Seorang dokter hewan menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) kepada hewan ternak sapi perah di Cilembu, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/6/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Health

Penyakit Mulut dan Kuku, Sejarah, Gejala, Dampak dan Mengatasinya Jelang Iduladha

Intan Riskina Ichsan
Senin, 27 Juni 2022 - 16:51
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah belum memastikan kapan hari raya Iduladha 2022 akan dirayakan. Bisa jadi tanggal 9 Juli, atau 10 Juli. Keputusannya, akan ditetapkan dalam sidang isbat Kemenag mendatang.

Namun, yang kini sudah pasti di depan mata menjelang Iduladha adalah munculnya penyakit kuku dan mulut (PMK) pada hewan ternak.

Ini, tentu saja menjadi masalah besar jelang Iduladha karena lebaran haji ini identik dengan berkurban hewan. Bentuknya, bisa sapi dan kambing.

Dan mirisnya, PMK ini juga menyerang sapi dan kambing. 

Kementerian Pertanian melaporkan per 27 Juni 2022 pukul 16.00 WIB, terdapat 274.837 ekor hewan ternak yang terkonfirmasi penyakit mulut dan kuku (PMK).

Sejak wabah muncul pada akhir April 2022, hingga saat ini ada 19 provinsi yang telah terpapar PMK dengan kasus terbanyak di Jawa Timur, yaitu 107.837 ekor sakit. 

Dari 316 kabupaten/kota di Indonesia, sebanyak 218 kab/kota telah tertular PMK. Sementara dari total 4.614, kecamatan, terdapat 1.898 kecamatan yang telah terdampak. 

Penyakit Mulut dan Kuku, Sejarah, Gejala, Dampak dan Mengatasinya Jelang Iduladha

Tentu, ini bukan pertanda baik pada bisnis penjualan hewan kurban. Karena, mereka yang membeli hewan kurban pasti akan merasa khawatir atau bahkan mungkin menunda berkurban tahun ini.

Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit virus ternak yang parah dan sangat menular sehingga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Penyakit ini menyerang sapi, babi, domba, kambing dan ruminansia berkuku belah lainnya.

Dikutip dari World Organisation for Animal Health, penyakit ini diperkirakan beredar di 77% populasi ternak global, di Afrika, Timur Tengah dan Asia, serta di wilayah terbatas di Amerika Selatan. PMK juga dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan disebabkan dari virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus yakni Aphtaee epizootecae.

Sejarah PMK di Indonesia

Dikutip dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Indonesia pernah menjadi negara tertular PMK dan penyakit ini pertama kali dilaporkan pada pada tahun 1887 di Malang, yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah Indonesia, seperti pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.

Pada tahun 1990, Indonesia berhasil dibebaskan kembali dari PMK yang status bebasnya dinyatakan dinyatakan dalam Resolusi OIE no XI tahun 1990. Pada tahun 2013 pemerintah Indonesia menetapkan bahwa PMK merupakan penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang harus diwaspadai dan dicegah.

Sampai saat ini Indonesia masih dinyatakan bebas dari PMK dan tanpa program vaksinasi yang diputuskan dengan Resolusi OIE no XV tahun 2019. Nampaknya tahun 2022 Indonesia tidak lagi bebas PMK dengan munculnya kembali PMK di Jawa Timur yang dikonfirmasi oleh PUSVETMA pada tanggal 5 Mei 2022 lalu.

Penyebab Penularan PMK

Virus ini ditularkan ke hewan melalui beberapa cara berikut, dilansir dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat:

1. Kontak langsung (antara hewan yang tertular dengan hewan rentan melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit.

2. Sisa makanan/sampah yang terkontaminasi produk hewan seperti daging dan tulang dari hewan tertular.

3. Kontak tidak langsung melalui vektor hidup yakni terbawa oleh manusia. Manusia bisa membawa virus ini melalui sepatu, tangan, tenggorokan, atau pakaian yang terkontaminasi.

4. Kontak tidak langsung melalui bukan vektor hidup (terbawa mobil angkutan, peralatan, alas kandang dll.)

5. Tersebar melalui udara, angin, daerah beriklim khusus (mencapai 60 km di darat dan 300 km di laut)

Gejala PMK

PMK dapat dikenali dengan adanya luka seperti sariawan di rongga mulut yaitu di gusi dan lidah, di sela-sela kuku kaki, dan bisa di ambing susu hewan betina. Dilansir dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, hewan yang terinfeksi akan mengalami demam (39-41°C), keluar lendir berlebihan dari

Gejala Klinis Hewan Tertular PMK

Gejala pada sapi

  1. Terdapat demam (pyrexia) hingga mencapai 41°C dan menggigil
  2. Mengalami anorexia (tidak nafsu makan)
  3. Penurunan produksi susu yang drastis pada sapi perah untuk 2-3 hari
  4. Keluar air liur berlebihan (hipersativasi)
  5. Saliva terlihat menggantung, air liur berbusa di lantai kandang.
  6. Pembengkakan kelenjar submandibular.
  7. Hewan lebih sering berbaring
  8. Luka pada kuku dan kukunya lepas.
  9. Menggeretakan gigi, menggosokkan mulut, leleran mulut, suka menendangkan kaki.
  10. Efek ini disebabkan karena vesikula (lepuhan) pada membrane mukosa hidung dan bukal, lidah, nostril, moncong, bibir, puting, ambing, kelenjar susu, ujung kuku, dan sela antar kuku.
  11. Terjadi komplikasi berupa erosi di lidah dan superinfeksi dari lesi, mastitis dan penurunan produksi susu permanen,
  12. Mengalami myocarditis dan abotus kematian pada hewan muda,
  13. Kehilangan berat badan permanen, kehilangan kontrol panas.

Gejala pada Domba dan Kambing

  1. Lesi kurang terlihat, atau lesi pada kaki bisa juga tidak terlihat.
  2. Lesi / lepuh pada sekitar gigi domba
  3. Kematian pada hewan muda.
  4. Keluar air liur berlebihan (hipersativasi) mulut, beberapa mengalami pincang, luka di kaki-kuku, sulit berdiri, gemetaran, nafas cepat, dan produksi susu menurun drastis

Penyakit Mulut dan Kuku, Sejarah, Gejala, Dampak dan Mengatasinya Jelang Iduladha

Pencegahan Penularan dan Penyebaran Virus PMK, Biosekuriti ternak harus dilakukan sebagai berikut:

1. Setiap ternak yang baru masuk ke lokasi peternakan perlu ditempatkan terlebih dulu di kandang karantika/isolasi selama 14 hari dan dilakukan pengamatan yang intensif terhadap gejala penyakit.

2. Jika terdapat gejala klinis penyakit, maka segera pisahkan dan dimasukkan ke kandang isolasi dan ditangani lebih lanjut oleh petugas kesehatan hewan dan dilaporkan pada dinas peternakan setempat.

3. Perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans.

4. Pemotongan hewan terinfeksi, hewan baru sembuh, dan hewan - hewan yang kemungkinan kontak dengan agen PMK.

5. Musnahkan bangkai, sampah, serta seluruh produk hewan pada area yang terinfeksi.

6. Pelarangan pemasukan ternak baru dari daerah tertular

7. Untuk peternakan yang dekat daerah tertular maka ada anjuran untuk melaksanakan Vaksin virus aktif yang mengandung adjuvant

8. Kekebalan 6 bulan setelah dua kali pemberian vaksin, sebagian tergantung pada antigen yang berhubungan antara vaksin dan strain yang sedang mewabah.

Pengobatan dan Pengendalian Ternak

Bagi ternak yang telah terinfeksi virus, maka ada beberapa metode alternative pengobatan dan pengendalian dengan cara berikut ini

a.  Pengobatan pada sapi yang terinfeksi

-  Melakukan pemotongan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi.

-  Kaki yang sudah terinfeksi bisa diterapi dengan chloramphenicol atau larutan cuprisulfat.

-  Melakukan Injeksi intravena preparat sulfadimidine

-  Hewan yang terserang penyakit harus karantina yakni dipisahkan dari hewan yang sehat selama masa pengobatan

b. Pencegahan pada sapi yang sehat

-  Hewan yang tidak terinfeksi harus ditempatkan dalam kandang yang kering dan dibiarkan bebas jalan-jalan.

-  Berikan pakan yang cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh hewan yang sehat

-  Pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5% setiap hari selama satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu sekali sebagai cara yang efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.

Penyakit Mulut dan Kuku, Sejarah, Gejala, Dampak dan Mengatasinya Jelang Iduladha

Hewan Kurban Bebas PMK

Melalui Publik Dinkominfo Kota Pekalongan, terdapat cara agar hewan kurban bebas dari PMK. Daging yang dikonsumsi atas penyebab suspek maupun positif PMK masih aman dikonsumsi, asalkan daging tersebut dimasak dengan benar pada suhu diatas minimal 70 °C.

Seperti diketahui bersama, kebiasaan masyarakat biasanya merebus daging itu 100°C. Masyarakat diminta untuk tidak menyimpan daging hasil kurban dengan cara dibekukan, karena sangat rawan dan belum ada hasil risetnya bahwa daging yang disimpan dalam suhu dingin tertentu virusnya bisa mati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro