekali atau lebih. Konkoly dan rekan-rekannya membantu menginduksi lucid dream dalam eksperimennya dengan melatih peserta untuk mengasosiasikan suara dengan kondisi pikiran jernih dan kemudian menghadirkannya dengan suara, atau isyarat, selama tidur.

Para peneliti menyarankan bahwa metode dalam eksperimen dapat diadaptasi untuk berpotensi membantu menyesuaikan impian seseorang dengan kebutuhan tertentu, seperti belajar atau mengatasi trauma emosional.

Robert Stickgold, seorang profesor psikiatri di Harvard Medical School dan direktur Center for Sleep and Cognition di Beth Israel Deaconess Medical Center berpendapat ini merupakan penelitian yang inovatif.

"Sifat retrospektif dari laporan mimpi merupakan tantangan untuk mempelajari mimpi. Komunikasi dua arah, real-time antara peneliti dan pemimpi lucid yang tenggelam dalam tidur REM menawarkan jendela baru dan menarik ke dalam studi mimpi," kata Stickgold.

Namun menurutnya masih belum jelas seberapa mudah temuan awal ini dapat diperluas ke aplikasi kehidupan nyata atau untuk menjawab pertanyaan yang lebih kompleks mengenai sifat dan fungsi mimpi.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro