Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan sains dan teknologi Merck dan Ridgeback Biotherapeutics mengumumkan hasil awal dari Ridgeback Phase 2a dari obat antivirus oral yang dikembangkan, bernama molnupiravir.
Dilansir dari Business Wire, Senin (8/3) perusahaan melaporkan temuan pada studi yang menunjukkan pengurangan waktu untuk negativitas isolasi virus menular dari peserta dengan gejala infeksi virus corona baru.
Studi fase 2a di Amerika Serikat itu melibatkan 202 orang dewasa yang tidak dirawat di rumah sakit, yang memiliki tanda atau gejala Covid-19 dalam 7 hari serta dikonfirmasi positif terinfeksi oleh virus corona baru.
Tujuan kemanjuran utama adalah pengurangan waktu untuk negatif virus yang diukur dengan analisis reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT PCR) dari swab nasofaring. Sampel berkala dikumpulkan oleh para peneliti untuk analisis virologi.
Dari 182 peserta dengan swab nasofaring yang dapat dievaluasi, sekitar 42 persen (78/182) menunjukkan tingkat kultur virus yang terdeteksi pada awal. Adapun, hasil studi lengkap masih belum dirilis dan akan dibagikan di kemudian hari. Fase 2 dan fase 2/3 lainnya saat ini sedang berlangsung.
Hasil itu menggambarkan temuan dari titik akhir sekunder pengurangan waktu (hari) hingga negatif isolasi virus infeksius pada swab nasofaring, dari peserta dengan infeksi virus corona bergejala, seperti yang ditentukan oleh isolasi dalam kultur garis sel vei.
Pada hari ke-5, ada penurunan dalam kultur virus positif pada subjek yang menerima molnupiravir semua dosis, dibandingkan dengan subjek yang menerima plasebo. Angkanya sebesar 0 persen (0/47) untuk molnupiravir dan 24 persen (6/25) untuk plasebo.
Dari 202 peserta yang dirawat, tidak ada sinyal keamanan yang diidentifikasi. Adapun, dari empat efek samping serius yang dilaporkan, tidak ada yang dianggap terkait dengan studi obat tersebut.
Selain studi klinis yang sedang berlangsung, Merck telah melakukan program non klinis yang komprehensif untuk mengkarakterisasi profil keamanan molnupiravir. Program ini mencakup pengujian yang dirancang untuk memberi ukuran yang tepat dari kemampuan obat untuk menginduksi mutasi in vivo.
Hewan diberi molnupiravir lebih lama dan dengan dosis yang lebih tinggi (mg / Kg) dibandingkan yang dipekerjakan dalam penelitian pada manusia. Keseluruhan data dari penelitian ini menunjukkan bahwa molnupiravir tidak bersifat mutagenik atau genotoksik dalam sistem mamalia in vivo.
Wendy Painter, Chief Medical Officer Ridgeback Biotherapeutics mengatakan pihaknya sangat senang berbagi data awal infektivitas tahap 2 dalam konferensi. “Pada saat ada kebutuhan yang belum terpenuhi untuk perawatan antivirus terhadap virus corona baru, kami didorong oleh data awal ini,” katanya.
William Fischer, Associate Professor of Medicine di University of North Carolina School of Medicine mengatakan temuan objektif sekunder dalam penelitian tentang penurunan lebih cepat pada virus menular, menjanjikan dan dapat memiliki implikasi kesehatan masyarakat yang penting.
Roy Baynes, Chief Medical Officer Merck Research Laboratories mengatakan pihaknya terus membuat kemajuan dalam program klinis fase 2/3 yang mengevaluasi molnupiravir, baik dalam pengaturan rawat jalan maupun rumah sakit.