Bisnis.com, JAKARTA -- Beragam asupan gizi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada fase seribu hari pertama kehidupan (HPK). Salah satu zat gizi yang dibutuhkan adalah protein hewani yang dapat ditemui dari berbagai jenis sumber pangan hewani, salah satunya susu.
Namun sayangnya, produksi susu segar dalam negeri (SSDN) masih belum ideal sehingga konsumsi susu perkapita di Indonesia juga masih rendah. Ini tidak lepas dari tingkat kepemilikan sapi perah yang masih minim dan didominasi oleh peternak rakyat.
Populasi sapi perah di Indonesia saat ini tercatat ada 584.582 ekor, dengan produksi SSDN pertahun sebesar 997.35 ribu ton/tahun. Jumlah sebesar itu baru mencukup 22 persen dari total kebutuhan, yaitu 3,8 juta ton/tahun yang sisanya tentu didapatkan dari impor.
Baca Juga : 7 Pilihan Susu Sehat, Sudah Coba? |
---|
Ditambah dengan rerata konsumsi susu di Indonesia hanya 16,27kg/kapita/tahun, di bawah negara Asean lainnya seperti Malaysia 36,2/kg/kapita/tahun, Myanmar 26,7kg/kapita/tahun, dan Thailand 22,2kg/kapita/tahun .
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Dedi Setiadi mengatakan ada beberapa hal yang harus dibenahi dalam upaya mendongkrak kualitas dan kuantitas produksi susu segar dalam negeri (SSDN).
Beberapa diantaranya adalah ketersediaan pakan ternak karena keterbatasan lahan, bibit sapi, kepemilikan sapi, produktivitas hingga kualitas susu. Untuk menjawab tantangan itu, diperlukan regulasi dari pemerintah mengenai penggunaan lahan Perhutani dan Perkebunan Nusantara untuk penanaman Hijauan Pakan Ternak (HPT).
Pasalnya, diperlukan bibit rumput yang unggul dari segi produktivitas dan kualitas untuk meningkatkan produktivitas sapi perah serta menghasilkan susu yang berkualitas.
Selain masalah pakan, yang menjadi kendala lain adalah keterbatasan bibit sapi yang berkualitas, maraknya kejadian kawin silang antara sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi Simental dan banyak terjadi pemotongan sapi produktif sehingga sulit mendapatkan bibit sapi kualitas unggul.
Terkait produktivitas dan kualitas susu, Dedi menekankan pentingnya peningkatan pemahaman mengenai Good Dairy Farming Practice (GDFP) bagi para peternak untuk menghasilkan susu dengan kualitas baik.
“Dengan begitu, bisa mendapatkan harga susu yang tinggi dan berujung kepada peningkatan kesejahteraan peternak,” ujarnya.
Sementara itu, Pakar Peternakan dan Industri Susu Tridjoko Wisnu Murti mengatakan pentingnya konsumsi susu dalam upaya mencetak generasi Indonesia maju di masa mendatang.
Menurutnya, sumber daya manusia (SDM) harus benar-benar diperhatikan agar tidak menjadi beban demografi di masa mendatang.
“Kalau menghadapi masyarakat 5.0 gizinya tidak cukup akan mempengaruhi kualitas manusianya. Gizi kurang, mutu rendah nantinya akan menjadi beban demografi. Kalau gizinya cukup dan sehat, anak cerdas dan produktif, mutu SDM tinggi akan menjadi aset dan mengisi masa bonus demografi di masa yang akan datang. Masyarakat super cerdas itu perlu disiapkan, di antaranya pangan produksi peternakan, khususnya susu,” kata Tridjoko.