Bisnis.com, JAKARTA - Masing-masing orang memiliki pola makan yang berbeda.
Banyak juga yang menjalankan diet demi mendapatkan kesehatan tubuhnya.
Hal itu menimbulkan banyaknya jenis diet yang dipakai. Nabi Muhammad SAW sendiri sebenarnya memiliki pola makan dan tata cara makannya sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan sejumlah pedoman atau acuan perihal makanan, termasuk bagaimana cara makannya yang selayaknya kita pedomani.
Sebab sudah barang tentu setiap informasi yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyimpan banyak hikmah dan rahasia. Cukup banyak hadits yang berbicara tentang pedoman ini.
Berikut pola makan yang disunahkan Nabi Muhammad seperti dikutip dari Nu.or.id :
Pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa perut bukanlah wadah yang siap diisi apa saja sesuai keinginan kita. Sekalipun ia diisi, tidak boleh berlebihan sehingga melebihi batas kemampuannya, sebagaimana dalam hadits, “Keturunan Adam tidak dianggap menjadikan perutnya sebagai wadah yang buruk jika memenuhinya dengan beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Karena itu, apa yang dia harus lakukan adalah sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk napas,” (HR Ahmad).
Dengan demikian, yang terpenting perut kita terisi makanan halal yang dapat menjaga kelangsungan hidup. Sebab, bila tidak, kita sendiri yang rugi. Di kala perut kita kekenyangan, misalnya, kita menjadi mengantuk, malas beraktivitas, termasuk malas beribadah, sehingga kemudian kita menjadi kurang poduktif dan dalam jangka panjang berat badan kita menjadi berlebih (obesitas), lebih prihatin lagi di akhirat kekurangan amal.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan agar kita tidak rakus dan tidak memasukkan berbagai jenis makanan ke dalam perut. Hal ini sejalan dengan kebiasaan Nabi yang menyebutkan bahwa beliau tidak pernah makan banyak, tidak pernah makan sampai kenyang, atau tidak memperbanyak ragam makanan. Bahkan, saat istrinya tidak masak makanan beberapa hari, beliau cukup berpuasa dan menyantap roti saja.
Hal ini juga ditunjang oleh temuan-temuan dalam dunia pangan dan ilmu gizi bahwa ada beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi secara bersamaan karena memiliki zat kimia yang justru akan menimbulkan efek negatif dan membahayakan bagi tubuh. Buah-buahan misalnya, sebaiknya tidak dikonsumsi dengan susu. Sebab, umumnya buah-buahan bersifat asam (memiliki PH rendah) sehingga bila bercampur dengan makanan lain dapat menyebabkan fermentasi dalam lambung. Demikian pula kedelai tidak boleh dimakan bersamaan bayam, kedelai dengan bawang hijau, susu kedelai dengan telur, susu dengan cokelat, daging dengan semangka, daging dengan cuka, dan sebagainya.
Ketiga, jika kita menghadiri suatu undangan yang di dalamnya disajikan makanan, sebaiknya tidak mengajak orang lain untuk memenuhi sebuah undangan tersebut kecuali atas izin orang yang mengundangnya.
Keempat, pada saat makan kita dianjurkan untuk berkumpul, mengerumuni makanan, dan tidak berpencar darinya dan jangan makan makanan orang-orang yang sedang berlomba-lomba menyembelih hewan.
Kelima, hendaknya tidak makan di khawân atau tempat tinggi yang dipersiapkan untuk makan, seperti meja makan.
Keenam, tidak makan sambil terlentang atau makan di tempat yang tersedia makanan yang haram.
Ketujuh, tidak bersandar pada saat makan. Istilah “bersandar” ini tentu mencakup segala bentuk duduk yang dilakukan sambil bersandar atau menyandarkan bagian tubuh tertentu kepada sesuatu yang lain. Cara ini dimakruhkan atau dianggap kurang baik karena memperlihatkan duduknya orang yang sedang lahap dan nafsu makan. Akibatnya seseorang tidak bisa mengontrol daya tampung perutnya sehingga jadi membesar atau membuncit.