Bisnis.com, JAKARTA - Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan bahwa dalam kejadian bencana, 60-70 persen korbannya adalah perempuan dan anak-anak. Padahal, perempuan memiliki peran strategis untuk dapat menjadi pelopor ketangguhan bencana mulai dari tingkat keluarga.
Tuty Kusumawati, Kepala Dinas Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, menyebutkan perempuan memiliki jiwa melindungi yang tinggi pada anak dan keluarga dan dengan bekal pengetahuan yang memadai mereka dapat menjadi agen perubahan dalam membentuk kesiapsiagaan dan ketangguhan terhadap bencana.
"Perempuan memiliki peran strategis dalam penanggulangan bencana dan sangat efektif dalam mentransfer pengetahuan dan wawasannya tentang kesiapsiagaan bencana kepada anak-anaknya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya," kata Tuty melalui keterangan pers, Senin (26/4/2021).
Kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan salah satu hal yang esensial untuk dimiliki oleh masyarakat, termasuk kaum perempuan. Menurutnya, sudah seharusnya perempuan memiliki kesiapsiagaan mengingat jumlah korban bencana sebagian besar adalah perempuan.
Di Jepang, yang masyarakatnya sangat siap menghadapi bencana terungkap bahwa 34 persen korban selamat dalam bencana karena menyelamatkan dirinya sendiri, dan 31,9 persen diselamatkan orang lain, lalu 28 persen diselamatkan oleh tetangga. Hanya 5 persen diselamatkan oleh tim penyelamat.
Kepala Seksi Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta Rian Sarsono menyampaikan bahwa dalam setiap kejadian bencana terlihat perempuan memiliki jiwa untuk melindungi anak, melindungi keluarga.
Dalam kondisi bencana, perempuan biasanya masih memikirkan kondisi anaknya atau kondisi keluarganya. Oleh karena itu, sangat tepat menjadikan perempuan sebagai agen perubahan untuk membangun budaya sadar bencana dimulai dari lingkungan keluarga.
"Dalam hal ini, perempuan tidak hanya dilihat sebagai kelompok rentan saat terjadi bencana, tetapi justru bisa menjadi kekuatan bila dibekali dengan pengetahuan yang cukup," kata Rian.
Manajer Proyek SinerGi (Supporting Disaster Preparedness of Government and Communities) WVI menyebutkan, kerentanan perempuan dalam kondisi bencana mulai dari potensi kekerasan seksual, gangguan kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga menanggung beban ganda dalam menjalankan peran.
Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk menjadi tangguh bencana agar mampu bangkit kembali dari kondisi terpuruk karena guncangan dan tekanan akibat bencana.
Selama kurun waktu 2018-2020, WVI melakukan respon saat terjadi bencana yang juga melibatkan perempuan dalam setiap respons, mulai dari tanggap darurat hingga pemulihan pascabencana.
Salah seorang relawan bencana di Kelurahan Pademangan Barat, Jakarta Utara, Sumiyati (52), mengapresiasi berbagai pelatihan yang diadakan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI), sehingga banyak pengetahuan baru mengenai kebencanaan yang didapat.
"Perempuan pun bisa berperan dalam memberi informasi, memberi bantuan dasar seperti menyediakan makanan melalui dapur umum, hingga membantu pemberian dukungan psikososial. Tetapi selalu ada tantangan, yaitu karena waktu yang terbatas dengan adanya tanggung jawab terhadap keluarga, juga adanya keterbatasan sumber daya," tutup Sumiyati.